PAGE 15 : Mama

993 137 5
                                    

"Krist... bagaimana kabarnya sekarang? Bagaimana keadaanya sekarang? Memang bohong jika aku bilang kalau aku tak merindukannya. Selama 15 tahun kami berpisah dan selama itu pula aku tak mendampinginya. Hari-hari yang aku bayangkan akan dipenuhi dengan tawa dan tangisnya, mengikuti tumbuh kembangnya, sirna dalam sekejap. Tapi... Saat kesempatan untuk bertemu kembali datang, aku malah merasa ragu dan takut. Ragu kalau Krist akan mengingatku dan takut kalau ia takkan mengingatku... "

Malam itu, pikiran Gigie penuh dengan Krist dan keluarganya sekarang, hingga membuatnya tak bisa tidur.

Khan baru saja keluar dari kamar mandi, ia melihat Gigie terbaring diatas kasur sambil menatap langit-langit kamar. Khan duduk di kasur dan mengelus kening Gigie.

"Alismu mengerut, kau sedang berpikir keras?"

Gigie menoleh. "Tidak kok... "

Gigie memiringkan tubuh, memunggungi Khan. "Hah... ini sulit!"

Beberapa hari berlalu, sampai di saat Gigie akan berangkat ke sekolah tempatnya mengajar. Ia duduk di meja riasnya, membuka laci meja dan terdiam saat menemukan secarik kertas pemberian Singto. Diambilnya kertas itu dan diamatinya.

Khan masuk ke kamar, Gigie segera memasukan kertas itu ke saku celananya. "Sayang, apa kau melihat jam ku?"

"Um... ini" Gigie memberikan jam tangan hitam di meja rias pada Khan.

Pagi itu, Gigie berangkat diantar Khan naik sepeda motor. Setelahnya, Khan langsung berangkat kerja di pabrik. Gigie berjalan melewati gerbang setelah menyapa satpam, sambil memegang kertas yang berisi alamat rumah sakit tempat Krist dirawat.

Langkahnya tak tentu, kadang cepat kadang pula melambat. Hatinya dipenuhi keraguan.

Satpam yang melihat Gigie seperti orang bingung menatapnya heran. "Khun Gigie!"

Gigie berbalik. "Ya?"

"Apa ada masalah?"

"Uh... " Gigie meremat kertas yang ia pegang. "Mungkin sekali tak apa, ya... hanya untuk memastikan saja. Lagipula aku tidak ada jam mengajar, aku tak mungkin pergi sepulang sekolah, P'Khan akan menyusul. Benar... sekarang saja!"

Gigie berjalan ke pos satpam. "Um... saya teringat baru ada urusan mendadak. Saya hari ini tidak ada jam mengajar, jadi saya ijin untuk pergi"

"Oh... iya tak apa-apa"

"Terima kasih, permisi... "

Gigie segera pergi, menyetop angkutan kota menuju stasiun. Sepanjang perjalanan, ada perasaan menyesal karena pergi, namun juga ada perasaan senang yang tak dapat diungkapkan. Berbagai dugaan muncul dalam benaknya.

"Seperti apakah Krist sekarang? Apa perawatannya menunjukan peningkatan? Bagaimana ekspresi yang akan ia tunjukan saat melihatku? Tapi... beranikah aku berhadapan dengannya? Apakah aku akan di cap sebagai ibu yang buruk karena menelantarkan dan dikira tak mencari anakku yang hilang? Hah...... " batin Gigie berkecamuk.

Gigie sampai di rumah sakit hampir tengah hari, ia berjalan sambil memegang erat tali tas slempangnya. Ia berjalan tanpa tahu harus kemana. Ia menoleh ke kanan kiri berharap melihat Singto. Hingga ia memutuskan untuk masuk ke dalam gedung rumah sakit. Ia berjalan menuju resepsionis untuk menanyakan kamar Krist.

"Permisi, kamar Krist dimana ya?" Tanya Gigie.

"Sebentar" seorang perawat wanita mencari dalam komputernya. "Uh... nama lengkapnya?"

"Krist... Perawat"

Perawat itu mencari kembali. "Di ruang rehabilitasi di lantai dua. Sebelah kiri setelah keluar dari lift"

[END] Heal Me - SKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang