7

168 21 1
                                    

"permisi, apakah kalian anak dari tuan Kim?"

***

Mampus. Kenapa harus disaat seperti ini?

"hyung, bantu aku. Aku belum keluar seutuhnya" pinta Jongdae. Aku tersadar dan kembali membantunya keluar

"maaf. Nama Kim itu banyak di Korea, mungkin anda salah orang. Permisi" Jongdae membungkuk dan membawaku ke dalam rumah makan

"Xiuxiu! Kamu dari mana? Oh, hai, calon istriku. Sudah bangun? Uh menikahlah denganku Jongdae. Kau tampak cantik setelah bangun tidur" Luhan memeluk Jongdae. Lagi

"hei, aku sudah memesankan makanan untukmu. Makanlah, lalu kita melanjutkan perjalanan" suruhku padanya. Kami makan dengan tenang

"semua gratis. Bos kami yang menyuruh. Selamat menikmati perjalanan" ucap pegawai disana. Hah? Ada apa ini?

"yes! Ini pasti karena tampangku" Luhan berteriak kencang

"terima kasih. Semoga restoran ini semakin maju" aku membungkuk

Kami melanjutkan perjalanan menuju rumah nenek. Membutuhkan waktu 3 jam menuju tempat itu. Luhan tak henti-hentinya menjelaskan rancangan terapinya. Aku mendengarkan, Jongdae diam seribu bahasa. Dia terus melihat ke luar jendela

"Siheung"

"iya, kenapa?"

"aku rindu"

***

"NENEK!"

"ISTRIKU!" What? Jadi-

"hehe, dia istriku. Namanya.... Hhmm aku lupa. Karena ada calon istriku disini"

Jongdae menjitak kepala Luhan kencang. Bagus dongsaeng! Saya suka!

"ah~ Jongdae menjitakku"

Kami segera keluar dan menemui nenek. Nenek memeluk kami berdua. Dengan menggunakan bahasa isyarat nenek memberitahu bahwa dia merindukan kami, appa sudah menceritakan semuanya. Nenek akan menjaga kami. Disebelah nenek ada seorang wanita muda yang cantik. Mirip Luhan

"halo, perkenalkan namaku Choi Heeyoung, aku istri Luhan. Aku asli sini, bahkan rumahku hanya bersebelahan dengan rumah nenek" ucapnya halus. Pantas, dia cocok dengan Luhan. Fisiknya, sifatnya tidak

"Heeyoung, ini Minseok, dan ini-"

"Jongdae. Adik Minseok. Bukan siapa-siapanya Luhan hyung"

"aku tau" Heeyoung memeluk Jongdae. "Kamu boleh menikahi-" Jongdae segera menutup mulut Heeyoung sambil berkata, "AKU MASIH MENYUKAI WANITA"

Kami hanya tertawa. Nenek mengajak kami masuk ke dalam. Oh ya nenekku tidak bisa mendengar dan berbicara, sehingga dia berbicara lewat bahasa isyarat. Nenek tidak mau menggunakan alat pendengar, jadi kami harus menguasai beberapa bahasa isyarat, kecuali Jongdae. Yes aku menang disini!

"nenek, kami tidak membawa baju sama sekali. Apakah nenek masih menyimpan baju appa?" tanyaku

Nenek mengangguk. Beliau mengambil beberapa kaos dan celana untukku dan Jongdae pakai. Nenek mengantar kami ke kamar untuk beristirahat. Luhan dan Heeyoung juga sudah pulang. Disinilah kami, di kota terpencil jauh dari hiruk pikuk suara, lebih tepatnya suara jeritan

"Jongdae tidurlah. Kau pasti lelah"

"hyung, aku lupa membawa obatku. Bagaimana nanti episodeku kambuh?" tanyanya panik. Aku mengusap kepalanya. Dalam hati aku merutuki diriku sendiri. Mampus kau Kim Minseok

***

Suara ombak menyapa kami. Suara lagu kebangsaan Korea terdengar dari speaker di pinggir jalan. Oh aku benar-benar merindukan suasana ini. Burung-burung mulai bernyanyi, bagai alarm yang membangunkanku di pagi nan cerah ini. Aku membuka jendela agar udara segar masuk ke kamar ini. Aku menghirup udara dengan campuran embun air pantai

HELP ME! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang