"kenapa kau menepolku? Ada masalah?"
"aku baru saja mencekik Minseok hyung"
Luhan membelai rambut Jongdae lembut
"hei, aku tau sekarang. Tadi aku bertemu appamu di restoran ramen. Dia menceritakan semuanya. Aku ikut prihatin dengan keadaanmu" Luhan membuka kaos milik Jongdae
"luka-luka ini, eommamu yang buat kan? Kamu hanya melukai dirimu yang terluka kan? Kamu membunuh hewan-hewan itu karena kamu stress dengan keadaanmu kan? Aku ikut sedih Jongdae. Tapi-" kini Luhan memegang tangan Jongdae erat. Dia melihat mata sendu milik Jongdae sambil berkata
"aku, Minseok, nenek, dan appamu akan membantu menyembuhkanmu. Walaupun appamu terlihat dingin padamu, namun dia selalu memperhatikanmu. Dia yang membelamu. Dia yag rela merawatmu walaupun eommamu tidak ingin kau ada. Kau harus mendengarkan ini, walaupun appamu tidak berkata secara langsung padamu"
Luhan memeluk Jongdae erat. Menepuk punggungnya dengan penuh kasih sayang
"appa mencintaimu"
***
15 menit berlalu. Makanan yang sudah nenek buat mulai dingin. Nenek tidak memperbolehkan kami makan sebelum Jongdae dan Luhan turun. Itu sudah menjadi kebiasaan keluarga Kim. Akhirnya Jongdae dan Luhan turun dari kamarnya. Aku memalingkan wajahku dari Jongdae. Lebih tepatnya aku masih trauma dengan kejadian beberapa jam yang lalu. Bagaimana mungkin seorang adik membunuh kakaknya sendiri?
"yuhu~ nenek aku akan membantu memanaskan masakannya" Luhan mengambil sup kerang dan membawanya ke dapur. Nenek mengambil sup ayam, Heeyoung membawa sayur untuk dipanaskan. Tinggallah aku dan Jongdae. Lagi
Tidak ada yang membuka pembicaraan. Kami terdiam dengan pikiran masing-masing. Aku yang masih trauma mulai berdiri untuk menyusul nenek, tapi tanganku dipegang oleh Jongdae. dia membungkuk hingga mencapai lantai di depanku
"hyung aku minta maaf" ujarnya lirih. Aku tidak tega melihat Jongdae begini. Jujur ini bukan salahnya sepenuhnya, tapi—
"iya tidak apa-apa. tapi untuk sementara kamu tidur di-"
"aku akan menginap di rumah Luhan hyung" aku melihat ke arah Luhan. Dia mengiyakan
"baiklah. Bilang ke nenek dan kemasi barangmu setelah makan"
"yuhu makanan sudah siap. Mari makan" Heeyoung mengajak kami duduk di meja makan dan kami makan dengan tenang
***
Sudah 2 hari Jongdae tinggal di rumah Luhan. Lebih tepatnya ikut Luhan ke Gyeoungju. Mereka bertiga pergi kesana dengan alasan bayi di dalam perut Heeyoung minta jalan-jalan. Hei? Aku ingin ikut!. Sekarang disinilah aku. Dengan kaos dan celana pendek, menggunakan kacamata renang dan ember berlubang
"nenek aku dapat 5!" teriakku. Nenek tidak mendengar. Ah aku lupa! Aku mencari kerang lagi hingga 1 ember penuh. Butuh waktu seharian untuk mendapat 1 ember kerang. Setelah selesai kami membawa ke pelelangan ikan untuk dilelang
"ayo semua pilih ikan segar hasil tangkapan nelayan kami. Kami buka dari harga 10 ribu won untuk 1 kilo kerang" teriak salah satu ahjussi. Banyak orang yang menawar. Akhirnya kerang kami terbeli dengan harga 300 ribu won
"wow pantas nenek selalu punya uang untuk membeli barang sehari-hari. sehari bisa dapat segini" ucapku dengan bahasa isyarat ke nenek. Nenek membawaku ke restoran milik nyonya Park
"nenek ini uang dari penjualan garam" Nyonya Park memberi beberapa uang kepadaku. "mana adikmu? Oh aku merindukannya"
"dia sedang pergi ke Gyeoungju dengan temanku"
Kami melanjutkan perjalanan menuju rumah. Langkah kami terhenti begitu melihat sosok perempuan paruh baya di depan rumah nenek. Aku menelpon Luhan
Yak! Jangan bawa Jongdae pulang ke rumah
Loh? Kenapa? Jongdae dalam perjalanan pulang. Dia tidak mau kuantar
Mampus kau!
Hei kenapa bodoh?
Nenek memperingatkanku untuk mencari Jongdae. Aku berlari menuju rumah Luhan
"eomma?"
"oh beraninya kau menampakkan dirimu di depan nenek" eomma menarik rambut Jongdae dengan kasar. Orang yang ditarik hanya meringis kesakitan
"jangan pegang tanganku! Tanganmu menjijikkan"
Eomma mengambil batu yang cukup besar lalu memukulnya tepat di leher Jongdae. Jongdae berteriak kesakitan. Kami berdua segera menemui eomma dan mencegah eomma melakukan hal lain. Eomma sempat mendorong nenek, aku menolong nenek. Tapi karena aku sibuk menolong nenek Jongdae semakin disiksa lebih keras. Semua tetangga keluar dan melihat kejadian ini. HANYA MELIHAT!
"eomma, sudah cukup, malu dilihat tetangga" cegahku
"minggir Minseok. Dia pantas disiksa. Biar semua orang tau bahwa dia anak menjijikkan" teriak eomma kencang. "kau adalah aib keluarga. Bahkan eomma kandungmu tidak menginginkan kamu lahir! Dia membuangmu! Tapi Appa bodohmu membawamu ke rumah. Gara-gara kamu aku harus menanggung malu!"
"ah eomma ampun. Ampun eomma" teriak Jongdae. Dia kesakitan. Jelas. Luka di tubuhnya semakin banyak. Darah mulai bercucuran di sekitar tubuhnya. Nenek berusaha melerai mereka
"PERGI KAU DARI SINI!" teriak eomma. Teriakan ini sukses membuat tetangga berbisik kasihan. Jongdae pergi tanpa membawa apapun. Kopernya ditinggal begitu saja. Paper bag -mungkin oleh - oleh- juga ditinggal. Aku berusaha mengejar namun dicegah oleh eomma
"EOMMA JAHAT!"
Plak
Nenek menampar eomma kencang. Bekas merah tertanam di pipi kanan eomma
"kenapa kalian membela anak iblis seperti dia?!"
"JONGDAE BUKAN ANAK IBLIS!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
HELP ME! ✓
RandomJongdae, seorang anak lugu, polos, memiliki ambisi dan lucu. Dibesarkan bersama seorang kakak bernama Minseok yang selalu merawat serta membelanya kapanpun. Namun, seindah indahnya sebuah keluarga, terdapat sebuah kisah kelam dibalik itu Ah,jongdae...