Haii! Baru up ya? Wkwk males akutu:(
Nih, aku up. Buat kemarin yang kangen Ay, dan nanya kapan up. Maaf ya, baru sekarang up nya :>
Komen komen yukkkk!
Tinggalkan jejak, biar ku gampang mencari kalian. Jadi kalian gak bakal nyasar wkwk
Selamat baca dan selamat berimajinasi !
***
SUDAH menjadi kebiasaan bagi Ayla untuk mengingat Rafel. Entahlah, Rafel terlalu sulit untuk dilupakan. Malam sunyi selalu menjadi saksi bahwa Ayla terus merindu Rafel.
Ayla melamun, pikirannya penuh dengan segala hal tentang Rafel dan kejadian kemarin-kemarin tentang ucapan Dimas dan pengakuan Alan tadi sore.
Air mata Ayla jatuh begitu saja, mengingat bagaimana saat ia kehilangan Rafel waktu itu. Ini semua salah Ayla, andai saja ia tak bersikeras, semua ini mungkin tak akan terjadi. Andai juga waktu itu Ayla tak egois, Rafel pasti sedang bersamanya hingga saat ini.
Dadanya naik turun, ia menangis. Tangisnya tak bersuara, nafasnya tak beraturan. Sesak sekali, ini menyakitkan dan selalu sama rasanya.
Bisa membayangkan, bagaimana sakit dan sesaknya? Ditinggal oleh orang yang kalian sayang. Ini adalah mimpi buruk, terlebih jika merasa kepergiannya adalah karna keegoisan kita. Itu yang sedang Ayla alami, Rafel pergi karna nya.
"S-sakit Raf, sakit. Lo pergi karna gue egois, maafin gue Raf, maafin gue..." lirih Ayla disela tangis tanpa suaranya.
"Andai gue gak maksa, andai gue ngerti lo, andai g-gue..." Ayla tak melanjutkan kalimatnya, ini terlalu membekas jika diteruskan. Menyakitkan, sangat.
Ayla menenggelamkan wajahnya pada kedua telapak tangannya. Angin malam membuatnya terus mengingat kejadian itu. Kejadian dimana ia merasa dirinya adalah seorang pembunuh atas meninggalnya Rafel. Terlebih saat hujan, semua hal menyakitkan itu akan lebih terasa sangat perih.
"G-gue pembunuh Raf, gue pembunuh..." Ayla semakin histeris, ia memukul-mukul dirinya sendiri. Meluapkan semua emosi pada dirinya.
"Lo orang jahat Ayla! Lo pembunuh! Lo itu pembunuh!" Ayla semakin terisak, ia terus memaki dirinya sendiri.
"Lo pergi karna gue R-raf, gu-gue— gue bukan temen yang baik, gue alasan kenapa lo pergi. Maafin gue Raf..."
Setiap untaian kata yang ia ucap, adalah rasa sakit yang berusaha ia luapkan. Traumanya sulit hilang jika Ayla sedang sediri seperti ini. Kejadian waktu itu benar-benar tidak Ayla sangka. Ayla kira 'keinginannya' tak akan membuat Rafel harus merenggut nyawanya, tapi ini justru berbanding sangat drastis dari apa yang ia pikirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AYLA
Teen FictionHanya sebuah kisah percintaan remaja pada umumnya. Ini kisah tentang Ayla Gwenna yang bertemu dengan Alan Galen. Cowok menyebalkan, aneh, seenaknya, dan sikap angin-anginan yang kadang ia tunjukan. Juga kisah tentang masa lalu yang sulit tuk dicerit...