"Selama kamu masih hidup di bawah Angkasa, tidak ada kata terlambat untuk jatuh pada sebuah buku Dza, juga tidak ada yang lebih setia dari buku. Dia selalu menunggu orang yang kehilangan arah meski itu bisa jadi selamanya, karena sesungguhnya terlambat adalah ketika kita tak pernah benar-benar jatuh padanya"
Arbeema Angkasa
Sejak jam istirahat pertama, diumumkan akan ada rapat guru sampai jam istirahat kedua, katanya untuk persiapan ujian nasional yang sudah semakin dekat sekaligus menjadi ujian nasional komputer pertama di sekolah.
Keriuhan memenuhi kelas, membuat beberapa lupa tentang belajar ekstra sejenak. Wajar pada fase ini anak SMA butuh dari sekadar keseruan untuk cukup lupa tentang ratusan soal yang harus dijawab tidak lebih 2 jam.
Kalau suasananya sudah seperti ini aku lebih suka minggat dari kelas daripada terlarut dalam riuh-pikuk yang tidak jelas, apalagi semenjak Dita teman sebangkuku sudah jadian dengan Dewa si ketua kelas. Tidak ada lagi yang seru diajak cerita atau sekedar membahas tempat nongkrong sepulang sekolah. Juga tidak ingin mengganggu sahabatku dibarisan ketiga Dea, Keisha, Maya, dan Andin yang lagi naksir-naksirnya dengan Devan vokalis band sekolah.
"Kalian lihat nggak? Devan upload cover lagunya Akad, sumpah suara dan wajahnya teduh banget, bikin adem" ucap Andin sambil nunjukin post video terbaru Devan di Ig.
"Tapi bukannya Devan dekat sama senior yang baru lulus yah? Kak Jeha yang selebgram itu" balas Keisha.
"Iya banyak yang gosipin mereka pacaran" sambung Maya.
"Kata kenalan kakakku yang sahabatan sama Devan, Kak Jeha itu udah punya pacar pemain basket, sudah 2 tahun pacaran malah!" ucap Andin dengan tegas untuk memastikan bahwa Devan sekarang tidak menjalin hubungan dengan siapapun dan dia punya kesempatan.
"Wajah teduh, memang hujan?" sahutku pelan sambil berjalan keluar kelas.
"Mau kemana, fin?" tanya Dea yang disampingnya sudah ada si Dewa, yah mau bagaimana lagi kalau pacaran sekelas memang bawaannya kemana-mana sama terus, heran saja apa nggak bosan tiap hari kayak lem. Tapi mungkin ini yang bakal jadi kenangan baik, atau mungkin sebaliknya. Tapi kuharap yang pertama saja, rasanya nggak senang melihat Dita patah hati setelah bahagia yang selama ini dia berusaha bangun mati-matian.
"Biasa, ke tempat suara diasingkan"
"Nggak mau ke kantin? Badanmu tambah kurus loh belajar terus" sahut Dea yang tidak sengaja mendengar percakapan singkatku dengan Dita.
Aku hanya menggeleng dan melanjutkan langkah. Mereka cukup mengerti jika suasana hatiku seperti sekarang hanya perlu istrahat di tempat yang tenang.
Perpustakaan selalu menjadi tempat pelarian terbaik untuk sekedar mengerjakan contoh soal-soal UN atau tidur sebentar. Semenjak naik kelas 3, tugas-tugas sebagai Sekretaris OSIS sudah tidak kulakukan, aku lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengerjakan soal-soal untuk UN atau sekedar latihan soal untuk seleksi perguruan tinggi karena rasanya semua tidak bisa terselesaikan dengan sisa waktuku di kelas 3.
Jam tidurku juga mulai berkurang, jadi kalau tidak masuk pelajaran di sekolah, perpustakaan menjadi pilihan terbaik untuk istirahat sebentar atau sekedar duduk sambil mendengarkan lagu-lagu The Overtunes dan Dengarkan Dia.
Sesampai di perpus, anehnya tiba-tiba hujan deras, di bulan-bulan pada akhir tahun memang sering terjadi. Aku berlari kecil, kuusahakan agar gerimis tidak membasahi seragamku setitikpun. Tentunya nggak berhasil, aku kalah jumlah dan kalah cepat.
Di depan perpus, Pak Yusuf terlihat kesusahan dengan motornya. Motornya sengaja didorong ke tempat yang ada atap agar tidak terkena hujan. Pak Yusuf adalah salah satu guru Seni Budaya yang jago gambar, dia juga kepala perpus yang sering menjaga kalau lagi jam istirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAMRIH
Teen FictionDza mendapati kebetulan-kebetulan yang tidak ada habisnya, tentang Angkasa yang bisa membaca setiap langkahnya. Menawarkannya dunia yang tidak pernah ia sangka sebelumnya. Memberikannya 3 buku mantra sebagai langkah awal agar dia bisa bahagia. Ini b...