11# Cinta Pertama

90 15 0
                                    

"Tapi tak semua sama harus sama-samakan?"

Tyszah Dzafina

Memang benar, bukan Angkasa yang membuatku jatuh pertama kalinya. Tapi kuharap dia yang jadi terakhir karena aku tidak mau lagi yang lain. Ada yang mengatakan bahwa kita bisa jadi jatuh cinta sama seseorang yang mirip dengan cinta pertama kita, entah dari sikap atau dari penampilannya. Tapi akan kutegaskan, itu takkan pernah jadi alasan aku menyukai Angkasa. Tidak akan pernah karena Yoedra.

Namanya Yoedra Abrisam. Laki-laki yang kutemui saat aku SMP di Bogor. Dulu aku tinggal dengan tanteku dan sebenarnya aku bisa jadi masuk SMA di Bogor jika Ibu tidak menyuruhku kembali tinggal dirumah setelah kakak meninggal. Dari SD aku tinggal bersama dengan tanteku karena beliau hanya tinggal berdua dengan suaminya. Aku sudah mereka anggap seperti anak sendiri sehingga aku tidak perlu repot merasakan kerinduan akan hangatnya rumah karena mereka sudah memberiku rumah lain yang menerimaku lebih dari rumah yang seharusnya kutempati.

Yoedra tinggal tak jauh dari rumah tanteku waktu itu. Sekitar 200 meter. Kami mulai dekat karena banyak hal yang mirip dari kami. Kami selalu ke perpustakaan membawa alat gambar dan melewatkan makan dikantin. Akhirnya kami membawa bekal dan dibagikan satu sama lain. Kami juga sama-sama menyukai naik sepeda sore dan berakhir menggambar ditaman.
Jadi, kami bertemu karena kebetulan-kebetulan yang seirama.

Kami begitu cocok dalam banyak hal. Hingga akhirnya setelah 2 tahun berteman dia menyatakan perasannya saat naik kelas 9. Semenjak itu, tidak pernah ada sehari aku lupa bahagia. Kami sangat jarang bertengkar, entah karena kami seperti paham satu sama lain atau kepercayaan sudah terbangun sangat baik diantara kami. Yoedra seperti gambaranku dalam versi laki-laki, jadi aku cukup tahu mana yang bila kulakukan akan membuatnya marah dan membuatnya senang.

"Tapi tak semua sama harus sama-samakan?"

Semenjak mendekati UN kami mulai jarang berangkat sekolah bersama. Sosoknya mulai jarang berdekatan denganku. Entah karena mulai bosan atau memang sudah waktunya menciptakan jarak. Lucunya aku tidak keberatan dan merasa biasa-biasa saja. Pada saat itu, aku merasa kita butuh ruang sendiri satu sama lain, apalagi UN yang semakin dekat jadi kita seharusnya bisa saling paham dengan kesibukan masing-masing. Dan hal ini tidak pernah kupermasalahkan.

Yang menjadi alasan aku tidak akan memberikannya ruang lagi adalah pada saat pelulusan SMP, dia tidak datang dan tidak mengirimiku kabar sama sekali. 1 minggu kemudian kakak meninggal. Masih tidak ada kabar darinya, bahkan untuk sekedar mengucapkan turut berduka atas kepergian kakak.

Dia tidak ada disaat duniaku sedang runtuh-runtuhnya. Rasanya sangat sakit, seolah kalian sudah jatuh dari langit terus ditabrak lagi pas sudah sampai dibumi. Bagaimana bisa, orang yang kuharap hanya memberiku bahagia adalah orang yang paling besar memberiku rasa kecewa.

Semenjak hari itu, aku berusaha melupakannya. Awalnya sangat sulit, tentu saja. Tidak akan ada yang benar-benar bisa terbiasa dengan perpisahan. Dan juga bahagia yang dia berikan diawal terlalu besar untuk bisa segera dihapuskan. Meski kecewa yang diberikannya juga hampir pada kadar yang sama. Tapi lagi-lagi sulit melupakan orang yang memberi rasa pertama kalinya dihati.

Tapi tenang saja, sekarang aku cukup baik-baik saja karena bersamaan dengan rasa yang dia bagi pertama kali, dia juga menjadi orang pertama yang memberikan luka yang sakitnya tak perlu lagi kujelaskan, kurasa kalian cukup mengerti. Dan tentangnya yang tidak ingin lagi kusebut namanya, tidak ada lagi kesempatan kedua.

***

"Fina, tunggu!"

Aku hanya berlari berusaha menerobos kerumunan yang sedikit menghambatku. Membuat jarak di antara kami semakin mengecil. Semesta, apakah sulit untuk membiarkan seharian ini aku bahagia saja? Aku tak mau merusak keinginan Angkasa yang ingin jadi pemeran utama dibulan ini.

PAMRIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang