6# Kedai Pendaki

113 13 0
                                    


"Potret ada untuk mengingatkan, bagaimana sejarah membentuk kita. Mereka bagian dari diri kita yang sepenuhnya harus kita hargai. Dengan mengingat hal kecil seperti itu, membuat seseorang semakin dekat dengan kebaikan, Dza"

Arbeema Angkasa


Sehabis maghrib kami kembali ke sekret untuk makan bersama, makanan disiapkan langsung sama ibu-ibu yang tinggal disana. Cuma perempuan yang tidur disekret karena ukurannya yang tidak terlalu besar. Laki-lakinya tersebar tinggal dirumah-rumah warga meski ada beberapa dari mereka yang memilih untuk bercerita sampai pagi tiba. Aku tak terlalu kaget mengingat mahasiswa cukup biasa untuk melewati tidur malam.

Jam menunjukkan pukul 8 malam, aku duduk diteras sekret sambil minum teh manis hangat dengan gadget ditangan. Kalian pasti bisa menebak aku sedang apa. Jika kalian menjawab aku menunggu chat dari seseorang, kalian salah! Aku terlalu sibuk membaca teori UN untuk mau menghabiskan waktu menunggu centang duaku terbalas. Aku mempelajari soal UN yang sebelumnya sudah ku-scan dari bar code yang disediakan bukunya. Salah satu kecanggihan industri 4.0.

Aku tidak sendirian, ada beberapa senior yang terlihat sedang mengerjakan tugas. Tak berselang lama, datang seseorang dengan motor vespa matic navy dengan hoodie army tidak seperti biasanya. Yah... lelaki yang pagi tadi menemaniku seharian.

"Habisin tehnya, Dza" mengambil tempat di sampingku untuk duduk.

"Kenapa?"

"Kita kan janji mau pergi jalan-jalan"

"Kapan aku janji?"

"Niatnya sih janjinya baru mau dibikin sekarang"

"Tau deh, aneh!" jika mau jujur aku benar-benar ingin mengiyakan saja ajakannya, toh kapan lagi aku bisa keliling Jakarta dengan motor vespa.

"Padahal aku kira bisa mengajakmu dengan mudah" memasang wajah kecewa yang kutau itu hanya pura-pura.

"Ya udah kalau tehnya habis, kita jalan" aku tahu setelah ini dia juga takkan menyerah, aku hanya tidak mau diganggu lama-lama.

Mendengarku berkata begitu, tentu saja tidak bisa dia sembunyikan senyum dari wajahnya. Aku melanjutkan membaca materi soal, meski semenjak dia ada aku hanya mengulang soal yang sama.

"Sudah habis!" sambil meminum teh yang kuletakkan diantara kami berdua. Dia cukup tidak sabaran atau memang dia terlalu suka melakukan hal gila.

"Iya...iya...kita jalan sekarang, tapi nggak boleh lama!"

Aku lebih memilih untuk ikut dengannya dan belajar setelahnya ketimbang aku harus belajar sia-sia, merasa tidak tenang karena permintaannya. 

Dia memberiku helm yang sama dengan helm hitam yang dipakainya. Kami langsung berangkat yang hanya dia tahu tujuannya. Angkasa selelalu seperti itu, suka semaunya, untung saja dia jarang membuatku kecewa. Dia terlalu ahli untuk membawaku ke tempat-tempat baru yang kukira Jakarta takkan memilikinya.

"Kita mau kemana, Sa?"

"Ada, salah satu tempat favoritku di Jakarta. Kamu mungkin nggak bakal langsung terbiasa sama keadaanya, Dza. Tapi kalau sudah kenal sama orang-orang di sana kamu bakal senang"

"Memang kamu bisa pastiin kalau aku bakal benar-benar senang?"

"Iya, Dza"

"Kalau nggak berhasil, aku dapat apa?"

PAMRIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang