9# Tanpa Angkasa

113 14 2
                                    

"Semesta, apakah ada perpisahan yang baik? Atau memang perpisahan terbaik tidak diantarkan dengan kata bahwa besoknya kamu akan baik-baik saja, agar diamnya lebih tulus untuk sekedar mengatakan tanpaku kau bisa bahagia"

Tyszah Dzafina


Aku, Bu Airin, Alim, dan junior OSIS lainnya berpamitan dengan semua warga juga para senior sebelum berangkat, yang tidak banyak kutahu namanya karena Angkasa tidak membiarkanku untuk sekedar berkenalan dengan mereka. Pagi ini, Angkasa tidak terlihat sama sekali. Entah dia sedang sibuk apa untuk bisa meluangkan sedikit waktunya melihat kami pergi. Aku ingin bertanya kepada Bu Airin, tapi kuurungkan. Aku masih tidak percaya bahwa Bu Airin adalah Ibu Angkasa. Bagaimana jika itu hanya salah satu candaannya.

Setelah berpamitan kami langsung berangkat. Tentang Angkasa. Pagi itu dia benar-benar hilang dan tidak datang. Aku tak tahu alasannya. Tentunya aku cukup kecewa, aku hanya takut bagaimana jika saat ini bisa jadi waktu terakhir kita bisa bertemu dalam waktu dekat. Atau memang benar. Saatnya semesta membiarkan Angkasa untuk hilang dari hidupku, tugasnya sudah selesai.

Kami sampai pukul 9 pagi di sekolah. Aku mengenakan seragam sekolah yang sengaja kubawa agar hari ini aku bisa langsung masuk kelas. Untungnya hari ini tidak ada tugas jadi tidak apa jika aku tidak membawa buku catatan. Tasku kutitip dibagasi mobil Bu Airin dan hanya mengambil buku jurnal, tempat pensil, dan earphone yang tidak boleh ketinggalan.

***

Kelas berakhir pukul 2 siang, hari ini tidak ada pengayaan karena guru-guru sibuk untuk persiapan simulasi UN yang akan dilakukan 2 hari kedepan. Aku berpamitan dengan Dita, Andin, Keisha, Dea, dan Maya untuk pulang duluan karena alasan lelah setelah 3 hari ikut kegiatan pengabdian masyarakat kemarin. Aku mengambil tas yang aku titip sebelumnya di bagasi mobil Bu Airin. Tidak ada percakapan yang aneh-aneh mengenai Angkasa, Bu Airin cukup sibuk dengan tumpukan kertas di mejanya.

Aku naik metromini seperti biasa, memutar playlist The Overtunes secara acak dengan earphone di telinga. Tentang Angkasa. Dia tidak pernah datang. Mungkin kalian akan berpikir Angkasa akan datang tiba-tiba dan duduk bersamaku di atas metro mini. Harapan kalian terlalu tinggi. Karena setelah kemarin, dia sulit untuk kutemukan lagi.

Aku tiba di rumah pukul setengah 3. Tadi aku ke minimarket sebentar untuk membeli roti sisir mentega tanpa membeli yoghurt seperti biasa karena Ayah sudah membeli beberapa yang sengaja ditaruh di kulkas sebelum berangkat kerja.

Aku langsung masuk ke kamar, merapikan semua pakaian. Senangnya, hari ini aku tidak perlu terlalu khawatir soal cucian karena Bi Eni sudah kembali dari kampung. Kemarin Bi Eni kembali ke kampungnya karena Bapaknya sedang sakit dan saudaranya yang biasa tinggal sedang ke luar kota. Tapi katanya saudaranya sudah pulang ke rumah, jadi Bi En langsung kembali ke Jakarta. Aku panggil Bi En saja yah, lebih keren kedengarannya.

Sore itu kuhabiskan dengan istirahat. Tepat pukul 6 sore aku coba membersihkan kamar juga mengubah posisi beberapa barang untuk mencari suasana baru. Aku ingin ada nuansa baru yang terlihat seolah menyambut hidupku yang jadi lebih baik. Saat membersihkan bagian bawah ranjang, aku menemukan sebuah kotak yang cukup lama tidak pernah kubuka.

Kotak yang berisi sketchbook, pensil mekanik, pensil warna, foto-foto semasa SMP, dan sebuah buku catatan. Kuingat kembali kenangan yang disimpan setiap barang. Mengulang beberapa memori yang menyimpan suka sekaligus duka bersamaan.

Dulu aku sangat suka menggambar. Jika sedang stress, menggambar adalah pelarian terbaik bagiku untuk bisa menenangkan diri. Sayangnya, semenjak Ibu menyuruhku untuk fokus masuk kedokteran, semua peralatan menggambarku kusimpan di dalam kotak ini, berharap aku bisa menjadi orang baru yang bisa jatuh cinta dengan belajar. Tapi sampai saat ini aku sadar, bahwa yang dipaksakan, tidak akan baik hasilnya.

PAMRIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang