CINTA ITU DATANG DISAAT YANG TIDAK TEPAT

729 2 0
                                    

CINTA ITU DATANG DISAAT YANG TIDAK TEPAT

 

Rasa yang begitu cepat datang, bahkan tak tau sopan santun. Cepat-cepat datang tanpa permisi. Dikala semua rasa berkumpul dan berkembang. Disaat itulah cinta mulai datang, merasuk bahkan menjelma menjadi suatu yang agung. Tanpa kendali bahkan tak ada yang bisa menghentikan. Tapi disaat rasa itu mulai membuat jiwa semakin gila, cinta datang di waktu yang tidak tepat. Disaat cinta berlabuh bersama dengan orang lain. Harapan yang dulu meletup-letup, harus bisa mengontrol diri dan meyakini dengan perasaan yang kian hari kian memburuk. Lilin yang dulu menyala terang kini perlahan-lahan akan meredup.

Hari berganti hari dan tak bisa dipungkiri, Fiki terjebak oleh perasaannya sendiri. Bahkan cinta yang sebenarnya ia hindari perlahan-lahan mendekat dan terus mendekat. Setelah peristiwa Cindy menelpon Fiki, Cindy seakan-akan juga sudah mulai tumbuh benih-benih cinta kepada Fiki. Ia mulai dan sangat mempedulikan keadaan Fiki.  Bahkan setiap hari tak ada waktu sedikitpun ia lengah dalam waktunya Fiki. Ia merasa nyaman dengan Fiki. Kedewasaanya, cara bicaranya, tutur katanya dan sangatlah jauh berbeda dengan pacarnya. Bahkan seolah-olah sifat antara Fiki dengan Bayu seratus delapan puluh derajat berbeda. Itulah mengapa ia lebih memperhatikan Fiki ketimbang pacarnya yang selalu cuek yang hobinya membuat Cindy sedih.

Fikipun demikian, ia tidak bisa membohongi perasaanya, dengan perhatian yang lebih dari Cindy, ia pun tak sungkan memberikan perhatian dan harapan pula kepada Cindy. Tiap jam ia selalu memperhatikan Cindy (hahaha.. kayak jam beker aja). Tetapi ada sesuatu yang masih mengganjal difikiran Fiki. Apakah ia bisa melihat orang yang sangat ia cintai berbagi cinta dengan orang lain? Apakah ia harus mengesampingkan rasa cemburu, bahkan menakhlukan ego yang tinggi terhadap berlangsungnya hubungan antara Cindy dengan pacarnya?

Hari-hari berlibur di Semarang telah ia lalui. Dan kini Fiki harus kembali ke Surabaya untuk menjalani aktifitas hariannya sebagai mahasiswa. Waktu begitu cepat berlalu. Menerobos seperti lepasan anak panah dalam busur. Dan sudah dua minggu lebih ia pergunakan liburan dengan sebaik-baiknya. Serasa tak rela ia meninggalkan kampung halamanya. Tapi belum saatnya ia bersenang-senang. Ia harus pergi dan kembali ke Surabaya untuk menempuh perjalanan hidup, menempuh pendidikan, yang nantinya ia akan membangun harapan dikehidupnya kelak.

Hari pertama kekampus, Fiki sudah disibukkan dengan kegiatan dan materi kampus. Dari pagi sampai hampir sore perkuliahan belum juga berakhir. Tugas kelompok tugas pesentasi harus dikumpulkan awal masuk, dan itu membuat kepala Fiki mau pecah. Selepas perkuliahan seperti biasa ia mengistirahatkan dirinya disebuah sofa dekat ruang sekretariat. Ia merasa sangat kelelahan hari ini. Sejenak ia mengambil nafas dalam-dalam. Dan tiba-tiba Cindy datang menghampiri Fiki.

“Hai Fiki, gimana kabarmu. Kapan kamu balik ke Surabaya?” Sapa Cindy kepada Fiki.

“Hai juga Cindy, aku balik ke Surabaya kemaren malam, tiba pagi tadi dan langsung kuliah. Huhh capek banget rasanya ini badan.” Sahut Fiki.

“Badanku juga capek banget Fiki. Beberapa hari ini aku tidak bisa tidur Fik.” Jelas Cindy yang terlihat kurang begitu sehat.

“Kamu kenapa Cindy, kamu sakit ya?” Tanya Fiki.

“Aku bingung akan perasaanku, aku bingung akan apa yang telah terjadi kepadaku.” Jawab Cindy yang merasa kebingungan akan perasaanya.

“Kamu bingung masalah apa Cindy. Kamu bisa kok bercerita ke aku tentang masalahmu.” Tanya Fiki yang penasaran dengan keadaan Cindy.

Namun sayang, Cindy tak mau menceritakan hal itu kepada Fiki. Ia memilih untuk diam seribu bahasa. Entah apa yang disembunyikan Cindy, itulah yang membuat Fiki bingung.

Penantian di Ujung JalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang