Tama merebahkan diri ke kasur hotel. Perjalanan Jakarta-New York memakan waktu hampir seharian membuatnya lelah dan sedikit jet lag.
Ditatapnya langit-langit kamar hotel. Suasana hatinya sangat baik saat ini. Selama di pesawat, tidak henti-hentinya Tama memikirkan tangisan Tisa yang menggemaskan.
Kalau saja mahasiswi jurusan menejemen itu tidak sedang menghadapi ujian akhir semester, pasti sudah Tama culik supaya bisa melihat patung liberty bersama.
Jam dinding di kamarnya menunjukkan pukul delapan pagi. Tama mengambil ponsel berlogo apel terbarunya kemudian mendial nomor di paling atas kontaknya.
Butuh lima dering sebelum layar menunjukkan wajah Tisa yang masih setengah bangun. Benar-benar imut.
"Hai," sapa Tisa, melambai-lambaikan tangannya.
"Masih nangis?" tanya Tama dengan senyum jahil terukir pada bibirnya.
"Ih... Jangan ingetin! Aku malu!" Tisa menutupi wajah dengan kedua tangan mungilnya. Malu mengingat kejadian sehari lalu saat ia menangis di bandara.
Selain menjadi tontonan orang sekitar, Tisa juga telah mempermalukan dirinya sendiri di depan keluarga Tama. Ditambah Tisa pulang bersama keluarga Tama sehingga selama perjalanan dia menjadi bahan candaan Nyonya Andaru -Bunda Tama- yang terlihat sangat senang.
"Kamu tetep lucu meski lagi nangis," tutur Tama. Walau tak terlalu jelas, Tama mengentahui kalau pipi tembam Tisa bersemu merah.
"Lucu apanya. Aku jelek banget kalau nangis," sanggah Tisa.
"Sampe keluar ingus, ya?"
Mata Tisa melebar bulat. "Emang iya?! Kena jas kamu nggak?"
Tama terkekeh gemas. "Aku bercanda. Nggak keluar ingus kok kemarin."
"Kak Tama!" Tisa berdecak sebal. Laki-laki itu tertawa kecil.
"Ujian kamu mulai jam berapa?"
"Hm... ,"Gadis itu menoleh ke belakang untuk melihat jam dinding dibelakangnya, "mulai jam 10."
Tama mengangguk dengan mulut membentuk huruf 'o'.
Ada jeda beberapa saat setelah. Tama asik memandangi wajah Tisa yang masih mengumpulkan nyawa.
"Kangen."
Tisa tersenyum. "Aku lebih kangen. Makanya cepet pulang."
Sial. Tama rasanya ingin memesan tiket pulang sekarang juga.
"Kakak nggak pakai baju, ya?"
"Enggak." Detik selanjutnya layar ponsel Tisa tempampang perut Tama dengan sangat jelas.
"IHHHHH! KAK TAMA!" Tisa buru-buru menutupi wajahnya dengan selimut untuk menyembunyikan semu kemerahan pada pipinya.
"BURUAN PAKAI BAJU!" Terdengar suara tawa berat khas Tama di ujung telepon.
"Enakan tidur polosan, Tis."
"YAUDAH JANGAN KASIH TUNJUK!"
"Udah nggak, nih. Mana dong mukanya."
Di balik selimutnya, Tisa mengintip sedikit ke layar ponselnya yang sudah kembali menunjukkan wajah Tama. Setelah merasa aman, ia menyingkirkan selimutnya.
"Kakak nggak kedinginan polosan gitu?"
"Enggak dong. Kan ngelihat kamu udah bikin perasaan kakak hangat."
"KAK!"
「Author note:
Ada yang mau muntah? Karena chapter ini mengandung banyak keju. Atau malah jadinya baper? Muehehehehe.BTW, udah pada liat performance TWICE di MAMA belum? MAU NANGIS LAGU 'CRY FOR ME' ENAK BANGET + SANA DISITU CANTIKNYA NGGAK NAHAN GILS! BTS juga keren banget nampilin 'ON' sama 'Dynamite'.」
Senin, 7 Desember 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Latibule
Short Storylatibule (n.) a hiding place; a place of safety and comfort. [Book one of #CheesyCringeSeries] 2020 © teenymeow