Totalnya sudah seminggu lebih sehari Tama tidak melihat maupun berkontakan dengan Tisa. Selama tiga hari terakhir Tama buru-buru menyelesaikan pekerjaan yang terbengkalai agar bisa bertemu Tisa. Pola hidup Tama berantakan akibat kurang tidur dan selalu makan mi instan.
Disinilah Tama sekarang, menyenderkan tubuh pada mobilnya yang terparkir di kampus Tisa. Penampilan Tama masih rapi dan keren, tapi kalau dilihat lebih dekat terlihat jelas lingkaran hitam dan wajah pucatnya.
Matanya menyapu setiap orang yang keluar dari gedung kampus, mencari-cari wanita berambut hitam yang ia rindukan setiap saat.
Ketika matanya menangkap sosok yang sangat familiar yang selalu ia pikirkan, buru-buru Tama menghampiri gadisnya. Mencekal pergelangan tangan Tisa. Iris mata Tisa membesar karena tidak menyangka kalau akan bertemu Tama secepat ini.
"Biar aku antar pulang."
Tisa menghentak tangannya agar terlepas dari genggaman Tama. Namun, tenaga Tisa tidaklah kuat, ditambah Tama yang semakin mengeratkan cengkraman.
"Sekalian kita bicara." Tatapan sayu Tama membuat Tisa goyah. Dia mengangguk mengiyakan permintaan Tama.
Begitu Tisa duduk di kursi penumpang, tanpa aba-aba Tama langsung memeluk Tisa erat, menyalurkan semua kerinduan pada tempatnya. Dia menghirup aroma vanilla khas Tisa favoritnya.
"Aku rindu kamu."
Tisa yang berada di pelukan Tama menegang. Tangisnya hampir tumpah, pertahanannya goyah, ia juga merindukan Tama. Namun, kemarahan dan kecemburuan menguasai dirinya.
"Lepas," ucapnya dingin menusuk. Tama sedih sekaligus bingung dengan sikap Tisa. Tanpa angin mau hujan tiba-tiba memutuskan hubungan mereka.
"Kamu kenapa?" tanya Tama hati-hati, melepaskan menjauhkan tubuhnya untuk melihat wajah Tisa.
"Seharusnya itu pertanyaan aku! Kamu kenapa?!" Bulir air mata Tisa jatuh, bahunya bergetar hebat. Tama paling lemah ketika melihat Tisa menangis. Ia langsung menangkup wajah yang lebih kecil daripada telapak tangannya, ibu jari menghapus air mata yang terus turun.
Namun, kedua tangan Tama ditepis kasar. Gadis berumur dua puluh satu tahun itu sudah siap meledak.
"Aku percaya kamu! Aku sayang kamu! Aku cinta kamu! Tapi apa yang aku dapat? Kamu selingkuh sama sekretaris kamu!" Cecar Tisa dengan suara parau sambil terus memukul lengan pria di sebelahnya.
Tama mengerutkan dahinya, semakin bingung dengan ucapan Tisa. "Sekretarisku laki-laki."
"Lalu siapa yang angkat telfon kamu malam-malam saat kamu lagi mandi? Kenapa kalian bisa berduaan malam-malam? Habis ngapain kamu sama cewek itu sampai harus mandi segala?"
"Tis, it--"
"Kamu nggak usah mengelak! Cewek itu bahkan ngaku kalau dia itu pacar kamu! Cecil pernah liat kalian jalan mesra bareng!"
Pukulan tidak bertenaga Tisa berhenti. Tagisannya sudah mulai mereda. Dia terduduk lemas, menatap kedua tangannya yang ia kaitkan.
"Udah selesai?" Tama yang sedari tadi hanya menyimak dan menerima segala cacian Tisa akhirnya buka suara.
"Kenapa harus hilang tanpa kabar? Kalau kamu memang nggak punya perasaan lagi untukku, seharusnya kamu bilang," lirih Tisa pelan. "Aku rela selama kamu merasa bahagia."
Tama sangat tidak senang mendengar penyataan Tisa barusan. Tama kembali menangkup wajah Tisa. Kali ini tidak ada penolakan, tetapi pandangan gadis itu jelas sekali menghindari tatapan Tama.
"Tisa."
Gadis itu masih menghindari tatapan Tama.
"Tisa, lihat aku." Kedua iris mereka akhirnya bertemu satu sama lain. Tatapan yang satu menunjukkan kesedihan, sedangkan satunya lagi menunjukkan kerinduan.
"Mungkin ini terdengar gombal, tetapi aku selalu merasa bahagia dengan adanya kamu sebagai kekasihku, selalu. Selama aku hidup, hanya kamu yang berhasil membuat aku jatuh cinta.
"Aku cinta kamu, Pritisa. Kamu yang pengertian mengenai pekerjaanku, kamu yang perhatian terhadap kesehatanku, kamu yang pekerja keras untuk meraih keinginanmu, kamu yang belajar masak untukku, kamu yang rela membuat tangan cantikmu terluka saat masak untukku, kamu yang—"
Ucapan Tama terhenti karena ia bisa merasakan bibir lembut Tisa yang bersentuhan dengan bibirnya. Tama sangat terkejut. Kepalanya seakan terasa kosong. Beberapa detik kemudian, setelah Tama menyadari apa yang terjadi, ia melumat bibir Tisa yang berasa stroberi.
Tisa kemudian mendorong dadanya dan ciuman mereka terlepas. Tisa menatap kedua matanya dalam-dalam, kemudian berkata,
"Aku juga cinta kamu, Pratama."
「Author note:
Gimana, nih. dapet feelnya nggak? Atau malah terlalu cheesy? Muehehehe.ლ(●ↀωↀ●)ლHallo! Udah seminggu lebih aku nggak membuka dunia oranye ini. Maaf, Senin minggu lalu aku lupa update. Sebagai gantinya hari ini aku akan triple update. Iyap, TRIPLE.」
Senin, 18 Januari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Latibule
Short Storylatibule (n.) a hiding place; a place of safety and comfort. [Book one of #CheesyCringeSeries] 2020 © teenymeow