deux

716 120 15
                                    

"Tis," panggil Tama sambil asik memainkan rambut pirang Tisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tis," panggil Tama sambil asik memainkan rambut pirang Tisa. Dehaman menyahuti Tama karena gadisnya itu sedang fokus mengerjakan tugas.

"Tis." Tisa pun berhenti mengetik dan menatap pacar yang juga duduk lesehan disebelahnya.

"Kenapa?"

Bukannya menjawab, Tama malah bergeming kemudian menempelkan telapak tangan kanannya dengan telapak tangan kiri Tisa.

"Tangan kamu kecil banget." Tisa diam memperhatikan Tama. Sedangkan laki-laki ini terus melihat kedua tangan mereka.

Digenggamnya tangan kecil Tisa dengan erat. "Bikin aku ingin genggam terus."

Pandangan Tama beralih ke mata Tisa. Memandangi Tisa dari bawah sampai atas. Lalu Tama mendekap Tisa ke dalam pelukannya. Mebenamkan kepalanya pada bahu gadisnya.

"Badan kamu kecil," ucap Tama.

Dia menghirup aroma vanilla manis kesukaannya dan kembali melanjutkan, " bikin aku ingin peluk kamu terus."

Tisa kebingungan dengan sikap orang yang telah dipacarinya selama setahun. Akhirnya dia bertanya, "kamu lagi ada masalah?"

Tak mendapatkan jawaban dari empunya, Tisa mengelus punggung Tama. Meski memiliki tubuh yang besar, dimata Tisa dia terlihat seperti anak kecil saat seperti ini.

"Kamu kenapa? Hari ini kamu aneh."

"Aku takut kalau kita putus," kata Tama tiba-tiba.

Elusan di punggung Tama berhenti. Tak bisa dipungkiri, detakan jantung Tisa seakan berhenti saat mendengar kata tersebut. Gadis itu diam bagai patung batu.

"Sebentar lagi aku harus menggantikan ayah untuk memimpin perusahaan." Tama berucap masih dalam posisi yang sama, nafasnya terdengar berat. Tisa diam mendengarkan.

"Tapi, ada syaratnya. Setidaknya aku harus punya pacar. Mereka nggak tahu kalau aku punya kamu. Jadi, aku akan dijodohkan."

Mata Tisa mulai berair. Mati-matian dia tahan agar tidak lolos dari pelupuk matanya.

Dengan suara serak tertahan, Tisa bertanya, "kamu nggak mau kenalin aku ke orangtuamu?"

"Bukannya kamu nggak mau ketemu orangtuaku?"

Sontak Tisa melepas pelukan Tama, membuat laki-laki itu menatapnya. Tama terkejut dan panik melihat Tisa yang sudah mengeluarkan air mata.

"Kata siapa?!" seru Tisa disela tangisnya.

"Kamu. Tiga bulan lalu," jawab Tama dingin dan datar mengingat tiga bulan lalu.

Tisa semakin menangis tersedu-sedu ketika mendengar jawaban Tama. Tidak tahan melihat Tisa menangis seperti itu, akhirnya Tama membawa gadis mungil itu ke pelukannya. Menepuk-nepuk kepalanya pelan.

"Aku bukannya nggak mau ketemu orangtuamu, tapi waktu itu nggak bisa! Bulan itu aku sibuk ngurus acara kampus," ucap Tisa sesenggukan.

Sudut bibir Tama terangkat sempurna. Dia bertanya, "jadi ..., kamu mau ketemu orangtuaku?"

Tisa mengangguk cepat. "Mau!"

"Ayo siap-siap!" Tisa langsung mencubit perut pacarnya sampai Tama mengaduh kesakitan lalu menatap Tisa seraya menampilkan tatapan bertanya-tanya.

Muka cemberut Tisa terpampang. Dia menunjuk dirinya sendiri-lebih tepatnya ke arah wajahnya, kemudian laptopnya. Tama terkekeh mengerti.

"Oke, selesain dulu tugas kamu. Besok baru ke rumah orangtuaku." Tisa melanjutkan pekerjaannya yang tertunda dengan fokus penuh agar cepat selesai.

Tama beranjak dari tempatnya. Membuatkan minuman penyemangat untuk Tisa, masih dengan senyum bertengger manis di bibirnya.

Setelah selesai, Tama kembali ke ruang tengah apartemennya. Dia menaruh gelas penuh coklat panas disebelah laptop Tisa. Gadis itu bergumam terima kasih.

Kali ini Tama mengambil posisi dibelakang gadis itu. Dia memeluk Tisa dari belakang, meletakkan dagunya pada bahu mulus Tisa.

"Nanti kita keluar bentar, ya? Mau beli masker. Pasti mukaku jelek abis nangis."

"Emang." Baru saja Tisa berniat mencubitnya lagi, Tama melanjutkan, "makanya jangan sering-sering nangis."

"Kamu yang buat aku nangis!" protes Tisa.

"Maaf." Tisa melirik Tama yang sedang melihat laptopnya. Tisa merasa sangat bahagia sekarang. Andai dia bisa menghentikan waktu, Tisa pasti akan melakukannya agar bisa terus hidup dalam momen ini. Berdua dengan laki-laki ini.

"Jangan lihatin aku terus. Ada yang salah tuh di paragraf tiga." Tisa tertawa malu karena kepergok oleh Tama.















Author note:
 Gimana chapter ini? Semoga suka, ya. :)

Sebenarnya cerita ini sudah mau tamat. Total chaptersnya nggak sampai 20, ya, namanya juga short stories. Untuk kelanjutan CCS Aku udah ada beberapa bayangan CCS ke 2. Tapi masih bingung mau yang mana dulu. Aku pikirkan baik-baik dulu. See u in next chapter!」

Senin, 30 November 2020

LatibuleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang