Chapter 14 || Ta'zir (Hukuman Peringatan).

50 12 5
                                    

•~~~•

.

.

.

Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Alhamdulillaah ... atas izin Allah, Pasha bisa melanjutkan cerita ini.

“Ini Tentang Aku, Fathia”

Semoga kalian suka, ya, sama ceritanya. Semoga ada hikmah yang bisa kita ambil dalam cerita ini. Semoga bermanfaat, ya! Aamiin. Btw, cerita ini diikutsertakan dalam event Nulis Novel Bebas (NuNoBe) Noia aiepublisher Pasha minta do’a sekaligus dukungannya, ya, dari kalian.

Jangan lupa tetap jadikan Al-Qur’an sebagai bacaan utama dan favorit kita.

Happy Reading!!!

Syukran wa jazaakumullaahu khairan katsiiran, orang baik. 🤍

Wassalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

.

.

.

࿐⃨⃔⃕✰••••✯✯••••࿐⃨⃔⃕✰

“Aku selalu memperhatikanmu, meskipun aku terlihat seperti mengabaikanmu.”

࿐⃨⃔⃕✰••••✯✯••••࿐⃨⃔⃕✰

   “Astaghfirullaah ....”

   Gus Rafdhan melafalkan itu saat sebuah senyuman dengan kurang ajarnya terlintas begitu saja. Padahal, otaknya sudah segar dengan guyuran air dingin. Huft, baiklah, sepertinya ia butuh siraman rohani sore ini.

   Gus Rafdhan akan mengenyahkan pikirannya dengan membaca buku terjemahan dari Kitab Afaatul Lisaan, karya tulis Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali, seorang ‘ulama besar yang sudah tidak asing lagi bagi ummat Islam.

   Di dalam buku ini, Imam Al-Ghazali mengupas secara mendalam tentang bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh lisan. Sebenarnya, banyaknya bahaya itu tiada terhingga. Namun, secara garis besar, Imam Al-Ghazali mengkualifikasikan bahaya lisan itu dengan dua puluh macam yang menjadi pokok bahasan dalam buku ini. Masing-masing pasal dijelaskan secara mendalam, sehingga dapat diketahui dengan jelas bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh lisan. Dengan demikian, tentunya diharapkan agar ketika seseorang melepas lidahnya dapat menghindari bahaya-bahaya tersebut, sehingga selamat dari bahaya yang membinasakannya.

   Sambil duduk di teras, sesekali matanya menatap pemandangan hiruk pikuk area Pesantren. Gus Rafdhan membaca bukunya ditemani secangkir teh hangat dan roti berselai coklat, ada biskuit juga yang nantinya akan ia celup ke teh hangatnya. Perpaduan yang nikmat. Gus Rafdhan tenggelam dalam aktivitasnya. Melupakan pikiran yang sempat terlintas tadi.

   Di awal bab buku itu menjelaskan tentang besarnya bahaya lisan dan keutamaan diam.

   Abu Hurairah berkata, bahwa Rasuulullaah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (Muttafaq ‘Alaih).

Ini Tentang Aku, Fathia [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang