Chapter 19 || Kembalinya Ihsan.

43 12 4
                                    

•~~~•

.

.

.

Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Alhamdulillaah ... atas izin Allah, Pasha bisa melanjutkan cerita ini.

“Ini Tentang Aku, Fathia”

Semoga kalian suka, ya, sama ceritanya. Semoga ada hikmah yang bisa kita ambil dalam cerita ini. Semoga bermanfaat, ya! Aamiin. Btw, cerita ini diikutsertakan dalam event Nulis Novel Bebas (NuNoBe) Noia aiepublisher selama 30 hari. Pasha minta do’a sekaligus dukungannya, ya, dari kalian.

Jangan lupa tetap jadikan Al-Qur’an sebagai bacaan utama dan favorit kita.

Happy Reading!!!

Syukran wa jazaakumullaahu khairan katsiiran, orang baik. 🤍

Wassalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

.

.

.

࿐⃨⃔⃕✰••••✯✯••••࿐⃨⃔⃕✰

“Telah tertulis di Lauhul Mahfudz setiap perjalanan hidup kita. Dengan siapa kita kenal, dengan siapa kita berteman, dengan siapa kita berjodoh, seberapa rezeqi kita dan kapan ajal kita tiba. Jadi, tak perlu risau dengan apapun yang menjadi takdir kita atas ketetapan-Nya.”

⃨⃔⃕✰••••✯✯••••࿐⃨⃔⃕✰

   Sudah 1 tahun berlalu tepat dari hari pernikahan Gus Rafdhan dengan Aisyah. Thia sudah menjadi muslimah sejati; pakaian yang menutup auratnya, gaya bicara yang sopan dan lemah lembut, juga kedekatannya dengan Allah. Tak ada lagi Gus Rafdhan di pikirannya. Ia sudah ikhlas melihat pria itu bersanding dengan Aisyah. Selama ini, ia terus belajar, mencari kebahagiaan dalam dirinya. Ternyata kebahagiaan itu ada pada rasa sabar, ikhlas dan syukurnya.

   Hari ini adalah hari kepindahannya dari Pesantren. Setahun adalah waktu yang cukup baginya untuk menimba ‘ilmu di sana. Tak sanggup lagi jika harus menambah waktu. Bukan apa-apa, itu semua karena Thia benar-benar merindukan kebersamaannya dengan sang Mamah.

   Thia berjalan menuju ndalem sambil membawa barang-barangnya dalam koper, sekaligus menunggu sang Mamah datang untuk menjemputnya. Sesampainya di sana, ia langsung mengetuk pintu ndalem yang selalu saja terbuka jika di pagi hari sampai sore harinya.

   “Assalaamu’alaikum!”

   Tak butuh waktu lama, Thia disambut oleh Aisyah yang kebetulan sedang di ndalem. Biasanya, Aisyah dan Gus Rafdhan tidak tinggal bersama Pak Kyai dan Bu Nyai, mereka sudah punya rumah sendiri. Lebih tepatnya, rumah yang mereka tempati adalah pemberian dari Pak Kyai dan Bu Nyai sebagai hadiah pernikahan mereka.

   “Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh.”

   Aisyah mengulas senyum canggungnya, begitu pun dengan Thia. Sudah lama sekali mereka tak berjumpa dan saling berbincang. Apalagi, Aisyah dan Gus Rafdhan hanya sesekali saja datang ke kediaman orang tuanya.

Ini Tentang Aku, Fathia [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang