Ceklek
Reza dan Alya pun serempak menoleh ke pintu ruangan saat pintu itu terbuka.
"Mama? Papa?" kaget Alya.
Mama Alya segera menghampiri putrinya yang terduduk di brankar rumah sakit itu dan memeluknya erat. "Maafin mama, ya. Mama nggak ada di samping kamu, waktu kamu masuk rumah sakit," isak mama Alya.
"Eh? Alya udah nggak papa, ma. Ini perawatan doang. Jadi, nggak perlu khawatir!" ucap Alya menenangkan. Ia melepaskan pelukan mamanya dan tersenyum melihat orang tuanya datang. Gadis itu mengusap air mata mamanya yang menetes. "Udah. Jangan nangis, dong!"
"Gimana kabar papa?" tanya Alya pada papanya yang berdiri di sampingnya.
Papa Alya pun juga ikut memeluk putri tunggalnya dan mencium puncak kepala gadis itu. "Papa baik. Kalo ayahnya baik, anaknya juga harus sehat, dong!" jawab papa Alya.
"Tante, Om." Reza menyalami mama Alya lalu bergantian menyalami papa Alya.
"Oh, Reza udah segini. Udah lama nggak lihat," kekeh papa Alya.
"Iya lah, om. Cowok tuh harus tinggi. Biar bisa ngelus kepala cewek kayak gini," kekeh Reza mengacak rambut Alya.
"Apaan, sih?" protes Alya menurunkan tangan Reza dari kepalanya.
"Makasih loh, ya. Udah jagain Alya selama om sama tante nggak di rumah," ucap mama Alya.
"Hahaha. Biasa aja kali, tan. Kek sama siapa aja," jawab Reza.
"Ma, Alya mau pegang adek," ujar Alya menunjuk perut mamanya.
Mama Alya pun mengangguk dan mendekatkan tubuhnya pada Alya.
"Adek, kenapa baru sampe perut, sih? Kakak udah nunggu lama, tahu?" omel Alya sambil mengelus perut mamanya yang mulai membesar. "Papa sama mama sih, buatnya kelamaan."
"Eh, ada-ada aja kamu, ya," ucap papa Alya mencubit pipi anaknya.
"Ehehe," kekeh Alya.
"Wah, gue juga pengin. Pengin liat momongan gue selanjutnya," iri Reza.
"Kalo mau, sini dong!" jawab mama Alya. Dan dengan semangat, Reza langsung beranjak dari duduknya dan ikut mengelus perut tantenya itu.
"Kok belum nendang?" tanya aneh Reza.
"Tunggu besar, Za! Ntar kepala lo yang ditendang," saut Alya.
Reza menjurkan lidah pada Alya dan kembali mengalihkan pandangannya pada perut mama Alya. "Kalo udah lahir, gue kasih nama Reza kids."
"Enak aja, lo. Emang, lo pikir itu anak lo? Adek gue. Namanya harus cantik, dong," sambar Alya.
"Kalo cowok gimana?" tanya Reza.
"Ya nama gue versi cowok," jawab Alya asal.
"Nah, itu yang lo enak aja," ujar Reza.
"Terserah. Eh ma, pa. Kalian sampe rumah jam berapa?" tanya Alya pada kedua orang tuanya.
"Nggak mampir rumah. Sampe sini, langsung ke rumah sakit yang dikasih tau Reza," jawab papa Alya.
"Oh, jadi si curut ini yang ngasih tahu," ucap Alya sambil menatap tajam Reza.
"Jangan panggil curut kayak Hanif, dong!" kesal Reza.
Alya mengacuhkan keluhan Reza dan menatap mamanya. "Mama sama pulang aja dulu! Alya nggak mau, ya liat adek Alya kecapekan."
"Nggak. Mama mau nemenin kamu disini" tolak mama Alya.
"Mama pulang ke rumah sama papa, atau sama Alya?" tanya gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nine P.M
Teen Fiction[tamat] "Gue emang bodoh. Bodoh karena mau aja pacaran sama dia, yang jelas-jelas posisi gue disini cuma dijadiin taruhan dalam kesepakatan konyol itu. Tapi, gue bisa apa? Pas lihat dia senyum, pas gue ngehabisin waktu sama dia, itu udah cukup buat...