Bunyi bel berbunyi keras di seluruh penjuru sekolah. Jam keenam pelajaran dimulai. Waktunya kelas XII Ips 2 dan XII Ips 3 berganti jam pelajaran menjadi jam olahraga.
Contohnya saja Rayen. Laki-laki itu ikut berkumpul dengan teman sekelasnya yang sebagian sudah berbaris di lapangan, bersebelahan dengan kelas XII Ips 2.
Saat menuju barisan anak laki-laki kelasnya, Rayen sempat menoleh ke barisan anak kelas XII Ips 2, berniat mencari tahu apakah gadis yang ia cari ada disana. Tapi nihil. Ia hanya menangkap wajah Dipta saja yang ia kenali di barisan tersebut. Raten tidak menemukan Alya dalam barisan itu.
"Ya anak-anak, hari ini materi kita hanya melakukan push up bagi yang laki-laki dan sit up bagi yang perempuan," ujar seorang guru laki-laki di depan.
"Gampang itu,mah. Gue yang per..." ucap salah satu siswa kelas XII Ips 3 terpotong.
"Namun, murid laki-laki kelas XII Ips 3 setelah ini harus mencabuti rumput di lapangan ini!" potong guru itu cepat. Murid kelas XII Ips 2 saja sampai menoleh ke arah murid XII Ips itu dengan wajah kaget, bertanya-tanya, dan ada juga yang memasang wajah mengejek.
"Lho? Kenapa, pak?" tanya serempak murid laki-laki kelas itu.
"Hm? Kenapa? Kalian nggak ingat waktu jam pelajaran olahraga saya kemarin? Cowok sekelas nggak ada yang ngerjain tugas yang saya berikan. Ya, terima hukumannya hari ini."
"Tap..."
"Nggak ada tapi-tapian. Kerjain sekarang, kalo nggak mau selesainya kesiangan!" tukas guru itu cepat.
Dengan terpaksa, siswa kelas Ips 3 pun bergantian mulai melakukan push up lebih dulu sesuai nama yang dipanggil pak guru tersebut.
Rayen menghela nafasnya pasrah. Toh, salah dia sendiri juga ikut-ikutan tidak mengerjakan tugas dan malah pergi ke kantin bersama yang lain.
Beberapa menit setelah nama semua siswa laki-laki dari kedua kelas dipanggil, siswa laki-laki kelas Ips 2 pun lebih dulu meninggalkan lapangan, akan pergi ke kantin mungkin.
"Woy, Ips 3 yang semangat cabutin rumputnya!" sorak salah satu siswa kelas Ips 2.
"Berisik! Minta hajar nih orang," jawab siswa laki-laki Ips 3.
"Ahaha. Rasain!" jawab siswa tersebut lalu ikut berlari dengan teman sekelasnya yang lain.
"Sip. Karena semua siswa laki-laki sudah selesai melakukan push up, kalian cepat lakukan hukuman kalian. Tuh, rumput lapangan udah manggil," suruh guru itu pada siswa kelas Ips 3.
"Ishh."
"Sialan!"
"Panas gini."
"Udah, mending cepet kita kerjain.Daripada ntar jadi lama."
"Kabur, yuk?"
"Ehem, ehem. Siapa yang barusan bila mau kabur? Ada hadiah tambahan lho," ucap guru itu saat mendengar gerutuan siswanya.
"Ng-nggak ada kok, pak. Kita aja mau kerjain. Ya,kan?" jawab salah satu dari mereka dan langsung ngacir mencari rumput untuk dicabut.
"Mampus, lo."
"Gue bunuh lo kalo sampe ditambahin lagi hukumannya."
"Kalian, cepet kerja! Gue cincang kalian ntar."
Baru beberapa menit ditinggal guru olahraga,para laki-laki itu malah melempar-lemparkan rumput yang sudah mereka cabut ke satu sama lain.
"Woy, jangan diambilin! Nggak kelar-kelar ini ntar," protes Rayen.
"Oh, minta lempar nih anak," ucap salah satu teman sekelasnya dan melempar rumput tersebut ke arah Rayen.
"Ahahaha. Lempar! Lempar!"
"Siniin!"
"Jangan kabur lo!"
"Oh, jadi kalian udah selesai, ya kayaknya?" suara bariton seseorang menghentikan aksi lempar rumput para siswa itu dan langsung menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang berbicara.
"P-pak?"
"Sekarang, tambah bagian sana juga kalian cabut! Kalau saya kesini lagi masih main-main, bapak suruh bersihin toilet kalian," tegas guru tersebut menunjuk bagian lapangan yang masih terdapat banyak rumput.
Rayen mengacak rambutnya kesal. Panas-panas begini, hukumannya ditambah lagi. Keringatnya saja udah ngucur dari tadi.
Saat akan melangkahkan kaki menuju beberapa siswa yang emang dasarnya rajin ke bagian yang ditunjuk guru tadi, tiba-tiba tangannya dicekal seseorang. Cowok itu pun menoleh ke belakang dan terkejut saat melihat siapa yang mencekal tangannya.
"Alya?" ujar Rayen tak percaya. Gadis itu tengah tersenyum ke arahnya.
Entah kenapa, melihat wajah gadis itu tersenyum ke arahnya membuat perasaan Rayen lebih baik.
"Ditambahin ya, hukumannya?" tanya Alya.
"Hehe, ya gitu deh," kekeh Rayen.
"Oh ya, nih" Alya menarik tangan Rayen dan memberikan sebuah topi berwarna putih dan sebotol minuman. "Panas, kan?"
Rayen menatap kedua barang yang ada di tangannya itu dengan mulut sedikit terbuka. "Kenapa lo kasih ke gue? Bukannya kita udah bukan p-pacar lagi?"
Seketika setelah mendengar kalimat itu, senyuman di bibir Alya langsung pudar. "Emm, kenapa ya? Karena kak Cia bakal nggak suka kalo lihat pacarnya kepanasan kayak gini, ya kan?" jawab Alya sambil tertawa hambar.
"Kalo gitu, gue balik dulu ya," ucap Alya memutar tubuhnya.
"Al," panggil Rayen lagi, membuat gadis itu menolehkan kepalanya.
"Apa?"
"Tiga hari ini, lo nggak masuk sekolah, kan? Kenapa?" tanya Rayen.
"Ah, itu. Ada urusan keluarga," bohong Alya.
Rayen ber-Oh ria mendengar jawaban Alya. "Terus, lo tadi kemana pas cewek yang lain olahraga? Muka lo juga kenapa sedikit pucet?" tanya Rayen.
Alya terkekeh kecil. "Nggak papa, kok. Cuman sedikit pusing aja."
Gadis itu membalikkan tubuhnya menghadap Rayen penuh. "Tapi, makasih loh ya udah khawatir," ucap Alya dengan senyum lebarnya.
Setelah mengatakan itu, Alya langsung berlari kecil menjauh dari sana. Rayen mengalihkan pandangannya dari punggung gadis itu ke benda yang ada di tangannya.
Deg deg deg deg
Rayen menyentuh dada yang berdegup.
"Loh? Ke-kenapa? Kenapa jantung gue berdegup kayak gini?"
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
Part 41
KAMU SEDANG MEMBACA
Nine P.M
Teen Fiction[tamat] "Gue emang bodoh. Bodoh karena mau aja pacaran sama dia, yang jelas-jelas posisi gue disini cuma dijadiin taruhan dalam kesepakatan konyol itu. Tapi, gue bisa apa? Pas lihat dia senyum, pas gue ngehabisin waktu sama dia, itu udah cukup buat...