"Menuntut ilmu adalah sesuatu yang berat, namun menghafal ilmu lebih berat lagi dan mengamalkannya lebih berat dibandingkan menghapalnya"
~ Hilal bin al-Ala' rahimahullah ~
Semua hal yang ada di bumi ini berproses. Sebuah tepung, mentega dan telur membutuhkan sebuah proses hingga bisa tersaji menjadi sebuah cake. Buliran padi mengalami proses untuk bisa dinikmati menjadi nasi.
Begitu pula manusia. Memiliki proses dalam tiap fase hidupnya. Proses dari fase anak, remaja hingga menuju dewasa. Dari fase hanya sekedar hidup tak serius sampai pada fase dimana hidup memang harus ditata penuh keseriusan. Begitu pun dengan cinta. Butuh proses untuk bisa memahaminya.
Selepas shubuh, Alif duduk di teras depan rumah. Teras kecil yang sederhana. Hanya terdapat bangku bambu panjang tanpa meja. Meski belum benderang, namun sudah banyak warga kampung yang lalu lalang. Ibu-ibu yang berangkat ke pasar, para pekerja yang kantornya jauh hingga pagi buta harus berangkat dan beberapa orang yang berolahraga.
"Mari mas Alif..." sapa beberapa warga yang lewat dan melihat Alif duduk di teras rumahnya.
"Monggo pak...."sahut Alif ramah.
Keluarga Marwan memang sudah sangat lama tinggal di pemukiman padat penduduk tersebut. Lebih tepatnya sejak Alif kecil sudah tinggal di daerah tersebut. Sebuah pemukiman di gang yang tak terlalu besar dengan rumah sederhana yang berdempet. Khas pemukiman di kota besar. Dimana jumlah manusia yang tinggal banyak dan harus berebut tempat tinggal demi survive hidup di kota besar.
Hampir semua penghuni di gang tersebut sudah sangat mengenal sosok keluarga Marwan, pensiunan guru SMA negeri di Surabaya dengan dua anaknya yang terkenal pandai dan sopan.
"Tanganmu sudah nggak papa Lif?"tanya bapak ketika memasuki rumah dan melihat putranya itu sedang duduk di teras rumah.
Pak Marwan masih mengenakan baju koko dan sarungnya. Bapak memang menjadi takmir di masjid yang ada di ujung jalan pemukiman tersebut. Lebih senang menghabiskan waktunya dengan para pengurus masjid yang lain. Biasanya selepas subuh atau isya'. Memang biasanya takmir masjid itu beranggotakan orang-orang sepuh dan pensiunan. Mungkin karena merasa waktu hidup yang ada sudah diambang akhir. Padahal Izroil menyapa, tak pernah memandang usia.
"Alhamdulillah, nggak papa pak. Meski sementara harus terbiasa kidal..." jawab Alif sambil melihat ke tangan kanannya yang masih diperban.
"Itu kemarin gimana ceritanya kok bisa sampai begitu to Lif..." bapak menghampiri Alif dan duduk di sebelahnya.
"Yaa, kejadiannya begitu cepat pak. Namanya juga kecelakaan di proyek. Ada saja resiko seperti itu..."
"Makanya harus diantisipasi toh Lif, agar tak ada kecelakaan seperti itu. Alhamdulillah ga ada Korban nyawa. Kamu juga yang harus tanggungjawab kan"
"Iya pak. Alhamdulillah dua pekerja yang juga kena sudah ditangani dan bisa sembuh..."
"Nah itu, SOP nya harus diperbaiki. Mandornya kudu disiplin dalam hal keselamatan"
"Iya pak..."
"Ngomong-ngomong kemarin katanya kamu diantar perempuan cantik, kata ibumu. Sayang bapak gak ketemu..." tanya bapak sambil memandang putra sulungnya intens.
"Hehe, bapak. kalau dengar cerita perempuan cantik. Pingin tahu juga..."canda Alif melihat bapaknya yang tampak ingin tahu itu.
"Lhe piye. Bapak pingin tahu toh Lif. Siapa tahu itu calon menantu bapak..." sahut bapak tak serius.

KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me in Love 1
Spiritualspin off from Love Story in Hospital Tak mudah untuk jatuh cinta, sekalinya menemukan yang pas, tak mudah untuk menggapainya. Bertemu dua kali saja sudah mampu menggugah angan untuk mencari keberadaannya. Sang Rabb pemilik jagad raya pun mende...