"janganlah engkau berduka atas apa yang telah terjadi. Karena tidak ada apapun di dunia ini yang abadi"
~ Imam Syafi'i ~
Malam minggu atau sabtu malam, mungkin waktu yang sangat ditunggu oleh sebagian anak muda. Wakuncar atau waktu kunjung pacar biasanya memang dilakukan ketika malam minggu. Kurang paham juga kenapa malam minggu dijadikan momen untuk berkunjung atau lebih seringnya pergi berduaan dengan pacar. Mungkin karena besoknya hari Minggu dan kantor serta sekolah libur.
Tapi bagi Alif, sepanjang hidupnya hingga ke 31 tahun tak pernah mengkhususkan malam minggu sebagai hari spesial. Apalagi wakuncar. Karena sejak dulu dan kini ia tak punya pacar dan tak berniat pacaran. Sebuah aktifitas unfaedah menurutnya. Dan yang jelas melanggar syara'.
Apalagi di usianya ini, tak mungkin juga ada kamus pacar dalam hidupnya. Tapi ia mencari istri. Iya, Alif menginginkan pendamping hidup.
"Lif...ini yang menikah tadi itu putranya pak Saiful teman mengajar bapak dulu. Tapi ini putra terakhirnya. Seorang dosen juga katanya. Usianya 27 tahun" kata bapak sambil melirik Alif yang konsentrasi di belakang kemudi.
Alif hanya diam tanpa ekspresi. Sudah biasa ia didapuk sebagai sopir oleh bapaknya untuk mengantar ke sana kemari. Lebih seringnya mendatangi acara resepsi seperti malam minggu ini. Dan bapak lagi-lagi menyebut biodata pengantin tak lupa usianya. Sepertinya usia menjadi fokus penting buat bapak dan ibu. Itu seperti kode keras, ia yang sudah lewat limit angka 3 masih sendiri.
Dan kini mereka sudah dalam perjalanan pulang ke rumah setelah berbasa-basi menghadiri resepsi pernikahan teman bapak sesama guru.
"Oo..ini putra yang terakhir ya pak. Kalau ga salah pak Saiful itu baru pensiun setahun yang lalu ya..." ibu yang duduk di belakang ikut menimpali.
"Iya bu...lega ya sebagai orangtua kalau semua anaknya sudah menikah, apalagi memberi cucu. Seperti bisul meletus yang tak akan kambuh lagi..." celetuk bapak sambil tersenyum, kenapa bawa-bawa bisul segala.
"Ehem...Sepertinya ada yang nyindir ini" akhirnya Alif tak tahan juga ikut bicara.
"Merasa tersindir toh Lif?" Bapak terkekeh merasa tak bersalah.
"Ya bagus itu kalau merasa tersindir..." ibu tak mau kalah berkomentar
"Lha tadi aja banyak yang nawari bapak besanan lho Lif. Terus piye iki bapak jawabnya" bapak seolah malah membuka bahasan perjodohan.
"Heeh. Tadi ibu dikenalkan sama putrinya mbak Wida, itu lho pak yang dulu ngajar di SMA negeri 8. Sekarang putrinya jadi guru juga, cantik juga anaknya..."
Nah, mulai deh. Batin Alif sambil tersenyum. Ia memang sudah terlalu biasa dengan pembahasan seputar menikah hingga perjodohan sepulang dari acara resepsi seperti ini.
"Kamu gak pengen kenalan dulu toh le..." tanya ibu penuh sarkasme.
"Yaa...bapak sama ibu ini sebetulnya nyantai aja kok Lif. Tapi ya kalau kamu adem ayem begini kok jadi mikir juga ya Lif..."
"Sebenarnya seleramu yang seperti apa to Lif? Usiamu itu sekarang sudah 31, jangan sampai anakmu besok masih bayi kamu sudah penuh uban Lif..."
Alif menghela napas panjang. Bapak dan ibu sahut menyahut kompak saling mengisi. Dengan tema yang sama, jodoh buat Alif. Mungkin pengaruh obrolan dengan sesama teman bapak yang hampir semuanya sudah bercucu selusin atau sekodi cukup mempengaruhi pikiran bapak dan ibu. Sudah biasa bapak dan ibu kumat-kumatan seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me in Love 1
Spiritualspin off from Love Story in Hospital Tak mudah untuk jatuh cinta, sekalinya menemukan yang pas, tak mudah untuk menggapainya. Bertemu dua kali saja sudah mampu menggugah angan untuk mencari keberadaannya. Sang Rabb pemilik jagad raya pun mende...