~ 19. Pesona Alif ~

5.7K 532 62
                                    

"Apa yang terucap jujur dari hati, refleksi dari sebuah iman, akan memancar menjadi kharisma yang kuat. Tak bisa dijiplak. Semesta bisa membedakan"

Semua tentu sudah paham sebuah teori bahwa manusia tercipta sebagai makhluk sosial. Secara normal, sesuai fitrah penciptaannya, seorang manusia membutuhkan manusia lainnya. Mau mengakui atau tidak, bahwasannya tak ada satu manusia pun yang hidup di kolong bumi ini bisa hidup sendiri tanpa inteteraksi dan bantuan orang lain.

Setinggi langit jabatan, kedudukan dan kekayaan seseorang ia butuh orang lain. Sehebat apapun kasta dan darah yang mengalir dalam tubuh, tetap saja ia butuh orang lain dalam kehidupannya. Seterampil dan seahli apapun seseorang, tetap butuh orang yang tak ahli dalam hidupnya.

Seorang konglomerat kaya raya, crazy rich sekalipun butuh sopir, asisten rumah tangga, tukang kebun dan beberapa profesi yang terlihat remeh temeh dalam menunjang hidupnya. Seorang dokter ahli hebat pun butuh dokter pembantu, perawat bahkan cleaning service ketika bekerja, tak bisa ia bekerja sendiri. Seorang raja diraja darah biru berkasta dewa pun butuh punggawa, panglima bahkan abdi dalem kasta terendah untuk menunjang semua kebutuhannya. Lalu, siapa berani bilang ia bisa hidup sendiri tanpa orang lain? Sungguh ujub seujub ujubnya.

Khalaqal insana min 'alaq

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah

Hanya dari segumpal darah. Begitulah Al Khaliq menciptakan manusia. Kemudian atas kuasaNya dalam lingkaran sunatullah, segumpal darah tadi akan tumbuh dan berkembang dengan sempurna. Memiliki akal dan pikiran. Diberikan rezeki dan keunggulan. Yang antara manusia yang satu dengan yang lain tak sama. Sungguh Dialah Rabb Izzati Rabbi yang Maha Pencipta lagi Maha Sempurna.

Alif sudah berada di balik kemudinya. Jam masih menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi. Sejam yang lalu ia baru saja menyelesaikan jam mengajarnya. Sebetulnya ia harus menemui klien setelah dari kampus. Tapi tiba-tiba saja, pak Sunar, orang kepercayaan kakek Arini menelponnya. Menyuruhnya segera ke kantor Tjokroland atas perintah Raden Kardiman.

Dan ini bukan pertama kalinya. Sejak pertemuan empat matanya dengan kakek Arini tersebut, sudah dua kali Alif mendapat perintah mendadak seperti ini. Padahal Alif sendiri memiliki schedule yang banyak. Tak urung membuatnya harus menomorduakan jadwalnya sendiri dan lebih mementingkan panggilan Raden Kardiman Tjokrodiningrat. Demi apa coba? Lebih tepatnya demi siapa? Tentu demi sebuah ikhtiar menjemput separuh agamanya.

"Maaf ya Lan...kamu tahu sendiri bagaimana beliau. Minta tolong kamu handel semua schedule ku ya" Alif segera menghubungi Erlan untuk bisa menghandel semua jadwalnya hari ini yang otomatis tertunda.

"It's ok Lif. Aku handel semua. Santai saja...." terdengar suara Erlan seperti sebuah solusi yang selalu bisa Alif andalkan. Meski ia tahu kalau Erlan sendiri sebetulnya juga punya schedule kerjanya sendiri. Kalau sudah begini, beribu kali Alif mengucapkan syukur karena memiliki teman sekaligus rekan kerja seperti Erlan. Padahal jika sudah begini, Erlan pasti akan lembur dan pulang malam. Anak dan istrinya pasti akan menunggu.

"Thanks ya Lan. Kalau semua ini sudah selesai, kamu aku beri cuti berlibur sama keluargamu deh. Biar pak Imam yang menggantikanmu di beberapa site"

Terdengar tawa renyah Erlan di seberang sana mendengar ucapan Alif barusan.

"Jangan terlalu banyak janji dulu Lif. Bikin aku ngarep lho. Udah pokoknya kamu beresin dulu urusanmu. Sampai pak penghulu ada di depan mata. Baru kamu bisa obral janji Lif. Ini juga proyek pak Hariyadi masih seperempat jalan..." jawab Erlan seolah tak ingin terlalu berharap pada janji Alif. Masalahnya memang saat ini kantor mereka sedang memiliki banyak proyek yang harus diselesaikan.

Stay With Me in Love 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang