Bagian Ketiga Puluh Tujuh

1.3K 138 65
                                    

Rumah sakit Keluarga Lee

Rasanya seolah seperti mimpi. Semuanya terjadi begitu cepat, tanpa bisa Jungkook cegah atau hindari. Semuanya terasa menyakitkan bahkan sampai membuat Jungkook kepayahan karena rasa sesak yang terus setia menyelimuti.

Jungkook hanya bisa diam dalam pelukan Minho. Menangis dalam diam sambil terus menatap kearah tangannya yang berlumuran darah Hoseok. Mereka berdua tengah menunggu di depan ruang operasi, menunggu dengan rasa cemas, berharap bahwa orang yang tengah berjuang di dalam sana dapat selamat dan mereka dapat bernafas lega.

Minho sendiri hanya diam, dia bahkan tidak memperdulikan kehadiran sekretaris Hoseok yang juga ikut menemani di rumah sakit. Minho juga tidak memperdulikan handphone nya yang terus saja berbunyi, bahkan dia seakan lupa bahwa ada beberapa rekan psikolog nya yang juga ikut menjadi korban akibat insiden tadi.

Rasanya Minho ingin memutar kembali waktu. Andai saja dia tidak menyelamatkan dirinya sendiri, andai saja dia dengan segera berlari kearah Hoseok dan Jungkook untuk menyelamatkan mereka, pasti semuanya tidak akan seperti ini. Hoseok tentunya tidak akan terluka parah seperti ini. Tapi, takdir tetaplah takdir. Tidak ada yang bisa merubahnya walau memakai usaha apapun.

Tangan Minho mengusap dengan lembut kepala Jungkook saat merasakan badan anak itu kembali bergetar. Anak ini, pasti sangat terguncang sekali ketika menyaksikan sendiri bagaimana kakak nya terluka karena menyelamatkan dirinya. Minho juga dapat merasakan baju nya yang basah karena air mata Jungkook yang tidak mau berhenti.

Jungkook bukannya mau menyalahkan Tuhan, tapi dia hanya merasa mengapa semuanya harus menjadi seperti ini ? Mengapa harus kembali datang kesakitan setelah sebelumnya dia merasa bahwa kebahagiaan sudah dalam genggaman ? Rasanya seperti, takdir senang sekali mempermainkan hidup nya dan Hoseok.

"Minho hyung," panggil Jungkook dengan suara bergetar. Minho sendiri hanya kembali mengusap kepala Jungkook lembut.

"Hoseokie hyung tidak akan kemana-mana bukan ? Dia akan tetap bersama ku disini bukan? Dia tidak akan pergi kan, Minho hyung ?" Tanya Jungkook dengan suara bergetar.

Minho hanya diam karena dia juga tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Dia tidak tahu, apakah Tuhan akan tetap membiarkan Hoseok bersama mereka atau justru membawa nya pergi. Dia---sama sekali tidak tahu.

"Aku kan sudah tidak punya orang tua, lalu kalau Hoseokie hyung pergi juga nanti aku bersama siapa disini ? Nanti aku harus tinggal bersama siapa? Kalau aku rindu Hoseokie hyung aku harus bagaimana ?"

Jungkook terus saja berbicara tanpa mengetahui jika Minho mati-matian menahan air mata nya karena mendengar ucapan Jungkook tersebut.

"Katanya aku sudah mulai bisa bahagia sekarang, tapi bukankah Hoseokie hyung juga harus ikut bahagia ? Bukankah seharusnya kami bahagia bersama Minho hyung? Tapi kalau Hoseokie hyung pergi, bagaimana caranya aku bahagia Minho hyung ?"

Jungkook memejamkan matanya, membiarkan air matanya kembali mengalir tanpa dia cegah. Bukan apa-apa, Jungkook hanya belum siap untuk mengucapkan selamat tinggal pada sosok yang selama ini selalu menjadi pelindung nya. Jungkook hanya belum siap untuk melepas pergi sosok pahlawan dalam hidupnya tanpa bisa dia temui kembali. Hanya saja, Jungkook bahkan terlalu takut mengucapkan selamat tinggal jika pada akhirnya Sang kakak tidak akan pernah kembali datang.

"Tuhan marah padaku ya hyung? Selama ini aku selalu membuat Hoseokie hyung kesusahan bahkan sampai Hoseokie hyung mendapatkan kebencian dari banyak orang. Tuhan marah ya, karena aku sudah membuat Hosokie hyung terlalu bekerja keras untukku selama ini ? Tuhan marah kan, hyung?"

Prosopagnosia [ LENGKAP ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang