11 - Mengungkit Dinding

72 10 7
                                    

Tidak ada tempat pelarian paling baik selain ke taman belakang SD untuk menangis di sore hari ini, sebenarnya tidak juga, hanya saja Teo bingung harus membawa sahabatnya kemana lagi selain kesini. Ingin hati pria itu berkata-kata kasar pada Rengga, namun melihat Senja yang sudah seperti mayat hidup disampingnya ia memilih tetap diam hingga gadis itu memutuskan untuk bersuara duluan. 

Ada dua unsur yang selalu bertolak belakang tatkala Teo ingin melangkah lebih jauh kearah Senja, Ingin sekali dirinya menjadi prioritas, menjadi sosok yang hampir setiap hari dipikirkan oleh gadis itu, menjadi sosok yang paling dicari untuk sekadar menghabiskan waktu. Tapi ada satu unsur lagi yang bertolak belakang, Ia tak mau menerima resiko ketika Senja akan menangisinya, menghkawatirkan hal-hal kecil, mencurigainya, dan membuatnya sakit hati seperti ini. Teo terjebak di pintu masuk labirin, Semakin ia melangkah sembarangan, semakin ia akan tersesat. 

Teo mencuri pandang pada Senja, Ia menangkap pandangan kosong gadis itu, terlihat jelas bahwa hatinya sedang hancur. 

"Gue kira dia berubah, Yo." Senja bergumam sambil meneteskan air matanya.

"Jadi selama ini lo tahu kalau dia begitu?" tukas Teo penasaran, Senja kini menunduk. Sial, jadi gadis itu sebenarnya tahu dan merahasiakan semua ini dari Teo? mendengarnya membuat Teo tersulut emosi.

"Ah! kenapa lo bucin banget sih!" Kesal teo kini menendang ribuan batu kerikil ditanah hingga batu kecil tersebut terhempas bebas kesegala arah. Senja menggeleng dan kembali terisak. 

"Sejak kapan lo tahu? dan sejak kapan Lo jadi nggak jujur sama gue." Teo berdiri dihadapan Senja yang masih terduduk, gadis itu tak berniat mengangkat kepalanya, karena ia sudah membaca gerak Teo yang sekarang berkacak pinggan dan napas nya yang memburu. 

"Maaf Yo.." 

Sumpah, sekarang bukan permintaan maaf yang ingin Teo terima, laki-laki itu hanya meminta penjelasan perihal kebohongan Senja yang sudah berlarut. Pasti terlalu banyak yang Senja sembunyikan perkara hubungannya dengan Rengga. 

"Nja.." Lirih Teo putus asa, kenapa sahabatnya terdengar menyedihkan sekali, sih. 

"Maafin gue Yo, Maafin.." 

Lagi-lagi gadis itu minta maaf dengan Teo, apa sebanyak itu kebohongan Senja pada Teo?

"Minta maaf apa?" 

"Gue nggak jujur selama ini.." Lirih Senja, Teo menarik napas dalam. Kedua tangannya sudah mengepal keras sakin menahan rasa amarahnya. 

"Lo pernah diapain aja sama Rengga, jujur sekarang sama gue." Teo kini berjongkok didepan senja, menyamakan tingginya dengan gadis itu. Ia dapati mata Senja sudah bengkak. 

"Enggak, Yo. dia nggak pernah minta itu sama gue, Dia sayang sama gue Yo.. dia nggak berani  nyentuh gue lebih dari itu." 

Gadis itu serasa melemparkan batu dikepala Teo bertubi-tubi, Kepalanya sangat sakit, mau pecah rasanya. 

"Oke, gue nggak mau berkomentar tentang itu... tapi lo harus sadar Nja.. cuma cowok brengsek yang udah siap dibakar hidup-hidup yang ngomong sayang ama ceweknya tapi dia malah main cewek diluar sana. AH ANJING!" tukas Teo meremas rambutnya, kebodohan temannya ini sudah sampai keubun-ubun. 

Senja tidak tersinggung, Ia juga turut marah dan bersedih atas kebodohannya. Orang yang saat ini paling ia cintai ternyata mengkhianatinya semudah itu. 

"Yo, Maafin gue.. gue emang bodoh.." isak Senja, ia menunduk dan kembali memecahkan tangisnya disana. untung saja lingkungan taman tidak begitu ramah, kini Teo melepaskan jaketnya dan menutupi kepala Senja agar tangisannya tak disaksikan oleh warga sekitar. 

LIMA RIBU SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang