Author
Jimin melangkahkan kakinya bebas menyambut para karyawan kantornya dengan sedikit sarkas, mengingatkan mereka akan penampilan yang begitu penting baginya.
Warna bajumu norak sekali, ganti.
Kau buta warna ya? Penampilanmu sangat menjijikkan.
Kalau kau masih menggunakan baju itu untuk ke kantor, lebih baik undurkan dirimu.
Ikat rambutmu atau kupotong detik ini juga, tatanan seperti wanita gelandangan.
Kira-kira seperti itulah kata yang dilontarkan Jimin ketika baru memasuki ruangannya.
Jimin memang seorang lelaki yang perfeksionis dalam hal itu, semuanya ia nilai walau hanya sekelebat beberapa detik terpampang. Dan bisa jadi karena kesalahan penampilan pula banyak karyawannya yang terpaksa undur diri.
Bagi Jimin itu tidak akan merugikannya, mengingat perusahaannya yang besar dan bercabang ini, membuang satu sampai seratus orang pun dapat dengan mudah terganti menjadi seribu calon karyawan.
Sebelumnya Jimin bukan sosok yang seperti ini, dulu ia selalu ramah dan baik. Kata sarkasme tidak begitu mudahnya keluar dari mulut indahnya. Tepatnya sejak ia dikabarkan menikah dengan Jeong, semuanya berubah.
Dan darisitu pula, hubungan Jimin dan mendiang adiknya tercinta harus berjauhan.
Jimin memasuki ruangannya dengan muka masam tertekuk sangat dalam, namun tetap tidak menghilangkan wajah tampannya. Jimin itu seperti mochi wajahnya.
Putih, halus, lembut, bibirnya juga lembab dan kenyal. Apakah rasa itu membuat kalian penasaran? Haha.
Jimin memasang kacamata mahalnya dengan apik, menambah kesan dingin pada wajahnya dan seksi tersendiri. Jangan lupakan Haneul yang selalu berada di ruangannya baru-baru ini.
Jimin memang tak terlalu menggubris Haneul pada awalnya, namun karena sudah mulai terbiasa dan ia fikir dapat dimanfaatkan juga mengingat tubuhnya yang molek, kenapa tidak?
Haneul itu seorang model yang secara kebetulan merupakan teman kuliah Jimin pula pada kala itu.
Rambut bewarna merah tercat baik pada Haneul, "Jim, tak adakah yang ingin kau komentari mengenai rambutku?" Tanya Haneul sembari melangkahkan kaki menuju samping kursi kerja Jimin, yang didekatipun merasa sedikit tergoda.
"Masih butuh jawabanku, cantik?" Jimin menaikkan satu alisnya dengan menarik, disertai senyuman menggoda khusus untuk Haneul. Sembari meletakkan bolpoin yang semula ia gunakan untuk menuliskan sesuatu, ia juga memperbaiki posisinya ke arah Haneul yang sudah duduk di atas meja kerja Jimin.
"Jadi, Cantik?" Haneul membawa dirinya membungkuk ke arah Jimin sensual.
***
Jeong
Tepat pada pukul tujuh malam Jisung telah kembali dari kantornya dan menjemputku, bila dipikir kandidat suamiku memang lebih pantas pada Jisung.
Ia mengambil tanganku dengan halus setelah melihat penampilanku yang menggunakan dress merah disertai blouse hitam dan heels pendek hitam elegan ini. Kami mulai berjalan mengarah mobil Jisung yang sudah terpampang mengkilap di depan lobby rumah.
Setelah masuk dengan tuntunan dari Jisung, mobil melesat dengan mudahnya mengarah ke rumah sang Ibu mertua.
Rumah Ibu tak jauh dari rumahku, oh maaf. Rumah Jimin maksudnya.
Rumah megah sudah terlihat didepan mobil Jisung yang masih menyala ini, gerbang otomatis yang dapat dibuka dari sekian meter juga berhasil terbuka dan mengizinkan kami masuk.
Setelah memasuki rumah megah mendominasi warna cream ini, aku disambut hangat dengan pelukan Ibu. Bukannya Jisung yang merupakan anak kandungnya malah aku yang mendapat pelukan, Ayah juga melihat kedatangan kami dan memasang raut senang bergembira.
Mereka masih senang hingga ibu bertanya, “Jimin dimana Yon?” Aku hampir lupa, perkenalkan namaku Jeong Yonhee.
“Jimin sedang banyak pekerjaan Bu, jadi mungkin sedikit terlambat” Ucapku meminta pengertian, “Tak apa, kita tunggu dia saja. Lagi pula acara akan dimulai 1 jam lagi” Aku bersyukur masih memiliki mertua yang sangat baik.
Ayah membawa masuk Jisung sedangkan Ibu membawaku kedalam menuju ruangtamu.
Kita bercanda ria mengenai banyak hal, mengingat mungkin sekitar satu bulan aku tak kemari. “Kau tak merindukan kami Yon?” Ibu bertanya, “Tentu, Ibu dan Ayah tipe orang yang mudah kurindukan” Mereka tertawa ringan mendengar jawabanku barusan, “Kau harus menginap disini dengan Jimin , Yon" Titah ayah.
Sontak yang sedari tadi masih senang memperhatikan bersuara dengan sedikit lantang, “Ayah benar-benar, aku juga anak kalian” Jisung, haha sifatnya memang masih kekanakan.
“Bukan bermaksud menyepelekanmu, tapi kan kau memang tinggal disini” Jisung yang mendengar itu memukul jidatnya ringan seolah baru mendapat ingatan, “Ah, benar. Aku kan tinggal disini” Aku menggelengkan kepala heran sembari meneguk minuman.
“Oh, sudah jam 9 malam” Ibu mengingatkan, aku yang mendengar itu lantas melirik jarum jam yang telah kemana letaknya, Jimin tak kunjung menampikkan wujudnya hingga detik ini.
"Apa Jimin belum menghubungimu Yon?” Tanya Ibu yang membuatku kembali menatap kebawah untuk mengeluarkan ponselku dari tas, dan benar saja. Tak ada satupun panggilan bahkan pesan yang masuk, aku hanya menggeleng lemah pada Ibu.
Ayah merasa jengkel melihat ulah Jimin, “Anak itu memang tidak tau diri! Main seenaknya saja, pekerjaan apa yang membuatnya lupa keluarga bahkan istrinya”. Ayah berdiri marah diikuti gertakan dari telapak tangannya ke meja. Sulut api kemarahan juga sudah nampak di kedua iris ayah.
Aku juga bingung, harus bagaimana lagi untuk mengingatkan Jimin, sampai aku mendengar Jisung berkata “Aku akan menjemput kak Jimin di kantornya”.
Sontak akupun juga ikut berdiri dan menahan tangan Jisung, “Aku ikut denganmu”. Jisung tampak menimang permintaanku sembari melihat Ibu, setelah Ibu mengangguk ia langsung mengambil tanganku kembali dan pergi.
Tolong VoMentnya zheyenk, gratis kok💜 Terimakasih🌈
KAMU SEDANG MEMBACA
Promettere [Park Jimin]
Fanfiction"Jimin, Choi Jimin" Ucapku sembari menepuk cepat meja mengisyaratkan segera. "Sudah dikamar VIP, lantai 5 nomor 1564" Aku mengangguk dan berlari menuju kamar itu. Setibanya kita didalam, dapat kita lihat sebuah gorden penutup kantor dan ruang istira...