10. Tangisan

46 9 24
                                    

"Menangis adalah cara mata berbicara ketika mulut tidak bisa menjelaskan." -quotes_animeindonesia
****

"KALIAN LAGI NGAPAIN DISINI!!! SANA MASUK KELAS!!!"

"ASSIYAP PAK ARIEF!!"

Semua siswa langsung melesat meninggalkan lorong itu. Karena Pak Arief datang membubarkan masa yang sedang berkerumun. Heh, kan lagi ada Corona, jangan berkerumun wahai hamba yang terus jomblo. Nanti di gondol satpol PP baru tau loh. Eh, bukan satpol PP tapi digondol ama Pak Arief. Mau dilempar ke kandang buaya katanya, biar berkerumunnya ama buaya aja. Mampus, mampus lo bang.

****

"Zahra!!" Panggil Wulan dengan nada yang pelan. Zahra menoleh, menatap sendu mereka bertiga. A.k.a Wulan, Siska, dan Ririn. Dan ya, perlu kalian ketahui. Tempat yang paling disukai oleh Zahra sama Nayla itu adalah atap/roofdoor. Tapi mereka tidak menemukan Nayla disana. Hanya ada Zahra disana.

"Zahra!!" Lirih Siska ama Ririn berbarengan sambil berlari ke arah Zahra. Lalu memeluk Zahra dengan erat. Disusul oleh Wulan yanh berlari, memeluk mereka. Semuanya menangis, terisak. Kecuali Zahra yang hanya menujukan wajah sendu dengan tatapan kosong.

Biarlah mereka disebut cengeng. Hanya karena masalah ini saja, mereka menangis. Tapi jujur, sakit, sakit hati mereka saat mendengar itu. Penghinaan untuk Nayla, bukan hanya berdampak untuk Nayla, tapi mereka semua. Mungkin ini yang namanya Persahabatan, susah seneng bersama sama.

"Kita ke kelas ya!! Pelajaran ampir mau mulai." Ajak Wulan, Zahra hanya menganguk kecil. Semarah apapun dia, tapi dia harus tetap belajar. Jadi pintar, sukses, dan membanggakan orang tuanya. Tapi sepertinya ada yang mereka lupakan. Entah lupa, entah pura pura lupa, atau gak peduli. Mereka kembali ke kelas, melupakan Nayla yang masih belum mereka temukan.

****

Nayla terus berjalan menuju taman belakang sekolah. Taman yang begitu indah, namun jarang ada yang datang kesana. Sunyi, membuatnya cocok untuk tempat menenangkan diri.

Sampailah dia di tengah taman itu, ditumbuhi oleh rumput rumput kecil yang pasti nyaman untuk diduduki.

Nayla mendudukan dirinya diantara rumput rumput. Pandangan kosong itu menghunus kedepan. Apa yang terjadi hari ini sangat mengiris hatinya. Dia tau apa yang sudah di lakukannya waktu dulu, tapi itu tidak sengaja. Dia lepas kendali waktu itu. 30% omongan dari para siswa itu benar, tapi kenapa mereka hanya tau yang 30%  itu? Kemana yang 70% lagi? Menghilangkah? Atau dilupakan?

Matanya memanas, rasanya terlalu sakit untuk dia pendam sendiri. Perlahan air matanya jatuh membasahi roknya. Ia kini tak peduli, tentang apapun. Yang dia tau, dia harus menenangkan dirinya dulu. Dia tak sesabar itu untuk menghadapi ini. Emosinya meluap luap, dengan susah payah dia menahan semua emosinya. Supaya tidak lepas kendali, lagi. Dihadapan banyak orang.

"Heh, lagian cuma gosip murahan doang. Buat apa gue pikirin? Buang buang waktu gue yang sedikit aja!!" Gumam Nayla seolah menyemangati dirinya sendiri agar tidak terpuruk.

"Buat apa gue masukin tu perkataan ke hati. Kayak gak ada kerjaan aja!! Lo kuat Nay!! Lo gak lemah!! Masalah sepele kayak gini doang, lo kuat Nay!!" Nayla terus saja bergumam, air matanya menetes tanpa isakan keluar dari mulutnya.

"Alah Babi nih, napa lo keluar terus seh!! Dah gue bilang, gue kuat. Gue gak bakal nangis, kan gue kuat." Ucapnya pada dirinya sendiri sambil mengusap kasar kedua matanya yang terus mengeluarkan air mata.

Respon dari mulut beserta lidah mungkin bisa berbohong, tapi bagaimana dengan respon dari tubuh yang lainnya? Bisakah dia berbohong?

Apa orang hanya ingat pada kesalahan dan keburukan Nayla saja? Tapi kenapa?

Nayla, I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang