8. Masa Lalu Zahra 2

38 9 15
                                    

Pemberitahuan!!
Part ini kayaknya bisa aku masukin humor humornya lagi, dikit. Gak serius serius amat, part ini mah. Part selanjutnya kita tegang tegangan lagi ya, hehe..

****

"Akh, sekarang ini sudah ngga seru lagi. Dah, kita tinggalin dia. Lagian dia gak marah marah kayak biasanya, jadi udah gak seru lagi. Dia cuma nangis doang. Payah. Yuk!! Cabut guys!!"

Mereka langsung pergi meninggalkan Zahra yang meringkuk kedinginan sambil menangis tersendu sendu. Dia benci dirinya sendiri, yang lemah dan tidak bisa apa apa. Hanya menangis, marah, menangis, marah. Ia muak dengan keadaan ini. Ia ingin berubah, tapi sulit, sulit baginya untuk berubah.

"Bangun!!"

"Eh?!!" Zahra terkejut melihat Nayla yang datang menyodorkan tangannya untuk membantunya berdiri.
"Gak usah pake bengong bengong segala, diri!!" Suara itu mengalun kembali membuat Zahra sadar bahwa ini sungguhan. Dengan ragu Zahra mengapai tangan Nayla, yang akan membantunya berdiri.

"Ehekm.. Makasih!!" Ucap Zahra sambil menundukan kepalanya.
"Angkat!!" Ucapan ambigu Nayla membuat Zahra sedikit kebingungan.
"Apanya?" Tanya Zahra hati hati.

"Toilet nya. Pake nanya lagi!! Ya pala lo lah!!" Garang Nayla. Sebenarnya dia kesal Zahra tetap saja diam, dan tidak melawan.

Zahra mengangkat kepalanya, menatap kedua bola mata Nayla. Perhatiannya seakan tersedot kedalam mata tajam Nayla. Seketika dia tau, ada 1001 rahasia yang Nayla sembunyikan dari dunia selama ini. Dia memang punya rasa peka yang sedikit lebih dari orang biasanya. Jadi dia tau ada hal hal yang orang lain sembunyikan darinya.

"Lo hebat!!" Lagi lagi ucapan ambigu itu membuat Zahra kebingungan. Hebat? Hebat apanya?

"Tapi lo tetep aja jadi pecundang!!" Kening Zahra semakin mengerut, ia bingung dengan Nayla, yang awalnya memujinya lalu sekarang malah.. ehem, menghinanya.

"Ucapan lo terlalu ambigu."

"Gue bakal masukin lo ke grup Karate, biar lo kuat!!" Ucap Nayla, mengabaikan ucapan Zahra yang barusan.
"Gak. Gue gak mau!!" Tolak Zahra. Bukan dia tidak mau, tapi dia takut dia akan kehilangan kendalinya dan melukai orang kalo dia ngusasain karate.

"Lo gak punya hak buat nolak, Nona!" Ucapan datar itu membuat Zahra terdiam. Memang dia akui, tadi itu bukanlah pertanyaan yang bisa ia terima dan tolak. Tapi perintah yang harus ia kerjakan.

"Lo bakal masuk grup Karate di sekolah ini. Lo harus jadi yang paling kuat disana. Jangan malu maluin gue!!" Jelas Nayla, membuat Zahra pasrah saja. Dia udah capek banget hari ini.

"Iya, gue bakal jadi yang terbaik diantara yang terbaik." Dengan sedikit terpaksa plus malas, Zahra mengiyakan ucapan Nayla. Membuat senyum Nayla semakin melebar. Ia tak mau memperpanjang urusannya di sini. Ia harus segera pulang.

"Good girl." Ucap Nayla sambil menepuk pelan bahu Zahra.

"Sekarang kita temenan ya!!" Ajak Nayla dengan semangat, dia seolah lupa kejadian barusan.
"Hah!!" Otak Zahra gagal faham dengan apa yang Nayla ucapkan.

"Kita temenan." Ulang Nayla sekali lagi.
"Ll..lo mau temenan sama gue?" Zahra kayaknya kurang percaya diri deh.

"Kenapa ngga?" Kening Nayla mengerut mendengar ucapan Zahra itu.
"Gue miskin, gue masuk ke sekolah ini berkat beasiswa. Lo emang mau temenan sama gue yang miskin ini?" Jelas Zahra sambil terus mengibas ngibas roknya yang kaku karena basah.

Nayla, I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang