Part 4 : Berharap

213 16 3
                                    

"Jangan terlalu berharap, apalagi memaksakan kehendak."

Happy reading

Gemuruh suara anak manusia memadati kantin kantor yang cukup luas ini. Raina yang dari awal penasaran dengan setiap inci sudut kantor ini, akhirnya bisa menginjakan kakinya di salah satu spot yang paling banyak dipadati anak kantor ini.

"Lo cobain deh. Ayam bakar Bi Yara. Juara banget deh rasanya, " Keyra menyodorkan sepiring ayam bakar dan nasi putih yang menggiurkan untuk dicicipi.

Raina mulai memakan ayam bakar itu, "Emm, beneran enak loh Key, "

Keyra tersenyum, "Dari awal kerja di sini. Ayam bakar Bi Yara udah jadi langganan gue Rain. Bahkan, kalau lagi tanggal tua. Bi Yara sering ngasih gue ayam bakar gratis, saking jadi langganan tetapnya Bi Yara gue, "

Raina terkekeh, "Selain ayam bakar ini. Makanan favorit disini apa aja Key? "

Keyra mengedarkan pandangannya sejenak, "Nasi uduk Pak Yudi, ga kalah enaknya loh Rain. Besok, lo harus coba pokoknya! "

Raina menganggukan kepalanya. Jika begini keadaannya, ia akan menggendut selama bekerja disini.

"Eh Rain! Lo coba liat kesana deh, "

Raina melihat arah yang ditunjuk Keyra. Dan apa yang ia lihat? Di seberang sana, Pak Bosnya sedang memesan sebuah ayam bakar, dan bukan itu yang menarik perhatian Raina. Namun, sosok wanita yang berada di sebelah Pak Bos nya itu.

"Itu siapa nya Pak Bos, Key? " Tanya Raina penasaran. Walaupun ia baru bekerja beberapa hari disini, tapi baru kali ini ia melihat Pak Bosnya itu dekat dengan wanita. Atau mungkin, dirinya saja yang tidak memperhatikan?

"Itu Kania. Bagian marketing, ga jarang sih mereka berdua istirahat bareng. Kenapa emangnya? " Tanya Keyra yang masih asik mencocol ayam bakarnya.

"Hah? Gapapa kok. Cuma nanya aja, " Raina tersenyum kikuk. Apa apaan coba mulutnya ini bertanya mengenai Pak Bosnya.

Keyra tersenyum miring, "Jangan bilang, lo suka ya sama Pak Bos kita? Iya kan Rain? "

Raina tersedak mendengar tuduhan Keyra. Mana ayam bakarnya sedang berada di ujung lidahnya lagi.

"Eh eh, nih nimun dulu Rain, " Raina menerima es teh yang disodorkan Keyra.

Mata Raina berair, saking dahsyatnya rasa tersedak itu sampai ke tenggorokannya.

"Lo kalau ngomong suka bikin orang jantungannya ya Key. Untung aja ga kejadian," Omel Raina.

"Yaelah Rain. Gue kan cuma nanya. Lo nya aja yang ga fokus tadi. Eh! Bentar deh, jangan bilang ucapan gue tadi bener Rain? " Raina menelan ludahnya. Mengapa jadi panjang urusannya sih?

"Apaan sih lo. Jangan ngada ngada deh! " Bantah Raina.

Keyra terkekeh, "Santai kali, Rain. Gue kan cuma nanya, "

Raina tak menjawab. Ia menoleh ke belakang, mencoba melihat apakah Pak Bosnya itu masih ada atau tidak. Namun ternyata, dua orang yang sempat menarik perhatiannya tadi kini sudah tidak ada?

"Lo nyari siapa Rain? " Raina langsung terperangah.

"Hah, engga kok. Ga nyari siapa siapa, "

Keyra menggangguk, "Kirain nyariin Pak Bos. Kalau nyariin, tuh! Lagi duduk manis dibelakang, dua meja dibelakang kita, "

Raina salah tingkah. Namun sebisa mungkin ia kendalikan. Jangan sampai Keyra curiga akan sikap anehnya.

"Gue bayar dulu deh. Takut lupa kayak biasanya, " Keyra tiba-tiba berdiri.

"Kok belum lo bayar sih?" Tanya Raina. Takutnya, uang yang ia berikan tadi kurang, oleh karena itu Keyra belum membayar.

Keyra menampilkan deretan giginya, "Gue kan udah langganan. Makan dulu baru bayar mah udah ga aneh buat gue mah Rain. Gue kesana dulu ya, "

Raina menggelengkan kepalanya. Lalu setelah Keyra melangkah cukup jauh, ia membalikan badannya.

Dan benar saja. Pak Bosnya itu sedang makan dengan santainya, bersama wanita yang kata Keyra bernama Kania itu. Dari sorot matanya, nampak Pak Bosnya itu tampak biasa saja. Tak terlihat ada yang spesial. Syukurlah batinnya.

"Rain! " Raina tersentak.

Keyra duduk dengan tatapan yang sulit diartikan, "Tadi pas gue mau bayar. Bi Yara bilang kalau makanan kita udah dibayarin, Rain, "

Raina mengerutkan keningnya, "Dibayarin sama siapa? "

Keyra tersenyum, "Sama orang yang baru aja lo pergokin, "

Duar!

Jangan bilang, jika Keyra melihatnya ketika memperhatikan Pak Bos dari sini. Hancur sudah reputasinya!

"Apaan sih lo. Eh bentar! Maksud lo, Pak Bos yang bayarin makanan kita? "

Keyra mengangguk lalu tersenyum.

"Dalam rangka apa? "

Keyra mengedikan bahunya. Tak tahu.

"Kalau lo suka sama Pak Bos, gue dukung kok Rain. Asal sering sering aja Pak Bos baik hati kaya gini. Gue jamin deh, gue pelopor pertama hubungan lo sama Pak Bos, "

Raina memantapkan hatinya untuk langsung menemui Pak Bosnya. Bagaimana tidak? Setelah apa yang Pak Bosnya lakukan tadi, membuat isi kepalanya selalu bertanya tanya. Daripada memikirkan hal yang tidak penting, lebih baik ia langsung memastikan semuanya bukan?

"Masuk! " Raina mendorong pintu tersebut secara perlahan.

Hal yang pertama kali ia lihat adalah Pak Bosnya yang tampak sedang sibuk mengetik pada Keyboard laptopnya. Apakah ini saat yang tepat, untuk membahas hal tadi?

"Ada apa? " Raina tersadar. Namun ia belum mengucapkan sesuatu karena Pak Bosnya masih fokus pada layar didepannya.

"Ada apa? " Tanyanya lagi. Kini mata mereka saling bertemu. Tentu saja Raina salah tingkah jika ditatap sedemikian lekat.

"Saya sedang sibuk. Jika tidak ada keperluan silahkan kembali, "

Raina langsung meyanggah, "Ada satu hal yang ingin saya tanyakan pada Bapak," Raka menghentikan gerakan tangannya pada keyboard nya.

"Silahkan," Raka menyenderkan tubuhnya pada kursi kebesarannya. Mungkin, ini saatnya untuk ia beristirahat sejenak.

Raina menatap ragu, "Ini tentang, bapak yang mentraktir saya dan Keyra tadi, "

Raka menaikan sebelah alisnya, "Lalu? "

"Dalam rangka apa, bapak melakukan itu?"

Raka sedikit melonggarkan kerah bajunya. Suasana ruangan ini tampak panas, walaupun ada dua AC yang hidup, namun nyatanya belum cukup. Apa perlu menambah satu lagi, hingga terdapat tiga AC dalam satu ruangan?

Sementara Raina menahan ludahnya untuk tidak ia telan. Lelaki yang pernah mengisi hatinya benar benar berubah ternyata. Apakah harus meninggalkan terlebih dahulu, baru merasakan perubahan?

"Tidak dalam rangka apapun. Saya hanya ingin mentraktir kamu, dan itu sudah biasa saya lakukan pada pegawai saya yang lain, "

Raina terdiam. Jadi, hal seperti ini sudah biasa ia lakukan. Bukan hanya padanya? Harusnya ia sadar, orang di depannya ini adalah bos nya. Apapun bisa ia lakukan. Bahkan untuk mentraktir orang bukanlah hal yang sulit untuknya.

"Memangnya kenapa? " Raina tersadar. Apakah ia baru saja berharap, jika yang dilakukan Pak Bosnya ini hanya dilakukan kepadanya?

"Ti-tidak ada pak. Kalau begitu saya pamit undur diri, "

Raka mengangguk setuju. Tidak memperdulikan sikap aneh sekretarisnya. Sedangkan didepan pintu milik Raka. Raina sedang termenung. Hal bodoh apa yang baru saja ia perbuat?

To be Continue







𝐌𝐲 𝐁𝐞𝐥𝐨𝐯𝐞𝐝 𝐌𝐚𝐧𝐭𝐚𝐧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang