Part 5 : Pesta

210 18 3
                                    

"Jangan mencoba untuk selalu terlihat kuat. Jika kau lelah, bicaralah."

Happy reading

Raka menatap kepergian Raina yang
perlahan menghilang setelah pintu tertutup. Ia menyandarkan tubuhnya, menatap langit langit ruangannya. Mengapa dengan mudahnya ia melakukan itu pada Raina? Padahal dia tipikal Bos, yang tidak terlalu peduli dengan anak buahnya. Kecuali dalam hal tertentu.

Setelah bertahun-tahun ia mencoba melupakan semua tentang Raina, dan dalam sekejap mata ia kembali dan langsung menghancurkan pertahanan yang ia bangun selama ini. Apakah itu adil, untuknya yang sudah bersusah payah untuk melupa?

Ia sendiri ragu, apakah perasaan itu masih ada atau tidak. Secara, ketika melihat wajah Raina saat ini. Ada dua hal yang selalu terbayang dalam benaknya. Kenangan bersamanya dan kepercayaan yang sudah dihancurkan oleh Raina.

Raina menatap sebuah undangan yang berada di atas kubikelnya. Alisnya mengernyit, bukan namanya yang ada di atas undangan tersebut. Melainkan nama Pak Bosnya.

"Keyra. Lo liat ga siapa yang ngirim undangan ini? " Raina bertanya ketika Keyra menghampiri dirinya.

Keyra mengambil undangan itu, "Oh undangan ini. Tadi ada kurir yang nganter, gue kira lo masih ada perlu sama Pak Bos, jadi undangannya disimpen di kubikel lo, "

Raina mengangguk, "Terus undangan ini dikemanain? "

Keyra tertawa, "Ya ke Pak Bos lah, Rain. Orang yang ditulis di undangan ini kan nama Pak Bos. Berarti undangan ini buat dia, "

"Bener juga ya, " Keduanya terkekeh.

Sore berganti malam. Suara yang saling bersahutan itu pun seketika hening bagaikan kuburan. Namun bagi seorang Raina, berada disituasi seperti ini adalah hal yang paling menjengkelkan.

Bagaimana tidak? Ia sedang menunggu Pak Bosnya itu seorang diri, dan ia lebih memilih duduk di kubikelnya, daripada di ruangan yang sempat ditawarkan Pak Bosnya itu.

"Ayo berangkat, " Raina mendongak menatap Raka yang sedang berdiri dengan gagahnya. Balutan jas hitam, dipadukan dengan kemeja merah marun. Membuat sisi wanita Raina seketika memberontak. Mengapa ia baru sadar, jika Raka benar benar tampan saat ini?

"Kenapa melamun? Kamu ga kemasukan penunggu ruangan ini kan?"

Raina seketika berdiri, "Maksud Bapak? "

Raka tak menjawab. Lalu berbalik dan menyunggingkan senyuman jahilnya.

"Bapak! Jangan tinggalin saya dong, " Teriak Raina. Sedangkan Raka semakin mempercepat langkahnya.

Duk

Raka sontak berbalik ketika mendengar suara orang terjatuh. Dan benar saja tebakannya, diujung lorong kantor ini. Sekretaris barunya itu sedang terduduk seraya mengelus lututnya yang terbuka.

"Kamu kenapa jalan ga hati-hati? " Raka menjongkokan tubuhnya, lalu menatap memar yang timbul di lutut Raina.

Raina menatap Raka sebal, "Bapak yang kenapa? Seenaknya aja ninggalin anak orang. Mana jalannya cepet banget lagi, susah buat saya ngimbangin jalan Bapak tau, " Gerutu Raina sebal.

Sementara Raka menaikan sebelah alisnya. Baru kali ini, ada seseorang yang berani mengucapkan unek uneknya secara gamblang seperti Raina ini.

"Kamu nyalahin saya? " Tanya Raka tak terima.

𝐌𝐲 𝐁𝐞𝐥𝐨𝐯𝐞𝐝 𝐌𝐚𝐧𝐭𝐚𝐧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang