Part 13 : Galau

177 14 0
                                    

"Semua orang bakalan berubah seiring berjalannya waktu. Dan itu yang ngebuat gue harus beradaptasi lagi, kalau deket sama dia."

- Pak Bos Raka -

Happy reading

Raka tak dapat memungkiri. Jika pernyataan Raina tadi benar benar membuat kebahagiaan tersendiri bagi dirinya. Itu artinya, peluang untuk memperjuangkan Raina terbuka lebar, dan ia takkan menyia-nyiakan hal itu.

"Apa kabar bro? " Raka mendongak menatap Devan--sahabat semasa kuliahnya ketika duduk dihadapannya.

"Baik gue, lo sendiri gimana? " Tanya Raka yang dibalas kekehan oleh Devan.

"Ya beginilah hidup gue. Gaada perubahan, kemana mana bebas kaya burung merpati, "

Raka terkekeh "Hidup lo monoton juga ternyata, "

Devan mengangguk setuju, "Ada hal apa lo minta gue ketemuan? " Memang benar. Raka meminta Devan untuk mendatanginya di sebuah Cafe. Dan disinilah mereka sekarang, duduk berhadapan dengan sesama gender.

"Lo masih inget gak sama Raina, mantan gue waktu SMA dulu, "

Hubungan persahabatan Raka dan Devan terbilang cukup solid. Hampir bertahun tahun mereka tak bertemu setelah wisuda, dikarenakan Raka yang melanjutkan studi S2 ke luar negeri. Sementara Devan, ia tetap nyaman di negeri kelahirannya sendiri. Namun perbedaan tempat dan waktu tak merenggangkan persahabatan mereka.

"Iya gue inget. Kenapa emangnya?" Devan mengingat betul siapa wanita yang dimaksud sahabatnya ini. Karena semasa mereka bersama dulu, topik pembicaraan Raka hanya tentang mantan SMA nya itu. Bahkan ketika Raka sudah menjalin kasih dengan wanita lain, Raka masih tetap saja membicarakan Raina padanya. Devan jadi beranggapan bahwa Raka adalah spesies sadboy garis keras.

Raka berdehem sejenak, "Dia sekretaris di perusahaan gue sekarang, " Dan mata Devan membulat sempurna.

"Seriusan lo? " Raka mengangguk semangat sebagai jawaban.

Devan bertepuk tangan seolah tak percaya, "Sumpah. Ucapan gue yang bilang kalau jodoh itu gak akan kemana jadi kenyataan Ka, "

Raka tersenyum miring, "Gue akui sih, lo peramal yang hebat, " Devan terkekeh.

"Terus kelanjutan hubungan lo sama dia gimana? Jangan ditunda tunda kalau udah di depan mata, " Ucap Devan memberikan masukan.

"Gue lagi berusaha buat lebih deket sama dia sih. Secara kan, udah bertahun tahun juga gue gak ketemu sama dia lagi. Dan ya, semua orang bakalan berubah seiring berjalannya waktu. Dan itu yang ngebuat gue harus beradaptasi lagi, kalau deket sama dia, "

Devan mengangguk mengerti, "Tapi Ka. Gue saranin sama lo nih, mumpung dia masih ada dideket lo, cepet cepet iket dia. Jangan sampai keduluan sama yang lain, "

"Ya kali diiket, lo kira dia hewan apa, " Tapi benar juga sih apa yang disarankan Devan. Jangan sampai Rainanya dimiliki oleh orang lain.

"Dikasih tau malah gitu lo mah. Kalau udah digandeng orang, jangan ngadu sama gue lo, " Ancam Devan.

"Gak bakalan gue ngadu sama lo, sesama jomblo gausah saling menghina deh, senasib juga, " Raka menyeruput secangkir teh pesanannya. Namun baru sekali teguk, tiba tiba ia teringat akan teh buatan Raina yang begitu pas dilidahnya. Berbeda dengan teh yang ia minum ini.

"Jomblo jomblo gini, yang ngantri mau sama gue itu banyak diluar sana. Jelas beda nasib lah kita, "

Raka menyimpan cangkir tehnya, "Yang lo maksud pada ngantri itu cabe cabean pinggir jalan Dev? Selera lo bener bener, Dev, " Raka menggeleng mendramatisir.

Devan mencebikan bibirnya, "Sialan lo Ka! Eh tapi bentar deh, perasaan lo ke dia kayak apa sekarang? Apa masih kaya dulu? "

Raka berpikir sejenak. Jujur, ia pun masih ragu akan perasaan yang ia rasakan ini. Terlebih ia terlalu takut, jika pada kenyataannya Raina pun masih mencintai mantan kekasihnya. Karena bagaimana pun, Raka pernah merasakan bagaimana susahnya melupakan. Bahkan hingga saat ini.

"Entahlah. Gue terlalu takut kalau dia masih cinta sama mantan pacarnya. Terlebih, dia belum lama putus tuh. Masih masa masa galau sih kalau menurut gue, "

Devan menatap Raka kasihan. Sungguh klise kisah cinta sahabatnya ini, "Ya maka dari itu. Lo harus berjuang buat bikin dia move on dari mantan pacarnya itu. Buat dia percaya lagi sama lo, bahkan buat dia jatuh hati lagi sama lo Ka. Gue yakin lo pasti bisa."

Raka terkekeh, "Andai aja segampang itu Dev, pasti udah gue lakuin dari kemarin kemari. Lo tau sendirikan, gue bego banget  soal cinta cintaan kaya gini, " Raka menertawakan dirinya sendiri yang tak terlalu pandai dalam hal percintaan.

"Untuk urusan naklukin lawan, gue akui lo pawangnya. Tapi untuk urusan perasaan, lo harus belajar sama anak SD deh Ka, " Devan terkekeh mengakhiri ucapannya. Jika dalam urusan perasaan, ia merasa sedang berinteraksi dengan bocah ingusan yang masih polos tak tau apa apa.

Sementara Raka mendengus kesal. Apa apaan coba dirinya dikalahkan dengan anak sekolah dasar. Harga diri lekaki cuy!

Raina menyimpan map yang diminta Pak Bosnya itu pada meja kebesarannya. Mimik wajah yang tampak sangat serius itu pun, tak merasakan kehadiran Raina disini. Walau dilihat dari sudut manapun, sosok Pak Bosnya ini benar benar tipe lelaki rupawan yang membuat kecanduan.

"Ada yang lain? " Tanya Raka tanpa memperhatikan Raina yang masih berdiri di depannya. Fokusnya masih tertuju pada layar monitor yang menyala di hadapannya.

Raina menggeleng tanpa berucap. Dan tentu saja, Raka tak tahu itu.

"Kenapa masih berdiri disitu? " Kini pandangan mereka bertemu. Membuat Raina menjadi mati kutu.

"Eh! Ini saya mau keluar kok pak." Raina buru buru berbalik, lalu menutup pintu. Jantungnya mengapa tiba tiba berdebar setelah bertatapan dengan Pak Bosnya. Aish! Seperti abg saja batinnya.

Sementara, di dalam ruangan itu. Raka tersenyum tipis melihat tingkah sekretarisnya itu. Ingin sekali bisa mengusilinya lagi, namun pekerjaan yang menumpuk membuatnya tak bisa membuang buang waktu.

Raka teringat, ia belum mengecek email yang masuk. Takut takut, jika ada klien yang secara langsung menghubunginya, dan ia tak tahu itu. Bisa gawat.

Cukup banyak email yang masuk, membuatnya menghela napas lelah. Sekalipun ada Raina sebagai sekretarisnya, tetap saja tugas tugasnya tak bisa dipindahtangankan semudah itu.

Dan Raka langsung menegakkan tubuhnya ketika membaca email yang begitu menyita perhatiannya. Di dalam surat elektronik itu, Raka harus pergi ke negeri kangguru untuk mengurus kerjasama dengan salah satu perusahaan berpengaruh disana.

Dan bukan itu masalahnya, namun waktunya itu yang membuat Raka memijat pelipisnya. Satu bulan, dan bukan waktu yang sebentar untuk Raka menetap disana. Ia takkan mengajak Raina untuk mendampinginya, karena tidak mungkin jika tidak ada yang meng-handle perusahaan disini. Maka dari itu, waktunya selama di Australia akan terasa begitu lama.

Disaat ada hati yang ingin ia perjuangkan kembali. Ia harus rela untuk mengesampingkan hal itu untuk kepentingan perusahaannya. Karena sebagai pemimpin sebuah perusahaan, kelangsungan hidup anak buahnya menjadi tanggung jawab utamanya.

Sekarang Raka bimbang. Apakah ia harus menyelesaikan tugasnya ini terlebih dahulu, baru memperjuangkan cintanya? Tapi apakah Raina mau, untuk menunggu dirinya sampai satu bulan ke depan? Sungguh, perasaan lebih rumit daripada pekerjaan.

To be Continue

Pak Bos lagi galau gaes. Kasih masukan dong Pak Bos harus ngelakuin apa buat Raina.

Jangan lupa tinggalkan jejak 🍃






𝐌𝐲 𝐁𝐞𝐥𝐨𝐯𝐞𝐝 𝐌𝐚𝐧𝐭𝐚𝐧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang