Part 6 : Aneh

199 15 7
                                    

"Bibirmu berkata tidak. Namun kau lupa, bahwa matamu selalu mengatakan apa yang kau rasakan."

Happy reading

Raina melangkah keluar, meninggalkan acara yang tengah berlangsung itu. Sebenarnya ia pun berat hati untuk melakukan ini. Namun apa daya, hatinya sudah merasa tak nyaman berlama lama berada disini.

Mobil milik pacarnya terparkir rapi. Ia mendekat lalu masuk tanpa meminta izin pada pemiliknya.

"Ngapain di acara mewah kaya gini?" Raina menoleh pada Dika--pacarnya.

"Nemenin bos, " Jawab Raina acuh. Ia sungguh lelah, dan tak ingin berdebat. Namun sepertinya, ia salah mengambil keputusan meminta jemput pada kekasihnya ini.

Dika mendengus kesal, "Ngapain sih pake ditemenin segala? Inget ya diluar kantor, kalian itu bukan atasan sama bawahan lagi, " Tegas Dika.

Raina memutar bola matanya, "Kalau pun aku bisa nolak. Pasti udah aku lakuin kok,"

Sementara Raka. Ia menatap lirih sebuah mobil yang membawa Raina pergi. Tak pernah ia pikirkan, bahwa Raina akan secepat ini berpaling ke lain hati. Berbanding terbalik dengannya, yang masih berharap pada Raina.

"Hei bos! Ngapain diluar sendirian, acaranya di dalem loh kalau bos lupa, " Raka menoleh pada salah satu rekan bisnisnya.

"Cuma nyari angin. Bos sendiri ngapain disini? " Raka bertanya.

"Males aja sih di dalem. Pertanyaan buat gue ga ada variasi lain. Pasti nanyain mana pacar lo, atau mana gandengan lo. Panas banget kuping gue, "

Raka terkekeh. Ternyata, bukan hanya dirinya yang sensitif mendengar pertanyaan seperti ini.

"Buktiin dong. Suatu saat nanti, lo bakal ngebungkam semua pertanyaan itu, " Raka menepuk bahu rekannya itu.

"Bos sendiri bisa nasehatin orang. Kapan bawa gandengan?"

Raka tersenyum miring, "Masih nunggu yang ga pasti sih, "

"Gue doain, semoga yang ga pasti itu jadi pasti. Mantap ga bos? "

Raka terkekeh. Namun sebagian besar hatinya mengamini.

Dika melajukan mobilnya membelah jalanan yang ternyata masih padat walau malam telah tiba. Ia menatap gadisnya lalu mencebikan bibirnya, "Kamunya aja kali, yang kesenengan diajak ke acara mewah kaya gini. Kapan lagi kan, ngerasain euforia mewah kaya acara tadi,? "

Raina menatap Dika kesal, "Aku cape ya Dik! Aku minta kamu jemput, bukan buat debat kaya gini. Sekali aja ga usah pake debat bisa ga sih? " Dada Raina bergemuruh, benar benar lelah menghadapi sikap Dika yang seperti ini.

"Oh! Kamu cape? Kenapa minta aku yang jemput? Ga sekalian aja, bareng sama Pak Bos kamu itu? Biar bisa nikmatin malem kalian. Ber. sa. ma? "

Plak

Sebuah tamparan mendarat di pipi Dika. Raina benar benar habis kesabaran untuk kali ini, niat hati ingin menghindar dari Raka, malah dihadapkan dengan pacar yang selalu negatif thingking padanya.

"Beraninya lo nampar gue!?" Bentak Dika tak terima.

Raina menatap nyalang, "Kenapa? Lo kira selama ini gue ga berani sama lo hah! Hampir satu taun Dik, satu taun gue terkekang sama hubungan kita ini. Lo kira ga cape apa? Tiap ketemu selalu berantem kaya gini? Sekali aja gue pingin ngerasain hubungan yang wajar kaya pasangan lain. Susah banget ya emangnya? " Ucap Raina tak kalah keras.

𝐌𝐲 𝐁𝐞𝐥𝐨𝐯𝐞𝐝 𝐌𝐚𝐧𝐭𝐚𝐧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang