Sebenarnya besok adalah hari keberangkatan Javi tetapi mereka semua akhir-akhir ini sangat sibuk dengan kuliahnya masing-masing. Meskipun mereka ada di satu rumah yang sama, tapi akhir-akhir ini mereka papasan satu sama lain di rumah aja jarang. Palingan ketemu cuma makan bareng di dapur abis itu pada balik ke kamar masing-masing.
Kala yang sedang sibuk-sibuknya praktikum, belum lagi Eja yang sedang dikejar-kejar deadlinenya yang sudah mepet, begitu juga Arvin yang lagi mati-matian belajar buat ganti nilai semesternya di semester lalu buat nutupin IPK totalnya. Serta Sagara sibuk bolak balik Rumah Sakit karena mengurus ayahnya.
Mereka bahkan gak ada waktu buat ngumpul-ngumpul bareng kayak biasanya.
Tapi meskipun begitu, cuma hari ini waktu yang tersisa untuk bisa ngumpul bareng dengan tim yang full karena esok hari Javi akan pergi.
Sampai akhirnya Eja memastikan kalau hari ini mereka berlima benar-benar harus ngumpul demi seseorang yang mau pergi. Kelar kelas dia langsung cabut dengan berjalan cepat sambil sibuk mengetik sesuatu di hpnya.
Eja : Dimana lo?
Sagara : Kantin TeknikApakah Eja berniat nyusulin Sagara ke markas anak-anak Teknik?
Oh, tentu tidak.
Maka dari itu Eja memilih untuk cabut ke Warkop Babeh dengan kondisi tenggorokan seret dan marah-marah mulu daritadi karena dosennya ribet abis perkara project yang dia buat.
Saking hausnya, dia sampai berhalusinasi melihat sebuah mayat yang tergeletak di atas kursi dengan wajah yang ditutupi topi dan dilalerin.
Eja memberanikan diri untuk mendekat.
Tapi semakin dekat dia merasa ada yang aneh.
Seperti sosok yang dia kenal.
"Anjim..."
Ternyata memang bukan mayat.
Tapi manusia yang lagi simulasi menjadi mayat.
"Gini amat sih idupnya temen gue."
Sejujurnya Eja kadang suka nggak habis pikir sama Arvin yang bisa tidur dengan pulas di sebuah Warkop Babeh tempat nongkrong anak-anak kampus. Ya emang sih Arvin itu tipe manusia yang kalau udah nempel pasti auto molor alias pelor. Arvin hanya menggunakan tangannya sebagai alas kepala, kemudian dia tidur tenang dengan wajah yang ditutupi topi.
Baru aja Eja ingin meraih topi yang ada di wajah Arvin ketika pukulan pelan di bahu membuat Eja terkaget-kaget. "Eee anjir.. Ayam ayam."
"Ini bocah tidur beneran?"
"Au deh," Jawab Eja sambil melihat sosok Arvin yang wajahnya masih tertutupi topi. "Mati suri kali."
"Kasian ya, mana masih muda." Sagara prihatin.
"Eh iya," Eja langsung melirik Sagara dengan ujung mata. "Hari ini harus jadi ya kita ngumpul-ngumpulnya."
"Ngumpul karena Javi mau cabut besok?"
"Yoi."
"Yaudah gue kabarin anak-anaknya deh."
"Nah, cakep."
Dengan cepat Sagara mengetik kalimat yang ada di kepalanya di group chat mereka berlima.
Gak heran kalau Javi balasnya singkat. Maklum lagi sibuk urus ini itu. Dia lagi di sekre ngumpul sama temen-temen mahasiswa lainnya. Nggak lama dia cabut. Ketika sampai di lobby, dia terheran-heran melihat laki-laki pakai topi yang dikebelakangin tersenyum lebar ke arahnya.
"Kok lo ada disini? Ngapain?" Javi melirik Kala yang mengenakan jaket dengan masker yang disangkutkan di dagu.
"Nyamperin lo lah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Penuh Cerita
Ficción GeneralHanya rumah biasa yang setiap harinya di penuhi oleh canda tawa anak-anak. Bukan hanya itu, pemilik rumahnya pun sangat dekat dengan para penghuni yang tinggal di dalam rumahnya. Selain itu, ada lima anak laki-laki yang tadinya datang hanya untuk m...