06 - Pacar

266 39 18
                                    

Tubuh Sena berguling di atas kasur. Sesekali cewek itu akan mengumpat, menendang-nendang udara dan ranjangnya kuat-kuat. Dengan rambut yang super berantakan, Sena duduk dengan kaki bersila. Tangannya jatuh di atas dengkul kemudian menghela napasnya dalam.

"Kenapa lo goblok banget?!" cercanya pada diri sendiri. Keningnya mengerut dan bibirnya menekuk ke bawah. "Kalo gue diapa-apain sama itu cowok gimana anjir?!" Sena mengacak-acak rambutnya frustasi, tidak kuat menghadapi kenyataan yang begitu pahit.

Beginilah Sena di belakang panggung, setelah melepas topengnya. "Sumpah, baru kedua kali ketemu aja gue udah pengin dicipok, selanjutnya bakal gimana coba?!" Sena menampar wajahnya, menggeleng kuat-kuat. "Enggak, enggak.... Tenang... semua akan baik-baik aja. Semua akan baik-baik aja, Sena!" Cewek itu kembali mengatur napasnya. "MANA MUNGKIN BAKAL BAIK-BAIK AJA! Aaaaahh...." Sena kembali membanting tubuhnya ke kasur, berguling.

Di tengah rasa frustasi, perutnya berontak. Sekarang sudah pukul delapan malam dan sejak siang, Sena masih belum makan. Cewek itu tinggal sendiri, menyewa kos-kosan tantenya sejak dua bulan lalu.

Sena berjalan menuju kulkas, membukanya dan mencari sesuatu yang bisa dimakan. Nahasnya, bahkan telur pun tidak ada. Kulkasnya hanya berisi air mineral. Gadis itu mengembuskan napas lambat. Terpaksa, ia harus pergi mencari makanan ke luar.

Tangannya menyabet hoodie di belakang pintu. Sengaja agar rambutnya yang benar-benar buruk tidak terlihat. Dengan malas, ia mengenakan sandal jepit bergambar bebek di tengahnya lantas berjalan menuruni tangga. Kamarnya berada di lantai dua, sisi kanan urutan ke tiga dari arah tangga.

Tidak buruk karena udara malam berhasil menenangkan pikirannya. Cewek itu langsung pergi ke tempat tujuan—minimarket yang jaraknya hanya 300 meter dari kosan.

Ruangan ber-AC menerpa wajah bertepatan dengan suara kasir yang mengatakan, "Selamat datang di Janumarket, selamat berbelanja."

Sena memasukkan satu tangan ke dalam saku lalu mengambil keranjang dengan tangan lainnya. Pertama dan utama, mi instan. Gadis itu lebih suka mi kuah, jadi dia memasukkan tujuh bungkus dan untuk mi goreng, cewek itu hanya mengambil empat bungkus.

Karena sekarang sudah hari Jumat dan besok hanya ada kegiatan ekskul di sekolah, cewek itu urung membeli bahan makanan lain. Ia akan membeli sekalian besok atau lusa di super market. Sena hanya mengambil teh ukuran satu liter dan segera membayar di kasir.

"Ini aja, Kak?"

Sena mengangguk. Emang gue keliatan kayak nyembunyiin sesuatu? batin Sena sembari mengeluarkan uang dari saku kemudian memberikannya.

"Uangnya lima puluh ribu, ya, Kak."

"Iya." Sena mengangguk. Emang ada anak SMA yang masih enggak tau cara baca nominal uang?

"Sena." Satu panggilan itu membuat pikiran negatif Sena buyar. Cewek itu menoleh cepat dan mendapati kalau Bara sedang menatap datar di belakangnya. Oke, Sena, tenang....

"Ngapain di sini?" tanya Bara datar. Cowok itu baru saja masuk ke mini market semenit lalu.

"Beli... makanan," sahut Sena tidak yakin. Kenapa sekarang orang-orang jadi hobi sekali menanyakan sesuatu yang sudah tahu jelas jawabannya?

"Kenapa bisa ada di sini?" selidik Bara. Sena paham, pasti maksud lebih tepatnya 'kenapa mereka bisa bertemu secara sangat kebetulan di sini'.

Are You Really a Bad Boy?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang