Kembali ke realita. Sena langsung memakai pakaian untuk makan malam nanti saat menjadi asisten Bara. Dengan sangat malas, gugup, sekaligus takut, cewek dengan rambut pendek tergerai itu menarik napas dan mengembuskannya dalam-dalam. "Selamat datang di Neraka," gumamnya pelan sembari mengetuk pintu dengan cepat.
Gerbangnya tidak dikunci tapi pintu utamanya terkunci sehingga Sena harus menunggu Bara membukanya. Tiga menit dan Sena baru menyadari keberadaan bel di kiri atas kepalanya. Ia mengembuskan napas berat, "bego." Gadis itu memencet bel dan semenit kemudian, pintu sedikit terbuka.
Rambut sedikit ikal milik Bara mengintip dari balik pintu. Sena mulai melangkahkan kaki bersamaan tubuh Bara yang lebih dulu masuk. Ruangannya gelap dan seperti biasa, tidak seperti berada di ruangan ber-AC. 28 derajat. Mending pake kipas angin aja enggak, sih? batin Sena sambil melihat sekeliling. Tidak berantakan. Tidak ada alkohol, rokok, dan sejenisnya. Bagus.
Bara mendudukkan tubuhnya di ujung sofa, menyelimuti dirinya dengan selimut lantas mulai menggambar. Sementara itu Sena berada di ujung lainnya, mengeluarkan laptop sembari menunggu perintah Bara.
"Cari tau tentang sistem internet," titah Bara yang dijawab deheman singkat oleh Sena.
"HACH-IH!"
Suara bersin yang menggelegar kontan membuat Sena menoleh cepat. Keningnya mengeryit menatap Bara yang mengelap hidungnya dengan tangan, kasar. Cowok itu kembali melanjutkan kegiatannya lantas tidak lama memgeluarkan suara bersin yang tidak kalah kencang dari sebelumnya.
"Lo sakit?" tanya Sena, tidak berkutik dari tempatnya.
"Gak. Cepet kerjain," ketus Bara. "30 menit selesai," tambahnya, dingin.
Sena masih mengeryit namun memilih untuk mengabaikan. Sesekali ia akan refleks menoleh begitu suara bersin Bara mengagetkannya. Walau begitu, fokus Bara tidak terganggu. Cowok itu tetap bisa bekerja optimal.
30 menit dan Sena selesai melakukan pekerjaannya. "Gue boleh pulang 30 menit lebih awal enggak?" tanya Sena, ragu.
Bara menoleh, alisnya naik satu. "Kenapa?" selidiknya.
"Ada janji makan malem sama Verrel," balas Sena berusaha sesantai mungkin. "Tapi kalo ga boleh eng-enggak pa-pa," tambahnya. PLEASE BOLEH PLEASE!
"Oh. Ya udah." Bara kembali memfokuskan pandangannya pada layar, membuat sketsa di panel selanjutnya. Rencananya, cowok itu akan membuat Webtoon.
Serius, nih? Kok gue malah ragu, ya? batin Sena, curiga. Dia tidak menyangka kalau Bara akan dengan mudah menyetujui permintaannya. Sebenarnya gadis itu senang. Namun rasanya seperti ada sesuatu yang mengganjal. Bodo amat lah.
"HACH-IH!" Bara menarik napasnya. Wajahnya memerah dan kian memucat. Mengingat tubuhnya yang rentan cuaca dingin, tentu saja cowok itu akan jatuh sakit akibat hujan-hujanan kemarin.
Sena menoleh lagi, alisnya bertautan dan wajahnya kontan menampilkan air muka cemas—dan memang sebenarnya gadis itu khawatir sekaligus merasa bersalah. Namun, Sena memilih untuk mengabaikannya. "Gue perlu kerjain apa lagi?" tanyanya.
"hacker... cari tau tentang ini," sahut Bara tanpa menoleh. Tubuhnya menggigil sehingga ia perlu menurunkan tubuhnya menjadi semakin ke bawah agar tidak kedinginan. "Kirim ke email gue, kalo udah selesai boleh langsung pulang," finalnya.
YES YES YES GILA GUE BENER-BENER BERUNTUNG SETELAH DIAJAK DINNER SAMA VERREL! Jangan-jangan gue beneran berjodoh sama dia? Muehehehehehehe.... Sena senyum-senyum sendiri membayangkannya. Ia menampar pipinya keras-keras agar bisa kembali sadar akan pekerjaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are You Really a Bad Boy?
Teen FictionBara tertangkap basah menyimpan ratusan foto dan video porno yang sebenarnya bukan miliknya. Semua orang menuduh, memaki, bahkan orangtuanya memutuskan untuk mengusir Bara dari rumah. Saat SMA, Bara berubah total. Ia bergabung sekaligus menjadi ketu...