Dengan terpaksa, Sena mati-matian mengangkat tubuh Bara ke sofa. Cewek itu mengembuskan napas panjang dan berat lantas mengentakkan kakinya keras-keras.
Bau alkohol dan abu rokok yang bertebaran benar-benar membuat pikirannya kacau. Pada akhirnya, Sena memutuskan untuk membersihkan ruangan yang super kacau ini. Telunjuknya terkena pecahan kaca saat tengah mengambil botol di kolong meja. Sena meringis, meniup-niup jarinya cepat. Lantas kembali melanjutkan.
Cewek itu menjelajah ke belakang dan masuk ke dapur. Tidak jauh dari sana ada ruang cuci dan tempat menaruh alat bersih-bersih. Saking lengkap dan tertatanya, cewek itu melongo. Ternyata cuma satu ruangan tadi yang berantakan. Hanya butuh 15 menit dan ruangan bersih total.
Sena menyenderkan tubuhnya di bagian belakang sofa sementara Bara masih tertidur pulas. Sebenarnya, cewek itu sungguh-sungguh ingin kabur tetapi di sisi lain, ia takut mengambil risiko.
Verrel
Rel, tolong lacak lokasi gue, pantauin plis
11.32Tubuh Sena benar-benar gemetar, keringat mengucur di dahi dan pelipisnya. Ketika mengetik pesan, tangannya gemetar hebat.
Verrel adalah tetangganya saat dia masih tinggal dengan kedua orangtuanya dulu. Tepatnya ketika masih berusia lima sampai sepuluh tahun. Sejak kematian Papanya, Sena tidak lagi bertemu dengan Verrel. Dan di SMA, mereka bertemu kembali. Bukan kebetulan, melainkan karena Mamanya kembali berhubungan dengan orangtua Verrel dan saling membicarakan perihal sekolah.
"Ngapain?" Kepala Bara menjorok tepat di atas cewek itu. Rambutnya yang lebat hampir mengenai layar ponsel Sena.
Gadis itu mengerjap, tersentak lantas menggeleng kuat. Dengan cepat, ia memasukkan ponselnya ke saku celana. "Enggak, enggak ngapa-ngapain. Lo udah sadar?"
Bara mengeryit. "Lo buta?"
Kenapa gue jadi ikut-ikutan nanya sesuatu yang udah gue tau jawabannya? "Enggak."
"Tunggu di sini 15 menit, gue mau mandi," kata Bara, kembali datar.
Sena hanya bisa mengiakan untuk yang kesekian kalinya. Di mana suaranya yang lantang dan sikap semena-menanya itu? Gadis itu benar-benar mematung, tidak bergerak bahkan setelah Bara meninggalkan ruangan 10 menit lalu.
DRRRT!
Suara getar ponsel yang tidak asing. Gadis itu tersentak dan refleks membuka ponselnya. Getaran itu bukan miliknya dan Verrel juga belum membaca pesannya.
Tidak lama, suaranya berubah menjadi dering panggilan. Sena menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari sumber suara dan berdiri. Sebuah ponsel hitam tergeletak di atas sofa, tanpa nama.
Sena kembali duduk di tempat semula, menarik kakinya sampai menyentuh dada lantas menjatuhkan kepala di atasnya. Dering panggilan terus berbunyi tapi cewek itu tidak menghiraukan. Dia masih sayang nyawa.
Biasanya, dalam novel-novel yang ia baca, pemerannya akan penasaran dan ikut campur lalu akan terjadi konflik nan panjang atau kisah romansa khas anak SMA. Sena tidak menginginkan itu meskipun hidupnya sudah terlanjur kacau. Terlebih, Bara sangat mengingatkan Sena dengan Papanya.
"Mati lo?" Suara datar itu membuat Sena langsung mendongak. "Cepet diri, berangkat."
Terpaksa, Sena menurut. "Mau ke mana?" Suaranya tidak kalah datar. "Itu... teleponnya dari tadi enggak berhenti-berhenti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Are You Really a Bad Boy?
Roman pour AdolescentsBara tertangkap basah menyimpan ratusan foto dan video porno yang sebenarnya bukan miliknya. Semua orang menuduh, memaki, bahkan orangtuanya memutuskan untuk mengusir Bara dari rumah. Saat SMA, Bara berubah total. Ia bergabung sekaligus menjadi ketu...