01 - Tuduhan

1K 49 28
                                    

Tidak ada yang lebih mengejutkan dibanding tertangkap basah menyimpan ratusan foto dan video porno. Dan tidak ada yang lebih mengerikan dari pada menjadi tersangkanya—setidaknya sampai saat ini. Seorang wali kelas dan guru BK masih sibuk memeriksa ponsel yang penutupnya bergambar ilustrasi kucing tertidur. Karakter luarnya sangat berbanding terbalik dengan isinya.

Satu kelas heboh, bahkan murid-murid kelas lain ikut berkumpul, mengintip dan masuk ke ruang kelas sembilan A. Mereka berseru, dan beberapa lain diam, menggeleng-gelengkan kepala dan menatap laki-laki itu tidak percaya. Cowok yang terkenal sebagai siswa terpintar sekaligus tercuek seangkatan, Bara.

"Bu, saya enggak tau kenapa bisa ada foto dan video porno di HP saya!" cekal Bara. Nada bicaranya meninggi dan tatapannya marah. Tangannya mengepal kuat.

Kedua guru yang baru selesai menggeledah seluruh isi ponselnya menggeleng. "Lebih baik kamu menjelaskannya di ruangan saya," final Mirna—guru BK.

"Buat apa? Saya enggak pernah ngerasa nyimpen foto dan video porno. Ini semua ulah Kenzo. Dia pelakunya. Saya enggak sengaja nemuin HP-nya dan ngeliat—"

"Kok lo jadi bawa-bawa gue?" Mata Kenzo melotot, tubuhnya sedikit dimajukan, beberapa orang yang berdiri di sebelahnya menyingkir.

"Emang lo pelakunya." Suara Bara berubah datar dan matanya memandang sengit. Cowok itu berdecih, memandang remeh Kenzo yang menggertakan giginya. "Banci."

"Eh, jaga omongan lo—"

"Kalian berdua ikut saya ke ruang BK." Bu Mirna memandang keduanya secara bergantian. Sedang wali kelas, Pak Antoni mengembuskan napas berat.

"Kalian berdua?" ulang Kenzo dengan kening mengerut dalam. "Kenapa sekarang saya juga harus ikut campur dalam masalah ini?!" Alisnya bertaut, matanya menatap tajam Bara yang masih memandangnya remeh.

Tidak ada yang menghiraukannya, mereka berjalan ke luar kelas. Siswa-siswi yang berkumpul langsung membubarkan diri dengan cepat. Dengan terpaksa, Kenzo mengentakkan kaki kesal, ia berdecih dan mengekori Bara.

Mereka berjalan seperti seorang artis di atas karpet merah. Banyak murid yang belum sempat kabur kembali ke kelas sehingga harus memojokkan tubuh ke dinding untuk mempersilakan mereka lewat. Beberapa guru lain yang tidak lama memasuki kelas langsung memarahi mereka.

Bahkan ketika Bara memenangkan lomba membuat animasi 30 detik di usia 13 tahun, situasinya tidak seramai dan semenghebohkan ini. Terbuki, kabar buruk adalah kabar baik. Manusia lebih tertarik dengan hal-hal negatif.

Udara dingin menerpa wajah begitu mereka memasuki ruang BK. Ada tiga guru lain di sana. Mereka duduk di sofa panjang di ruang utama. Ketiganya menoleh hampir bersamaan. Wanita yang tampak paling tua angkat bicara, "Ada apa?"

Mirna mengembuskan napasnya berat, menandakan kalau ada masalah. Wanita dengan kerudung biru tua itu berdiri, mengikuti langkah Antoni dan Mirna yang kemudian diikuti oleh Bara dan Kenzo.

Antoni, Aisyah, dan Mirna duduk di sisi kanan sedang Bara dan Kenzo duduk di hadapannya, terpisah sebuah meja cokelat berbentuk persegi panjang.

"Bu, semua foto dan video porno di HP saya milik Kenzo. Saya enggak sengaja nemuin HP-nya di perpustakaan dan tiba-tiba ada telepon—"

"Maksud lo apa, hah? Kok lo jadi bawa-bawa gue terus?" Kenzo menoleh, menatap sengit Bara yang masih menjaga kontak matanya dengan Mirna.

"Beri waktu Bara untuk menjelaskan. Setelah dia selesai menjelaskan, kamu baru boleh bicara," tegas Antoni yang dijawab anggukan singkat oleh Mirna. Sementara itu, Aisyah—guru agama—menatap kedua anak didiknya terkejut. Matanya terbuka lebar, dan bibirnya terbuka.

Bara menghela napas samar. "Saya angkat teleponnya dan ternyata dari temen pemilik HP. Katanya, tinggalin aja di selipan rak ketiga di sisi kiri pintu masuk. Kontaknya dinamai Monyet jadi saya enggak tau nama aslinya. Saat telepon ditutup, yang muncul di layar adalah galeri. Ada banyak foto dan video porno di sana. Saya sempet ngeliat beberapa foto dan video buat mastiin—sekitar tiga sampai lima. Di antara semua itu, saya ngeliat ada foto cewek kelas sembilan D lagi ganti baju. Tubuh bagian atasnya keliatan jelas."

"Siapa namanya?" potong Antoni.

"Hani," sahut Bara, datar, lantas menoleh ke arah Kenzo di sebelahnya. Tatapannya sengit, lalu Bara tersenyum tipis, semakin lama senyumnya berubah menjadi seringaiian puas. "Pacar Kenzo."

"Kenzo kembali ke perpustakaan dengan tergesa-tergesa. Mukanya panik waktu liat saya udah megang ponselnya. Dia buru-buru ngerampas itu dari saya dan ngancem kalau saya berani nyebarin rumor tentang ini. Saya emang enggak ada niatan nyebarin tapi seminggu setelah kejadian itu—hari ini—dia yang malah bikin masalah," lanjut Bara. Nada bicaranya jernih, dan jelas.

Mirna membisikan sesuatu pada Antoni, setelahnya Antoni meninggalkan ruangan. Samar-samar Bara bisa mendengarnya kalau Mirna meminta wali kelasnya untuk mengecek kamera pengawas.

"Bagaimana denganmu, Kenzo?" Mata Mirna beralih ke Kenzo, alisnya sedikit naik.

"A-apa?" Mata Kenzo menyalang. "Enggak ada yang perlu saya jelasin, kan? Saya enggak salah apa-apa. Orang ini cuma bawa-bawa saya biar dia enggak dihukum." Kenzo berujar lantang, matanya menajam tapi kakinya agak gemetar. Ia berusaha terlihat setenang mungkin.

Mirna tersenyum tipis. "Baik, Ibu akan meminta orangtua kalian datang ke sekolah."

"Hah?! Enggak bisa gitu dong, Bu! Kan saya enggak salah apa-apa! Kalau enggak percaya geledah aja HP saya!" seru Kenzo berapi-api.

Mirna masih bersikap tenang dengan senyum tipisnya. "Bukannya Ibu enggak percaya, tapi biar semuanya jelas," ujarnya lembut. "Ya udah mana ponselnya." Mirna mengulurkan tangannya di atas meja dengan telapak terbuka.

Kenzo berdecak kesal, ia mendesah tapi mau tidak mau harus mengikuti apa yang wanita di depannya pinta. Kenzo mengeluarkan ponsel dari sakunya, dan menaruhnya tepat di atas telapak tangan Mirna.

Alis mata Mirna naik. Ia langsung memeriksanya. Galeri, pesan, media sosial, semuanya. Tapi tetap, ia tidak bisa menemukan apa pun. Ponselnya benar-benar bersih. Pesannya juga tidak terlihat ada yang dihapus. Bahkan pesan-pesan yang isinya umpatan masih ada. Tapi tidak seperti yang Bara katakan, nama kontaknya hanya berupa nama panggilan biasa. Tidak ada kontak bernama binatang satu pun.

"Untuk sementara, HP kamu Ibu tahan dulu." Mirna memasukan ponsel Kenzo dalam laci, kemudian berdiri.

"Ibu masih enggak percaya sama saya?" Kening Kenzo mengerut.

"Berisik banget lo," celetuk Bara, menyunggingkan bibirnya kesal. Tatapannya menajam. "Jelas-jelas gara-gara lo gue jadi ada di sini. Jangan bersikap seolah-olah lo yang korbannya," tekan Bara.

"Lo?!—"

"Diam. Ibu ingin bicara dengan orangtua kalian," titah Mirna. Tangan kanannya memegang gagang telepon sedang tangan lainnya membolak-balik halaman buku identitas siswa.

Bara dan Kenzo berdecak bersamaan. Keduanya terus memandang sengit satu sama lain. Akhirnya, Bara hanya bisa mengembuskan napas panjang, berat. Dia paling tidak suka terlibat dalam drama yang sangat tidak penting.

"Baik. Ibu sudah meminta orangtua kalian untuk memeriksa kamar masing-masing. Kita akan lihat hasilnya begitu mereka tiba."

- bersambung -

VOTE dan KOMEN kalau suka dengan ceritanya! :)

Are You Really a Bad Boy?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang