His Way To Apologize

12.1K 651 65
                                    

Tahu begini aku memilih langsung mewawancarai Daniel tanpa bertanya pada Janet. Atau seharusnya kuabaikan saja tawaran makan siang Janet dan berdiam di sini. Siapa yang sangka Janet yang kupercayai malah memasukkanku ke dalam lubang perangkap.

Aku pastikan pipinya itu akan menjadi korban cubitanku saat bertemu dengannya lagi.

Padahal sudah kukatakan aku sedang bertengkar dengan Jack, tapi dia malah menyuruhku makan siang dengannya. AH!! Justru itulah penyebab Janet menipuku. Untuk membuatku berbaikan dengannya. Dasar bodoh kau Karen Paulina!!

Yang jelas tidak bisa kutunda waktu makan siang ini mengingat para cacing di perutku telah bangun dan siap perang. Bagaimanapun caranya aku harus makan sebentar lagi. Walaupun artinya aku harus pergi bersama Jack Wilder.

Aku berdiri di depan pintu lift dengan kedua tangan ditekuk, menunggu pintu lift terbuka dan menampakkan sosok yang ada di bayanganku. Ya ampun, bahkan sebelum bertemunya secara nyata aku sudah pusing tujuh keliling memikirkan adu debat yang akan terjadi dengannya. Belum lagi perintahnya dulu-dulu untukku menjauhinya.

Lift berhenti di lantai tempatku berada dan perlahan pintu mulai membuka. Mataku langsung menatap sosok di dalamnya yang masih menunduk melihati HP-nya. Saat dia sadar lift sudah terbuka HP-nya dimasukkan kembali ke kantung dan barulah mata abu-abu itu menatapku. Lengkap dengan ekspresi kaget.

Penampilanku diamati dari atas sampai bawah seakan memeriksa apa aku manusia atau hantu. Tapi aku sedang tidak ingin berlama-lama adu pandang dengan Jack. Aku masuk ke dalam lift tanpa membiarkan Jack berjalan keluar. Dia tidak boleh sampai menolak mengantarkanku pergi makan, yang aku yakin bisa terjadi mengingat kebencian nya padaku. Tombol lift dengan keras kutekan sampai pintu lift kembali tertutup.

Mata abu-abu itu memberiku tatapan bingung. Tapi aku hanya bisa menjelaskan sedikit, karena aku juga korban penipuan di sini. "Kita pergi makan!"

Begitu pintu lift terbuka di lobby aku berjalan duluan dan untungnya Jack mengikutiku tanpa aku harus menariknya. Aku berdiri di depan gedung menunggu Jack menyusulku.

"Apa?" Tanyanya.

"Dimana?"

"Apaan dimana?" Tanyanya lagi.

"DIMANA RESTORANNYA?"

Sudah pasti emosiku terganggu setelah menjadi korban penipuan sahabat yang kupercayai ditambah dengan perut yang terasa sangat kosong ini. Lalu aku juga harus bisa menyembunyikan debar jantung dan rasa senang bisa melihat wajah itu lagi. Malah hari ini penampilannya terlihat sempurna dengan kemeja berwarna biru itu.

Seakan baru teringat akan tugas yang baru diberikan padanya, Jack pergi berjalan mendahuluiku dan kali ini aku yang mengekor di belangnya.

Jack memastikan aku mengikutinya dengan baik sebelum masuk ke dalam salah satu bangunan. Banguna itu berdindingkan kaca sehingga dapat terlihat dari luar ini adalah restoran yang cukup ramai.

Begitu aku masuk yang menyambutku adalah angin pendingin ruangan dan wangi makanan. Sekarang cacing di perutku telah membunyikan beduk perang mereka. Untung tidak ada yang terlalu dekat denganku sampai bisa mendengarnya.

Aku dan Jack berdiri diam sampai seorang pelayan menyambut kami dengan mendekap buku menu. "Berdua saja?" Mata sipitnya bergantian menatapku dengan Jack.

"Sendiri sendiri." Jawabku karena melihat Jack tidak menjawab dan hanya mengangguk.

"Berdua. Saya dan dia bersama-sama." Koreksi Jack.

"Berikan saya meja sendiri dan laki-laki bule ini meja sendiri."

"Berikan kami meja untuk dua orang."

When You're Not LookingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang