Nowadays Women Are The Wolfs

7.4K 598 32
                                    

Karen's POV

Satu tindakan salah akan membawamu masuk ke dalam situasi yang tidak kau inginkan. Benar?

Setidaknya itulah yang aku alami. Hidup berpegangan dengan moto 'bertindak tanpa pernah berpikir', hal semacam ini banyak terjadi padaku.

Contohnya dengan memaksa Jack berdiri di bawah hujan deras dua hari lalu. Akibatnya bule palsu itu meringkuk kedinginan seperti udang di apartemennya sekarang.

Aku sebagai pelaku kejahatan, berusaha menebus kesalahan dan pergi menjenguknya. Tapi seperti biasa, Jack tidak bisa mengenali niat baikku.

"Datanglah saat kau berhasil mengubah biji buah salak menjadi manisan biji salak, Karen." Jack menggunakan kalimat penolakan khusus untuk aku seorang. Ini artinya dia benar-benar akan membenciku jika aku mendatanginya. Walau sekarang dia juga sudah membenciku.

Kenapa harus biji salak? Karena aku pernah membohonginya bahwa manisan biji salak yang dijual di pasar tradisional adalah asli dari biji buah salak. Dan bule palsu ini tidak pernah melupakannya.

"Jack, jangan membuatku harus bertanya tentang alamatmu pada polisi."

"Aku tidak akan memberitahu karena kau tidak perlu datang."

Perlahan kuhapus keringat yang muncul di dahiku karena perdebatan via telepon ini. Aku tahu dia tidak ingin Karen Paulina muncul di depan rumahnya. Tapi demi Tuhan, dia sedang sakit! Tidak bisakah dia bertingkah seperti orang sakit yang ingin dirawat oleh orang lain?

"Aku akan datang, Jack." Tegasku sekali lagi sebelum mematikan telepon.

Walau artinya aku harus pergi bersama pasangan sejoli itu.

**

Dipermainkan oleh Janet dan Daniel dalam satu hari yang sama membuatku berjanji pada diri sendiri keesokan harinya. Untuk tidak bertemu atau bahkan membicarakan Jack saat mereka berdua di dekatku.

Walau aku datang menjenguk Jack dengan menumpang mereka, tapi janji itu masih bisa kupertahankan. Aku menunggu di lantai dasar selama Janet dan Daniel berbincang-bincang dengan bule palsu itu. Setelah mereka berdua pulang, aku baru pergi melihat Jack.

Jadi aku menghabiskan waktu menunggu dengan melihati lukisan abstrak yang membuatku merasa berbakat dalam seni. Setengah jam kemudian, pasangan itu keluar dari lift sambil bergandengan tangan.

Masih bergandengan tangan, mereka menjelaskan di lantai berapa apartemen Jack berada. Aku menatap mereka tanpa henti dan akhirnya kedua orang itu balik memberikanku tatapan risih.

"Kenapa menatapku seperti itu, Karen?" Akhirnya zona nyaman Janet benar-benar terusik dengan tatapanku.

"Kalian berdua bergandengan seperti ini saat menemui Jack?"

"Hanya saat kami berpamitan pulang."

Kutatap Daniel untuk meminta konfirmasinya dan dia mengangguk mengiyakan. Syukurlah. Karena jika Jack melihat apa yang kulihat sekarang, maka jiwanya sudah terbang ke surga.

Sebuah salam perpisahan terucap antara kami bertiga yang mulai berjalan ke arah berbeda. Mereka berjalan keluar dari gedung sedangkan aku masuk ke dalam lift menuju lantai di mana kamar Jack berada.

Aku membunyikan bel pintu kamarnya tanpa rasa sungkan, tiga kali dengan tempo yang cepat. Kemudian pintu mulai terbuka dan wajahnya terlihat seperti telah menungguku. Walau perkataannya menunjukkan hal yang berbeda.

"Astaga..." Keluhnya dengan raut wajah dan nada yang datar.

"Sekarang kau bisa mempercayai kehebatanku dalam mencari informasi?"

When You're Not LookingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang