Undo The Time, Please!

9.3K 605 58
                                    

Karen's POV

Aku bersumpah, suatu saat aku akan mencekik bule palsu itu sampai jiwanya diangkat malaikat untuk pergi ke surga. Dan aku yakini saat itu adalah sekarang.

Tindakannya keterlaluan. Di depan mataku dan adiknya, Erick, Jack menyetujui adegan reka ulang kejadian memalukan itu. Saat sundulan kepalaku disalahartikan menjadi keinginan untuk menciumnya.

Hasrat terpendam Jack akan kata 'maaf' dari Karen Paulina memang bukan hal yang baru bagiku. Tapi reka ulang kejadian tadi bukan cara yang benar untuk mendapatkannya!

Keinginan Jack jelas tidak boleh terwujud. Dan aku tidak segan melibatkan kepalan tanganku untuk mencegahnya.

Setelah memastikan posisi Erick telah jauh dari meja, aku mulai berbicara. "Hentikan candaan tidak lucumu, Jack."

"Aku tidak bercanda."

"Kau ingin merasakan sakit lagi?"

Ancamanku membuat mata abu-abunya menatapku yang mengangkat kepalan tangan kanan. Tanda aku siap memberinya rasa sakit jika dia tidak merubah keputusannya.

Bule palsu itu diam tanpa kata dan tanpa kedipan mata. Padahal mataku saja sudah lelah melihat wajah datar itu terus-terusan.

Dan saat bibir Jack mulai bergerak, bukan ucapan menyerah yang kudapatkan. Melainkan senyuman lebar seperti senyuman dalam iklan pasta gigi pepsodent ditambah dengan kalimat, "Silakan. Tapi ingat untuk meminta maaf dua kali padaku nanti."

Aku berdecak kesal mendapati ancamanku barusan tidak berefek apapun. Sial, rencana A gagal. Saatnya menjalankan rencana B. Menolak sampai kapanpun.

"Aku tidak akan melakukannya. Kalau kau tetap ingin, lakukan reka ulang itu dengan Erick. Kalian serasi."

Jack masih tersenyum. Dan senyumannya membuatku yakin rencana B juga akan gagal sebentar lagi. Terbukti dari kalimat Jack selanjutnya.

"Kau tidak perlu takut, Karen. Aku tidak akan marah kalau kau memang ingin menciumku."

Spontan tanganku bergerak mencubit bibir gila Jack. Apa katanya tadi? Takut? Sejak kapan Karen Paulina takut menghadapi kemarahan Jack Wilder?

Omong kosong Jack membuatku lupa dengan rencana B-ku. Seharusnya aku tetap mengatakan tidak. Tapi sayangnya Karen Paulina bukan orang yang bis mengabaikan tantangan terbuka untuknya. Aku beli tantanganmu, Jack!

Bibir Jack memerah ketika aku melepaskan cubitanku. Aku menarik kerah bajunya mendekatiku dan menatap ke dalam mata abu-abu itu. Semata-mata untuk memperlihatkan api amarah yang berkobar di dalam diriku. Pelan dan menggeram layaknya seekor singa, aku berbisik. "Kalau begitu apapun yang terjadi nanti, jangan menyesalinya, Jack."

Akan kuperlihatkan akibat dari menantang seorang Karen Paulina.

**

"Aku boleh melihat reka ulangnya?" Tanya Erick setelah kami bertiga tiba di dalam apartemen Jack.

Jack mengalihkan pandangannya ke arahku seakan-akan akulah yang berkuasa memberikan Erick izin.

"Boleh." Jawabku.

Kemudian lagi-lagi Jack menatapku dengan tatapan menyebalkan. "Kau yakin, Karen?"

Aku mendengus kesal mendengar Jack mempertanyakan keputusanku. Bukankah tadi dia yang memintaku memutuskan? Sekarang aku memberikan suatu jawaban dan dia tidak menyukainya.

"Kenapa tidak?"

Dengan satu gerakan, Jack mendekatiku sampai batas amannya. Mungkin sedikit melewati batas aman karena sekarang rongga hidungku dipenuhi wangi tubuhnya.

When You're Not LookingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang