Well Done, Janet!

16.1K 733 57
                                    

Sudah berapa bulan aku menghilang? Banyak rasanya haha. Dan walau aku sudah menghilang begitu lamanya masih aja ada yang membaca dan mencari diriku untuk melanjutkan. Untuk orang-orang itu aku ucapkan terima kasih bangett.... Karena kalau nggak ada kalian ini cerita nggak bakal lanjut.

Well, let's enjoy!!

Karen's POV

Flashback

Sulit untuk berdiam diri di dalam mobil ketika ada yang duduk di sebelahku. Tapi apa daya bila suasasa hati orang itu sedang sangat jelek. Dan akulah penyebabnya menjadi seperti ini. Keadaan semakin memburuk karena aku tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Hidupku memang selalu bertambah sulit kalau sudah berhubungan dengan bule palsu ini.
Mataku sesekali mencuri pandang ke samping saat mobilku terpaksa berhenti seperti mobil-mobil yang lain. Sinar matahari sore yang masuk dari kaca depan membuat rambut coklat itu berwarna kemerahan. Hanya itu yang bisa aku lihat dari dirinya. Ya, rambutnya doang. Kepalanya yang diputar berlawanan arah denganku membuatku hanya dapat melihat bagian samping kepalanya.
Cih, ternyata Jack benar-benar marah kali ini.
Pokoknya Jack harus bisa memaafkanku sebelum perjalanan ini berakhir. Kesunyian ini benar-benar mencekik leherku dan aku tidak bisa mengabaikannya lagi. Tapi tentu saja aku harus bisa melakukannya tanpa mengucapkan kata maaf terang-terangan. Karena seorang Karen memang tidak pernah meminta maaf duluan.
"Mau marah seperti apapun padaku, kunci motormu yang hilang tidak akan muncul tiba-tiba di hadapanmu." Ucapku sambil tetap berfokus ke jalan.
Yang terdengar hanyalah hembusan nafasnya seperti tadi sebelum aku berbicara. Tidak ada jawaban yang kuharapkan maupun jawaban yang kuhindari. Apa perlu kupukul kepala orang ini dulu supaya lidahnya dapat kembali bekerja?
Untung saja jalanan cukup lancar sore ini sehingga aku tidak perlu berlama-lama dengan orang yang pura-pura bisu ini. Begitu sampai langsung saja Jack membuka pintu mobil dan berjalan menuju bagasi untuk mengambil tasnya.
Biarkan sajalah dia marah untuk hari ini.
Jarum menit di jam tanganku tanpa disadari telah berpindah ke angka selanjutnya selagi aku menunggu mendengar suara bagasi kembali ditutup. Kenapa mengambil tas saja memakan waktu lima menit? Setahuku yang harus Jack lakukan hanyalah membuka bagasi mobil, mengangkat tasnya keluar, dan menutupnya kembali. Setelah itu selesai sudah.
Penasaran, aku meloncat keluar dari mobil dan memutar ke bagian belakang. Dan yang kulihat di sana membuatku sangat menyesali kenapa aku tidak jadi memukul kepala bule palsu itu tadi.
"Kamu ngapain bongkar-bongkar tasku?" Teriakku tidak rela saat tasku yang sudah kurapikan susah payah di sekolah untuk memuat semua buku pelajaran 'diperkosa' habis-habisan.
Bule palsu itu tidak menjawabku dan terus melakukan pencarian harta karunnya dalam tasku. Gunungan buku milikku di lantai bagasi semakin lama semakin tinggi berkat tangannya yang mengeluarkan semua isi tasku dengan cepat. Sehingga sekarang yang tersisa dalam tasku adalah... tasku!
AKU HARUS CEPAT MENGHENTIKANNYA SEBELUM....
Terlambat.
Tangannya berhenti bergerak seakan ia telah menemukan sesuatu. Lalu perlahan ditarik keluar dari dalam tasku sambil menggengam serangkai kunci. Kami berdua sama-sama mengamatinya dalam diam. Dan dalam kondisi hati yang berbeda. "Ini kunci motorku." Akhirnya Jack menatap ke arahku setelah beberapa lama berfokus ke rangkaian kunci itu.
"Kau bilang kau menghilangkannya." Sambungnya lagi saat aku tidak segera menjawab.
Sekarang kunci itu sedang diputar-putar oleh tangan pemiliknya sambil menunggu jawabanku. Aku berdiri lebih tegak dari yang tadi seraya mencoba mencari jawaban untuk kalimatnya. "Tadi aku juga mengira aku menghilangkannya. Sudah kucari ke berbagai tempat dan tasku-"
"ADUDUH! LEPASKAN PIPIKU, BULE PALSU!" Racauku panik juga kesakitan saat tangannya mencubit pipiku keras-keras di saat aku menjelaskan. 'aduh' hanyalah satu dari belasan kata yang aku keluarkan tanpa sadar. Tapi tangannya masih tetap bersantai di sana setelah mendengar teriakanku.
"Kulepaskan kalau kau berjanji berbicara jujur." Ancamnya.
"Yang barusan kukatakan itu jujur!" Dari mana dia tahu aku akan jujur dan berbohong jika dia tidak mendengarkannya dulu?
"Kulepaskan kalau kau berjanji berbicara jujur." Jack kembali mengulangi kalimatnya seperti tidak mendengar jawabanku.
"iya iya IYA!!"
Akhirnya pipi malangku ini dilepaskannya. Tapi terlalu terlambat. Sekarang wajahku yang cantik sudah bengkak dan merah sebagian karenanya.
Bule palsu sialan ini akan tersungkur di lantai sekarang, jika aku tidak berjanji pada guru karateku untuk tidak mempraktikkan jurus rahasianya.
Aku menatapnya marah dan Jack hanya menatapku malas.
"Aku benar-benar tidak melihatnya di dalam tasku tadi. Aku juga kaget waktu kau menemukannya di sana." Jelasku lagi, tapi kali ini lebih waspada dengan tangan Jack.
Kali ini dia memang tidak kembali mencubitku, tapi memberiku jawaban yang sangat amat tidak nyambung. "Kau masih menggosok hidung mu."
Spontan aku menatap ke arah hidungku dan ternyata benar. Tanpa kusadari dari tadi tangan kananku terus menggosok hidungku sampai merah.
"Memangnya kenapa?" Tanyaku sewot.
Aku tidak suka diamati terlalu dalam oleh orang lain. Apalagi dengan orang ini.
"Berarti kau masih berbohong."
Spontan aku tertawa melalui hidungku. Yang benar saja? Mengetahui aku berbohong karena aku menggosok hidungku?
"Jangan tertawa. Apa kau tidak sadar kau sudah tidak bisa membohongiku lagi akhir-akhir ini?"
Kata-katanya tidak salah. Aku memang tidak pernah bisa menipunya lagi beberapa minggu terakhir ini. Tapi masa karena itu?
"Oke, aku jujur. Aku hanya ingin mengerjaimu saja."
"Bukan karena kau khawatir?"
"Khawatir kenapa?"
"Khawatir aku melamun di tengah jalan? Takut terjadi sesuatu padaku?"
HAHAHAHAHAHAHAHA...
mungkin...
Walau sulit kuakui, sepertinya memang itu penyebab aku menyembunyikan kunci motornya. Agar Jack yang sedang panik dan takut kehilangan Janet bisa pulang denganku dan sampai di rumah dengan selamat. Tapi gelarku sebagai musuh nomor satu Jack wilder akan hilang jika aku mengatakannya. Jadi kuputuskan untuk melanjutkan apa yang tadi kulakukan. Berbohong.
"Aku tidak sebaik itu." Sangkalku sambil sedikit tertawa. Kedua tangan kusilangkan di depan dada, mencegah mereka untuk menggosok hidungku. Sial, kenapa tiba-tiba jadi terasa gatal?
Jack mengambil tasnya dengan cekatan lalu maju mendekat ke arahku. Sangat dekat sampai aku bisa melihat bagian hitam di mata abu-abunya. Angin dingin menyelinap dari bahunya dan mengenaiku, membawakanku wangi dirinya yang sangat kukenali. Ujung bajunya yang sempat dia keluarkan melambai-lambai dan memamerkan kaus putih yang dia kenakan di bawahnya.
Matanya menatap lekat milikku saat dia berkata, "Kau memang wanita zaman batu kasar yang berlaku semena-semena setiap harinya. Tapi aku tahu terkadang kau bisa menjadi baik. Seperti hari ini."
Aku baru ingin menertawakannya ketika tangannya mencubit hidungku. Bukan, bukan mencubit tapi berusaha menghilangkan rasa gatal nya. Rasanya begitu enak sampai aku membiarkannya. Lalu bibir miliknya tersenyum saat menemukanku tidak menepis tangannya.
Dan saat itu, jantung ini tiba-tiba mempunyai kecepatan macam mobil Ferrari.

When You're Not LookingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang