"Yang terbaik tidak akan hilang. Jika ia menghilang, maka ia bukanlah yang terbaik."
-insomkopi/P.erasaan-
_____Usai menuruni angkutan umum, Afika mengejar sosok Vimna yang tadi sempat ia lihat mengendarai motor maticnya melewati gerbang sekolah. Ia berlari ke arah parkiran. Tak berselang lama, ia sudah berada di samping gadis itu.
Vimna yang baru saja menggantungkan helm di spion kiri. Agak terkejut dengan kehadiran Afika di sebelahnya.
"Eh, Afika," sapa Vimna ramah dengan senyum menghiasi wajahnya.
Yang di sapa pun ikut tersenyum samar. Ia menghela napas kasar, lalu mencoba menanyakan pembicaraan semalam yang terpotong.
Sambil berjalan menyusuri setiap lorong kelas, Vimna bercerita tentang masalah Jelita. Dan berusaha menghilangkan kerutan bingung Afika yang semakin jelas terlihat.
"Vimna, kenapa Jelita mikir kalau aku penyebab putusnya dia sama Kak Juno?" tanya Afika usai penjelasan Vimna selesai. Ia sungguh penasaran.
Karena keingintahuannya itu, tidur Afika tidak bisa dikatakan nyenyak sama sekali. Apalagi ia harus memikirkan soal bundanya yang tiba-tiba berubah dari biasanya.
Vimna menghentikan langkahnya lalu menatap Afika dengan ragu. Ada beberapa kata yang ingin ia lontarkan tetapi tersangkut di tenggorokannya. Pelan, ia mengembuskan napasnya.
"Kayak yang semalam gue bilang sama lo. Jelita ngira lo sama si sialan kutu kupret itu saling suka. Dan dia jadi marah saat tahu kalau semua prasangkanya benar," ucap Vimna lalu jeda beberapa detik.
"Jelita bilang ke gue, lihat lo sama dia ngomong berdua di balkon kelas."
Kedua mata Afika membelalak tak percaya. Ingatannya langsung terarah pada saat kejadian Juno mencengkeram tangannya. Refleks, ia memegangi pergelangan tangan kanan. Melihat hal itu, Vimna menaikkan satu alisnya. Ia heran dengan sikap Afika barusan.
"Tangan lo kenapa Fik?"
Afika menggeleng pelan lalu menurunkan pergelangan tangannya. Dia pun meminta Vimna melanjutkan perkataannya. Tentang sebab apa saja yang membuat Jelita berpikiran seperti itu pada Afika.
Selesai menaiki tangga, Vimna dan Afika menyelesaikan pembicaraan. Air muka Vimna tampak muram. Mengetahui hubungan antar sahabatnya menjadi buruk hanya karena seorang lelaki tak tahu diri bernama Juno.
Afika juga merasa dirinya terhimpit oleh bermacam masalah yang membuatnya lelah untuk berpikir. Masalah mengenai ayahnya belum menemukan titik temu. Pemicu perubahan sikap dan perilaku bundanya pun belum Afika ketahui. Dan kali ini, Afika dituduh sebagai faktor putusnya hubungan antara Jelita dan Juno.
Tanpa aba-aba, kepala Afika sedikit berdenyut. Langkahnya pun terhenti dan tangan kirinya langsung menyentuh pelipis. Menekan denyutan itu agar dapat meredakan kepalanya yang pusing.
"Lo kenapa Fik? Sakit? Ke UKS aja yuk," tawar Vimna agak cemas dengan kondisi sahabatnya. Mata Afika memejam menyembunyikan sesuatu tak mengenakkan yang tengah ia rasakan.
"Nggak apa-apa, ke kelas aja Vim."
Afika memaksakan diri untuk melanjutkan langkahnya menuju kelas. Kurang beberapa meter lagi, kedua gadis itu sampai di depan pintu yang terdapat papan bertuliskan nama kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menuju Hidayah-Mu
SpiritualSpiritual-Teen Fiction (ON GOING) Cover by: @liafadhilah Meskipun sudah berada di jalan yang benar, bukan berarti seseorang itu pasti mampu memegang keistiqamahannya. Sama halnya dengan gadis di kisah ini. Dia Afika Sidqia A., salah satu siswi d...