"Sejauh apapun manusia tersesat, Allah akan mengirimkan sinyal petunjuk untuk kembali kepada-Nya."
-Puri Meuthia-
___
Sepulang sekolah, Vimna dan Rasya mengunjungi salah satu toko buku. Ini semua karena ajakan Vimna, dari awal ia berencana mendekatkan Rasya dan Afika. Sebab keduanya memiliki kesamaan yakni sama-sama menyukai buku. Akan tetapi kenyataan tak sesuai perkiraannya. Akhirnya, hanya dia dan Rasya yang pergi ke toko buku.
Setengah jam ia mengelilingi seluruh isi toko, tak ada satu pun buku yang memikat Vimna. Bahkan sedari tadi ia memasang wajah masam. Meskipun Afika tak bisa ikut, ia tetap harus menepati ucapannya pada Rasya. Karena lelaki itu terlanjur mengiyakan ajakan Vimna dan juga berniat mencari sebuah buku.
Tak mungkin jika Vimna akan membatalkannya. Kalaupun bisa, ujung-ujungnya dia akan tetap pergi ke toko buku. Menemani sepupunya itu.
"Belum ketemu sama bukunya?" tanya Rasya masih dengan fokusnya pada barisan buku di depan.
"Hmm, kayaknya stoknya udah habis. Lo udah ngambil buku yang mau dibeli?" Vimna terpaksa berbohong. Ia tak ingin sepupunya curiga.
Rasya mengangkat sebuah buku ditangannya. Sekilas Vimna melihatnya, lalu mengangguk kecil.
"Ok, pulang yuk. Lain kali aja gue dateng ke sini lagi," ajak Vimna tanpa ada kekecewaan di wajahnya. Justru inilah yang ia tunggu sejak tadi.
Rasya mengedipkan matanya lalu berjalan ke kasir untuk membayar buku. Sedangkan Vimna menghela napas cukup berat. Manusia jika berhadapan dengan sesuatu yang tak disukainya, pasti merasa bosan dan sungkan.
♥♡♥
"Menurut keterangan dari salah satu blog. Ada beberapa orang meninggal yang belum bisa dikatakan korban ataupun pelaku. Karena mayatnya susah untuk dikenali identitasnya," ujar Rin sambil menatap ke arah depan. Matanya mengamati rumput-rumput yang mulai memanjang tertiup angin.
Afika mendengarkan penuturan Ririn meskipun matanya tetap mengamati layar laptop. Ada setitik harapan yang muncul di hati Afika.
Usai membaca rincian informasi yang Ririn cari, Afika mengembalikan benda persegi panjang itu pada pemiliknya. Detik berikutnya, ia masih ingin memastikan sesuatu yang mengganjal di pikirannya.
"Apa pendapat Kak Rin mengenai orang yang jauh dari Agama?"
Pertanyaan yang sama saat Afika pernah mengatakannya pada Rasya. Walaupun jawaban dari Rasya kala itu membuat hatinya cukup tenang, tetapi Afika masih butuh sesuatu untuk meyakinkan perasaannya.
Ditatapnya Kak Rin yang masih fokus ke depan. Selang beberapa detik, dia mengalihkannya pada Afika lalu tersenyum manis.
"Orang yang jauh dari agama tak sepantasnya di pandang sebelah mata. Meskipun ia berada di jalan yang salah, bukan berarti selamanya dia akan tetap di situ."
Jeda lima detik, Ririn meneruskan ucapannya, "yang seharusnya dilakukan pada orang itu adalah membimbingnya ke jalan yang benar. Pelan pun yang penting dia ada kemauan untuk berubah. Hidayah Allah itu sudah pasti semua manusia diberi porsinya masing-masing. Ada yang lewat dari orang lain, ada yang datang setelah diberi musibah, dan masih banyak cara untuk menyampaikan Hidayah-Nya."
Afika menyadari perkataan Ririn barusan seakan mengingatkannya. Banyak hal yang berubah usai bertemu sosok perempuan berjilbab syar'i itu. Ia tak lagi merasa benci dengan pembahasan mengenai agama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menuju Hidayah-Mu
EspiritualSpiritual-Teen Fiction (ON GOING) Cover by: @liafadhilah Meskipun sudah berada di jalan yang benar, bukan berarti seseorang itu pasti mampu memegang keistiqamahannya. Sama halnya dengan gadis di kisah ini. Dia Afika Sidqia A., salah satu siswi d...