• 14 • Lembaran Baru

17 1 0
                                    

Hari Senin kali ini terasa cukup cepat bagi siswa-siswi 10 IPS 1. Beberapa guru tidak masuk ke kelas dan tidak jadi ulangan. Surga, bukan? Kejadian langka ini baru pertama kali mereka rasakan. Sebelumnya tidak ada guru yang pernah membatalkan jadwal ulangan yang sudah direncanakan jauh-jauh hari.

"Yuhu, akhirnya bel pulang bunyi juga..." lega Feli sembari memasukkan buku dan tempat pensilnya ke tas.

"Ki, bisa tolong gantiin gue piket gak? Keponakan gue ultah nih harus cepet pulang," pinta Yasmin, bendahara kelas Kiara.

Kiara tampak berpikir sebentar lalu mengiyakan. Lagipula habis ini tidak ada hal mendesak yang harus ia kerjakan.

"Wahhh, makasih Ki! Besok gue bayarin uang kas deh!" seru Yasmin senang dan segera berjalan cepat keluar kelas.

"Gue ga bisa nemenin lo piket, nih. Papi gue baru pulang tugas jadi mau jemput di bandara sekalian..." ucap Feli dengan nada penyesalan yang cukup terlihat jelas.

"Santai aja. Lagian gue kan gak piket sendirian juga," jawab Kiara santai mengingat ayah Feli yang bekerja sebagai pilot dan jarang pulang. Feli sering bercerita bahwa ia selalu tidak sabar menunggu ayahnya pulang tugas.

Setelah dua puluh menit merapikan kelas, akhirnya piketnya selesai.

"Duluan ya, Ki!" pamit Gea dan Tari, teman sekelasnya.

Kiara mengucapkan hati-hati di jalan untuk mereka dan juga bersiap keluar kelas.

"Ki, tunggu gue dong. Keluarnya barengan kek," panggil Marco, teman sekelasnya yang merupakan ketua kelas.

Akhirnya mereka jalan bersama menuju ke parkiran. Ia cukup akrab dengan Marco karena orangnya yang sangat easy going.

"Mau bareng sekalian nggak?"

"Eh, gak usah. Ntar si Winda cemburu repot gue," jawab Kiara dengan tawa

Marco hanya tertawa mendengar jawaban Kiara dan segera melajukan motornya untuk keluar lingkungan sekolah. Winda itu bukan pacar Marco, tetapi memang betul bahwa si Winda sudah menyukai Marco sejak awal MPLS. Bahkan Marco sudah menolaknya berkali-kali tetapi perempuan itu tak kunjung menyerah.

Kiara melihat lalu lalang beberapa siswa yang sepertinya sedang bersiap untuk ekskul basket. Beberapa orang juga menyapanya dan bertanya mengapa ia masih di sekolah pada jam segini.

"Loh, Ki. Tumben masih di sekolah," sapa Elang dengan motor sportnya yang menghampiri Kiara di dekat pos satpam sekolahnya.

"Eh iya ini baru kelar piket..." jawab Kiara yang sesekali menengok handphone-nya dengan cemas.

"Pulang bareng mau?" tawar Elang yang terdengar serius di telinga Kiara. Hal itu membuatnya terkekeh pelan.

Elang menatap Kiara dengan heran. Apakah ada yang salah dengan ajakannya? Jarang sekali Kiara terkekeh seperti itu.

"Tadi gue liat muka lo panik banget kaya ga keburu dapet taksi online gitu... Makanya gue ajak pulang bareng," jelas Elang yang entah mengapa merasa gugup.

"Jadi kalo gue udah dapet taksi online gak bakal diajakin pulang bareng nih?" goda Kiara

"Ya kan kalo udah dapet ntar kasian drivernya karena di cancel..." bela Elang yang terlihat kikuk.

Suasana hati Kiara belakangan ini sedang baik. Rasanya seperti ia mulai kembali ke dirinya yang dulu. Ia jadi lebih sering bercanda dan tertawa, entah itu di kelas ataupun di kantin saat mengobrol dengan teman-temannya. Ia sudah beberapa kali merenungkan bahwa tidak ada gunanya untuk terus bersedih.

Tentang Keno yang memang sekarang berada di sekolahnya dan sepertinya mencoba untuk mengembalikan semua yang pernah terjalin di antara mereka dulu juga sudah ia bodoamat-kan. Kiara tidak peduli lagi mau sekeras apapun Keno mencoba. Lagipula Kiara tahu bahwa Keno tidak seberani itu untuk terus muncul di hadapannya. Setidaknya ia masih punya ruang untuk tidak terganggu dengan kehadiran Keno.

Benar, Kiara sudah rela. Ia sudah merelakan Keno walaupun belum seratus persen. Ia sudah membuang semua hal yang berkaitan dengan pria itu. Barang-barang pemberian Keno yang dua tahun ini masih ia simpan juga sudah Kiara buang.

Kiara sudah membangun tembok sekokoh baja untuk masa lalunya. Ia harus membuka lembaran baru. Ia hidup di masa kini, jadi ia lebih memilih untuk menjalani apa yang memang ada di depan matanya. Tak perlu menengok ke belakang atau bahkan tinggal di masa lalu dengan penuh kesedihan seperti yang kemarin-kemarin sempat ia lakukan.

-

"Makan di sini nggak papa kan, Ki?" tanya Elang yang memarkirkan motornya di pinggir jalan

Akhirnya Kiara dan Elang pulang bersama. Tetapi ternyata mereka tidak langsung pulang karena ketika dalam perjalanan tadi Elang tidak sengaja mendengar bunyi perut Kiara yang sepertinya belum diisi sejak siang.

"Nggakpapa, kok. Gue anaknya ga terlalu pemilih buat makanan," jelas Kiara sembari bergerak turun dari motor.

"Ini mi ayam bakso langganan gue dari dulu. Walaupun tempatnya keliatan kuno banget tapi rasanya enak banget, sejauh ini gue belum nemu yang seenak sini." ucap Elang sembari melangkahkan kakinya masuk ke kios mi ayam bakso tersebut.

Kiara memandangi kios yang tidak terlalu besar itu. Ini pertama kalinya Kiara ke tempat seperti ini lagi setelah ayahnya meninggal. Dulu ia sangat sering makan mi ayam bakso bersama ayahnya dan mengeksplor semua penjual mi ayam tenda untuk mencari yang terbaik. Dan memang benar, warung inilah yang dulu seringkali ia kunjungi.

"Ayo duduk, Ki. Kok malah bengong?" tanya Elang

"Lo gak suka ya sama tempatnya? Pindah aja deh kalo gitu," ucap Elang sembari berdiri dari tempat duduknya

"Eh, nggak papa kok. Gue lagi nostalgia aja, dulu gue sering ke sini juga..."

"Oh ya? Lo tau tempat ini juga?" tanya Elang dengan sedikit antusias

"Iya..." jawab Kiara singkat yang terdengar enggan untuk ditanya lebih lanjut. Melihat itu Elang hanya menganggukkan kepalanya sebagai respon.

-

"Makasih ya tebengan sama traktirannya... Maaf ngerepotin banget nih kayanya," seru Kiara tidak enak ketika mereka sudah sampai di depan rumah Kiara.

Elang melepas helmnya dan menata rambutnya sebentar. Ada yang ingin ia bicarakan dengan Kiara.

"Santai aja kali, Ki. Sering-sering juga gue gak keberatan kok,"

"Ya udah kalo gitu, udah sore nih. Pasti macet," ujar Kiara yang seperti mengusir Elang untuk segera pulang. Yah karena memang sih Kiara merasa sangat lelah hari ini setelah pergi ke tempat mi ayam tersebut membuatnya mengingat banyak tentang ayahnya.

"Habis ditraktir ngusir nih?" goda Elang

"E-eh... Maksudnya bukan gitu,"

"Ki, gue gak tau lo lagi kenapa. Tapi jujur aja gue seneng liat lo banyak ngomong kaya tadi. Dulu lo pasti ketus banget kalo diajakin ngobrol. Ya walaupun setelah makan lo jadi pendiem lagi sih. Tapi apapun itu, gue harap lo bisa jadi diri lo sendiri yang ceria kayak tadi ya?" ucap Elang tiba-tiba yang membuat Kiara kaget

Ia tidak tahu bahwa perubahannya sangat besar. Ia tidak tahu bahwa selama ini ia cenderung ketus ke pada orang lain. Padahal rasanya seperti ia juga sering menyapa orang-orang di sekitarnya, namun ternyata tetap terlihat ya perbedaan sifat dirinya setelah mencoba membuka lembaran baru akan hidupnya?

"Sorry ya, gue lagi moodswings banget soalnya, biasa cewek hehe. Makasih buat perhatiannya," jawab Kiara seadanya dengan cengiran kikuk.

"Iya. Gue pulang dulu deh kalo gitu. Bye, Ki!" ucap Elang sembari memasang kembali helmnya.

"Hati-hati di jalan, Lang."

Setelah Elang melesat pergi dari kawasan rumahnya, ia segera melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah. Ketika itu juga sebuah motor sport hitam melaju cepat sekali melewati jalanan depan rumah Kiara sampai membuat gadis itu membalikkan badannya.

K I A R A Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang