#19

20 4 8
                                    

Aku. Peduli kamu
###

Keempat remaja itu terlihat sangat asik dengan obrolannya hingga jam masuk Dion yang dan Sastra yang berbarengan terpaksa menarik kedua pria itu dari hadapan dua gadis cantik ini.

"Eh Lan, lu pulang bareng gua aja"ucap Dion sebelum dia dan Sastra pergi, lalu tak lama kemudian Elan pun mengangguk dan membuat Dion dan Sastra benar-benar pergi.

Setelah kedua pria itu pergi kini tinggal Hana dan Elan yang terdiam dengan pikirannya masing-masing.

"Lan,"panggil Hana.

"Iya?"tanya Elan sambil memijit tengkuknya.

"Lu nanti pulang bareng Dion ya?"tanya Hana yang padahal tadi juga mendengar dengan jelas percakapan Dion dan Elan.

"Iya, kenapa emang?"tanya Elan.

"Ahhh itu, gapapa ko," jawab Hana dengan senyuman singkat dan bersamaan dengan itu masuklah dosen yang sudah ditunggu tunggu.

Sejam kemudian

Kelas Elan pun berakhir, karena sudah tidak ada mata kuliah lagi Elan memutuskan pulang. Teringat akan janjinya yang akan pulang bersama dengan Dion maka Elan pergi mencari Dion.

Sekarang Elan tengah berjalan di koridor, ia berniat menunggu Dion di dekat taman kampus yang tak jauh dari fakultas Dion.

Cukup lama Elan menunggu hingga langkah kaki seseorang membawa mata Elan untuk melihat siapa pemilik kaki jenjang berbalut snikers Nike itu.

"Ehh Ka Jeremy,"sapa Elan yang spotan berdiri setelah menyadari bahwa orang itu adalah seniornya.

"Duduk aja,"ucap Jeremy yang langsung mengambil tempat tepat di sebelah Elan.

"Ehh iya ka,"sahut Elan.

"Gimana keadaan lu?"tanya Jeremy yang tadi pagi sempat melihat wajah pucat Elan.

"Udah gapapa ko ka,"jawab Elan dibarengi dengan senyum manisnya dan memang ia tidak berbohong, keadaannya sekarang sudah terlihat lebih baik jika di bandingkan dengan tadi pagi.

"Syukur deh,"respon Jeremy tanpa melihat si lawan bicara.

"O iya nih,"ucap Jeremy memberikan bukunya yang Elan gunakan untuk menggambar kerangka poster di kantin tadi.

"Buku? Buat apa ka?"tanya Elan tak mengerti kenapa seniornya itu memberikannya buku.

"Lohh kan tadi lu gambar kerangka poster di sini, ya lu bawa aja dulu bukunya. Biar nanti lu gampang pas mau lanjutin bikin posternya,"ucap Jeremy.

"Oo iya ko aku bisa lupa,"ucap Elan mengambil buku itu lalu kemudian mengetuk ngetuk kepalanya sendiri karena telah melupakan hal yang penting.

Melihat si junior yang bertingkah seperti anak kecil membuat Jeremy tak bisa menahan senyumannya dan ternyata senyuman  itu berhasil di tangkap oleh manik coklat Elan.

"Kenapa senyum ka?"tanya Elan dengan polosnya.

"Hah? Enggak. Siapa yang senyum, gak ada yang lucu,"elak Jeremy lalu memasang muka datarnya.

Melihat tingkah seniornya itu Elan pun tersenyum lembut.

"Senyum itu gak salah ka,"ucap Elan sembari menatap lekat wajah Jeremy yang terkena pantulan cahaya langit sore.

"Maksud lu?"tanya Jeremy tak mengerti.

Tak ada jawaban, kecuali senyuman manis yang kembali Elan berikan. Jujur melihat senyuman tulus Elan yang seperti ini mampu membuat jeremy menghangat, bagaimana tidak, belakangan ini ia sering dipusingkan dengan masalah oraganisasi kampus, tugas tugas kuliah, belum lagi orang tuanya yang selalu memaksanya untuk segera lulus agar bisa mendapat predikat  lulusan termuda. Hampir setiap hari yang ia lihat hanyalah tatapan mengintimidasi, kata kata perintah yang ia tak begitu suka, dan juga suara suara dosen yang selalu memanggil namanya.
Semua ini membuat ia muak, namun ia tetap berusaha berlagak sepeti biasa. Ia selalu menutupi semuanya, karena menurutnya orang yang mengeluh hanyalah orang yang lemah dan seorang Vasco Jeremy Perdana bukanlah orang yang lemah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Selamat (tinggal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang