Budayakan Voment
Aku yakin kalian tau cara menghargai karya. Jangan sider aja ya :)
Selamat membacaaa...Ting Tong!
Ting Tong!
Ting Tong!Suara bel terus di bunyikan dari depan membuat pemilik rumah yang sedang asik rebahan sembari perawatan wajah dengan masket berdecak kesal.
Kindana melepas masker serumnya kemudian membantingnya ke atas meja.
Ting Tong!
Bel kembali dibunyikan.
"SABAR!" teriak Kindana kesal. Ia segera berjalan ke arah pintu depan. Dengan gerakan cepat sedikit kasar ia membuka pintu rumah itu hingga membentur tembok.
"Lama!"
Kindana sedikit terkejut melihat kedatangan orang itu "Ngapain kesini bang?!"
"Main lah. Bang Erick aja juga kesini."
"Lo ganggu tau gak?!" Kindana sedikit berteriak. Rasa kesal waktu bersantainya semakin menjadi melihat Zero tiba tiba sudah di depan rumahnya, apalagi penyebab utama Kindana kesal juga karena Zero yang terus menekan bel. "Kesini sama siapa?"
Zero tidak menjawab, ia sedikit menyingkir dari tempatnya. Tiba tiba saja, Elang berdiri di belakangnya dengan satu koper di Tanganny "Barang lo noh! Kayak orang gak punya tangan aja lo!"
"Halah lo juga mau mau aja!"
"Abang lo nih, Kin," Elang menunjuk Zero "Ngrepotin banget, sat! Mau kesini gua yang disuruh pesenin tiket. Tadi gua disuruh jemput. Sekarang disuruh bawain koper. Dikira gua babunya kali!"
"Kok lo juga mau di repotin sih Lang?" Ucap Kindana.
Elang diam, ia berfikir, benar juga, kenapa dia mau. Jadi, disini yang salah siapa? Bagaimana pun, siapapun yang salah, disini tetap saja Zero yang menyebalkan.
"Udahlah. Ini kita nggak disuruh masuk gitu?"
Kindana menghela nafas. Ia akhirnya minggir mempersilahkan kedua tamu tak diundangnya masuk. Setelah dua orang itu masuk, Kindana ikut masuk.
Kindana langsung memposisikan dirinya duduk di sebelah Zero.
Zero meregangkan ototnya. Duduk satu jam di pesawat dan masih menunggu Elang yang cukup ngaret untuk menjemput nya di bandara memang melelahkan. Zero menatap sekeliling rumah yang terasa damai, lebih tepatnya hanya hening.
KAMU SEDANG MEMBACA
RESPIRAR
Teen Fiction"When one door of happiness closes, another opens but often we look so long at the closed door that we do not see the one which has been opened for us." - Helen Keller Kebahagiaan? Apa itu kebahagiaan? Allisya tidak merasakannya. Tapi, Allisya yaki...