•17ᝰ

55 16 7
                                    

Hal yang beberapa hari belakangan ini Allisya kira hanya candaan, ternyata sungguhan bukan hanya sekedar ucapan omong kosong.

Hari sabtu ini, semua orang di rumah sibuk dadakan hanya karena satu orang yaitu Zero. Ucapan Zero yang bilang ingin pindah rumah saat itu ternyata benar. Zero sama sekali tidak memberi tahu orang rumah lainnya kecuali Allisya sampai malam sabtunya Zero mulai membeberkan rahasianya sendiri. Seisi rumah Syok mendengar ucapan Zero yang ingin pindah kecuali Allisya dan Kevin yang wajahnya malah bahagia.

Bukan hanya Zero yang pindah. Erick yang posisinya masih stay di Jogja juga ikut pindah ke rumah baru Zero. Katanya, ia lebih memilih untuk ikut Zero yang masih sendiri daripada ikut Kindana yang sudah berkeluarga. Erick tidak ingin mengganggu adiknya yang satu itu.

Lagian, rumah baru Zero di Jogja juga bukan termasuk rumah yang kecil. Rumah lantai dua yang berukuran sedang dengan lima kamar yang tidak terlalu besar dua di bawah dan tiga di atas. Padahal Zero cuma sendiri tapi beli rumah yang kamarnya banyak. Katanya, agar besok kalau berkeluarga tidak repot mencari rumah lain. Berhubung belum berkeluarga, kamar kamar itu akan diisi untuk keponakannya atau keluarga lain yang menginap. Tapi di antara lima kamar itu, ada satu kamar yang sudah Zero khususkan agar tidak di huni oleh orang lain. Kamar itu khusus untuk Allisya.

Allisya sebenarnya tidak enak Zero memperlakukannya seperti itu. Menurutnya pamannya itu terlalu berlebihan. Tapi, niat Zero yang sebenarnya agar kalau Allisya sedang terkena masalah (lagi) Allisya bisa tidur di rumahnya untuk menenangkan diri kapan saja. Setelah mendengar yang sebenarnya terjadi dari adiknya dan Arvie, Zero jadi merasa harus memberikan perhatian lebih kepada keponakan perempuannya itu.

Kindana setuju saja kalau kapan pun Allisya menginap di rumah Zero. Karena dia sendiri tidak bisa terus mengawasi Allisya. Apalagi kalau Kindana sedang lembur dan ketika pulang, pintu kamar Allisya sudah terkunci, Kindana tidak bisa apa apa.

"Hah, capek." Keluh Devian membaringkan dirinya di sofa ketika dia baru selesai membersihkan debu debu yang ada di sofa.

Maklum, rumah yang Zero beli sudah kira kira setahun tidak di tempati. Jadi, furniture dan barang barang lainnya yang memang sudah ada di rumah itu jadi sangat berdebu.

Arvie yang mendengar keluhan Devian pun mengangguk menyetujui. Si kembar satunya itu mencuci tangannya lalu ikut merebahkan diri di sebelah kembarannya. Untung lebar sofa nya tidak terlalu kecil, cukup untuk berdua walaupun sempit. Dan Devian juga tidak protes, cowok itu membiarkan kembarannya ikut rebahan di sebelanya.

"Aduh anak lanang mama, cuma bersihin ruang tamu aja capek." Kindana datang dengan membawa nampan berisi dua teko plastik berisi es sirup dan beberapa gelas sekali buang agar tidak perlu mencuci gelas. Kindana meletakkan itu dengan perlahan di atas meja lalu duduk di kepala kursi, di atas kepala anak anaknya "Minum dulu itu."

Kedua anak kembar itu langsung beranjak dengan semangat untuk mengambil air minum. Bahkan, sampai rebutan mengambil tekonya. Dan Kindana yang lelah melihat keributan akhirnya bergerak menuangkan minum untuk anaknya.

Tak lama, Fawnia datang dengan wajah lusuhnya. Duduk di sebelah mamanya dan kedua adiknya "Ma, minum." mintanya.

Kindana hanya melirik anak pertamanya itu "Ambil sendiri. Udah gede jangan manja. Malu sama adik adikmu."

"Arvie sama Devian di ambilin."

"Mereka rebutan, nanti tumpah malah gak jadi minum." ucap Kindana. Fawnia menghela nafasnya lalu mengambil minum dan meneguknya dalam sekai tegukan. Ia bersandar pada pundak Devian "Capek banget kakak, Dev. Bersihin balkon, halaman depan sama dapur." curhatnya kepada adik cowoknya yang satunya.

RESPIRARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang