"Aku tidak ingin banyak, setidaknya cobalah buka matamu, lihat siapa yang benar-benar mencintaimu dengan tulus."
-Irene-
...
Irene baru saja menyelesaikan kerjanya, ia bekerja dengan baik. Sekarang sudah pukul sebelas malam, hawa dingin menyeruak ke dalam kulit-kulit putih Irene.
Cafe Blue--tempat Irene bekerja itu sudah terlihat sepi, tidak terlihat sama sekali pengunjung, hanya tersisa para waitress dan dishwasher yang sedang mengerjakan tugasnya seperti Irene yang masih sibuk membersihkan meja maupun piring-piring yang kotor.
Irene masih ikut membantu, walaupun sebenarnya ini bukan tugasnya lagi, tapi ia merasa tidak enak jika harus pulang duluan, sementara temannya yang lain masih sibuk bekerja.
Keringat mengucuri pelipis Irene, padahal malam ini begitu dingin, bisa-bisa nya Irene berkeringat. Ah, mungkin faktor kelelahan.
Sepuluh menit berlalu, semua pekerjaan di cafe tersebut sudah selesai. Para waitress tersebut menghela napas lega, akhirnya, bisa pulang setelah kurang lebih empat jam bekerja.
Kebanyakan yang bekerja di cafe Blue adalah anak seumuran Irene, jadi Irene tidak pernah merasa kesepian ataupun terasingkan jika sedang bekerja, ia justru merasa semangat, ia memiliki banyak teman di sini.
Irene mengusap pelipis dengan punggung tangannya, sungguh hari yang melelahkan. Irene beranjak dari sana, langkah demi langkah membawa Irene meninggalkan cafe Blue.
Irene mendongak, awan hitam pekat di atas sana menutupi langit, Irene sedikit panik, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.
Kakinya terus berjalan, tak terasa, setetes air hujan menerpa kulit putihnya, semakin lama, semakin deras, membuat Irene berlari menyusuri lorong yang sepi dengan cepat.
Rumahnya tidak terlalu jauh, hanya saja, ia harus melewati lorong yang sepi, tak berpenghuni sama sekali.
Irene terus berlari, mengabaikan rintikan hujan yang kian bertambah menjadi deras. Irene tidak mendengar apapun kecuali suara rintikan hujan yang menyatu dengan tanah.
Rumahnya memang tidak terlalu jauh dari sini, tapi entah kenapa, malam ini ia merasa perjalanannya cukup lama, tidak seperti biasanya.
Suara deru kendaraan membuat Irene menoleh ke belakang, Irene kenal pemilik motor itu, senyum Irene merekah, Al memang selalu datang di waktu yang tepat.
Motor itu berhenti di samping Irene, ia membuka kaca helmnya. "Ngapain kamu berkeliaran malam-malam kayak gini, Irene!!" ujar Algi sedikit berteriak.
Irene mematung, bagaimana jika Algi menyadari bahwa dirinya sedang memakai pakaian kerja. Ah, tidak, Algi tidak boleh mengetahui tentang ini.
Irene memeluk dirinya, berusaha menyembunyikan pakaian yang sedang ia pakai. Algi terlihat sedang melepas jaketnya, ia kemudian menyodorkannya ke arah Irene, Irene menerimanya dengan senang hati.
"Naik!"
Irene mengangguk, ia kemudian naik ke atas motor Algi tanpa basa-basi, sebab hujan kini semakin deras.
...
"Makasih, Al. Kamu ... gak mau masuk dulu?" tanya Irene membuat Algi menggeleng pelan.
"Irene, kamu sudah pulang?!"
Algi mematung, ia meneguk salivanya, ia tidak mungkin lupa dengan suara itu. Itu suara Kakak Irene, Bang Ala.
"Irene?!" Sekali lagi, Ala--Kakak Irene berteriak dari dalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Irene [END]
Teen FictionIni tentang Irene, gadis yang selalu dicampakkan oleh kekasihnya. Tidak ada perhatian atau perlakuan manis sedikitpun yang Irene dapatkan. Hanya luka, Irene sama sekali tidak merasakan adanya cinta. Al--pacarnya, sama sekali tidak memahami perasaan...