Part 7

48.1K 4.7K 743
                                    

"Tidak mengharapkan lebih sebenarnya, hanya saja aku sangat mengharapkan sedikit perhatian dari dirimu."

-Irene-

...

"Nih, handphone lo." Sintia menyodorkan handphone itu kembali kepada sang pemilik.

"Ngapain kalian bertiga disini!!"

Baru saja Irene ingin meraih handphonenya tapi ia urung karena dikagetkan oleh suara cempreng milik seorang guru yang jelas tidak asing ditelinga mereka.

Handphone yang masih berada di genggaman Sintia terjatuh, tangannya sedikit gemetar, sementara Latif kini meneguk ludahnya dengan susah payah, Irene melotot gugup.

"Kalian bertiga!! Ikut Ibu ke lapangan!!" Sang guru dengan lipstik merah menyala itu menatap nyalang ke arah ketiga remaja itu secara bergantian. Jantung mereka berpacu cepat, wajahnya sudah disuguhi keringat dingin. Guru itu kemudian berbalik. Sintia, Irene serta Latif mengikutinya dari belakang. Mereka melangkah dengan ragu.

"Habis deh kita," lirih Sintia pelan sembari menatap Ibu Meri dengan ragu, guru yang memergoki mereka yang sedang bolos di taman belakang.

"Gimana, nih. Ren, lo tanggung jawab lah, yang ngajakin bolos kan elo," balas Latif tak kalah pelan, namun masih bisa didengar dengan baik oleh Sintia dan Irene.

"Gak bisa gitu, lah. Gue kan, gak pernah ngajakin kalian buat ngikutin gue," sergah Irene tidak terima, gadis itu berbisik sambil menampilkan wajah tidak terima.

"Ya, tapi---

"Diam kalian ... kalian pikir, Ibu gak dengar?" desis Bu Meri sembari memalingkan wajahnya sedikit ke samping, menatap ketiga remaja itu dari ekor matanya.

"M-maaf, Bu. Sebenernya ini salah Irene, Bu. Dia yang ngajakin saya bolos, Bu," ucap Latif bersuara , Irene dan Sintia melotot, ia hampir saja melayangkan tinjunya jika saja ia tidak sadar Ibu Meri sedang bersama mereka.

"Ibu gak peduli, kalian semua sama, sama-sama bandel!!"

....

"Gimana, Algi? Irene bales?" tanya Ara, mereka sedang berjalan di koridor, ingin menuju ke kelas. Gadis itu mengaku sudah merasa lebih baik, ia ingin beristirahat di kelas saja sambil belajar.

Algi menggeleng pelan," Belum."

"Atau gini aja, kita samperin Irene pas jam istirahat pertama, aku nemenin kamu, soalnya aku juga mau minta maaf." Gadis itu berjalan beriringan dengan Algi. Melewati koridor yang kelewat sepi.

Algi memicingkan matanya kala melihat ketiga murid yang sedang mengikuti Ibu Meri dari belakang. Algi jelas mengenali, dua cewek dan satu cowok, semuanya satu kelas.

"Ngapain mereka ngendap-ngendap gitu di belakang Bu Meri?" tanya Algi sembari mengerutkan dahinya, Ara kemudian mengikuti arah pandang Algi.

Ara ikut memicingkan matanya, "Mungkin ... mereka lagi patroli?" ucap Ara menerka-nerka, Algi justru terkekeh.

"Ngapain mereka patroli? Palingan juga dihukum," ucap Algi, cowok itu kemudian meraih tangan Ara. "Yaudah, yuk, ke kelas."

Ara mengangguk, mereka kemudian berjalan beriringan, kembali melewati koridor yang sepi, mereka menuju ke kelas.

...

"Pokoknya, gue gak mau tahu, deh, Tif. Lo harus taruh tu barang di laci Irene," ucap seorang cowok dengan suara bass di seberang sana membuat Latif menghela napas pasrah.

"Iya-iya, bawel lo! Udah dulu, gue lagi di toilet ini, ganggu banget, sih, lo! Orang mau pipis juga," ucap Latif kemudian menutup telfonnya sepihak, ia kemudian segera menyelesaikan panggilan alam yang sudah mendesaknya sedari tadi. Diluar, Bu Meri, Sintia serta Irene sedang menunggu. Iya, Latif memang meminta izin untuk singgah sebentar ditoilet, dan mereka bertiga menunggu diluar.

Tentang Irene [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang