Part 5

49.4K 5.1K 2.1K
                                    

"Kau datang, menghancurkan pertahanan yang perlahan-lahan ku rintis dengan susah payah."

-Irene-

...

"Kurang ajar! Ingetin gue buat cincang-cincang tuh anak besok! Pengen tak hihh!" Sintia seolah meremas sesuatu pada tangannya, dengan sekuat tenaga mengepalkan kedua tangannya, seolah-olah ingin menghancurkan sesuatu.

Irene justru terkekeh melihat ekspresi Sintia yang begitu lucu. Menggemaskan sekali.

"Lo harusnya ninggalin dia, masih banyak cowok di luar sana yang mau sama lo, bahkan gak kalah ganteng sama si Algi songong itu!" Sintia menampilkan raut ber-api-api, seolah siap menerkam Algi jika saja cowok itu berada di dekatnya.

...

Irene mengerjapkan matanya beberapa kali, cahaya mentari pagi yang begitu minim membuatnya tersadar bahwa sekarang sudah pagi. Ia menggeliat, melirik ke arah Sintia yang terlihat masih tertidur pulas, mendengkur halus. Kaki gadis itu bahkan dengan lancangnya naik di atas perut milik Irene, dengan hati-hati Irene memindahkannya.

Gadis itu terlihat begitu kacau, mulutnya menganga, dengan gaya terlentang serta rambut yang acak-acakan. Piyamanya sedikit naik ke atas, menampilkan sebagian perutnya yang putih mulus, dan jangan lupakan satu tangannya yang ia masukkan ke dalam celana.  Setiap tidur, gadis ini selalu memasukkan satu tangannya ke dalam celana. Bahkan Irene sendiri heran, apa yang nyaman dari memasukkan satu tangan ke dalam celana saat tidur?

Irene terkekeh pelan, menurutnya ini adalah moment yang tidak bisa di lewatkan. Sekarang masih pukul 05:45 pagi, masih ada waktus sedikit untuk menjahili Sintia.

"Mampus lo, gue jadiin bahan ancaman, nih," gumam Irene pelan, ia kemudian mengambil ponselnya yang ia taruh di bawah bantal, ia kemudian menekan icon kamera, memotret Sintia beberapa kali dari arah yang berbeda, sesekali Irene men-zoom wajah Sintia, membuatnya terkikik geli.

Irene meletakkan handphonenya kembali, setelah itu, tawa Irene pecah, Sintia yang tadinya terlihat pulas langsung beringsut duduk dengan mata yang melotot ke arah Irene.

"Irene Zeala Alandra!!" teriak Sintia kencang, telinga Irene terasa pengang, seperti ingin meledak.

"Buset, lo kenapa, anjir!! Bhahah!" Irene justru terbahak di akhir kalimatnya, masih terbayang wajah polos Sintia saat tertidur tadi.

"Tadi gue mimpi, lo fotoin gue diem-diem." Sintia menatap tajam ke arah Irene, Irene meneguk ludahnya, bahkan wajah Sintia lebih seram saat sedang serius seperti ini.

"Y-yaelah, m-mana berani gue fotoin lo. Lo kan inget, terakhir kali gue fotoin lo diem-diem, lo sampe nyakar gue dan itu masih berbekas, ya!" Irene tidak bohong, terakhir kali ia memotret Sintia diam-diam, dia langsung di sambut oleh cakaran tidak ber-akhlak dari Sintia.

"Bagus kalo lo masih inget, itu berarti, lo gak akan ngelakuin hal bodoh yang bakal buat nyawa lo dalam bahaya untuk yang kedua kalinya," ujar Sintia ia mencari ikat rambut di bawah selipan bantal, ia kemudian mengikat rambutnya setinggi mungkin.

"Gue mau mandi duluan,"

"Eh, bentar dulu, Sintia, gue duluan!!"

Sintia berlari menutup pintu toilet, menyisahkan Irene yang memukul-mukul pintu toilet dari luar.

"Woi, sialan lo! Gue kebelet anjir!!"

...

Algi mengancingkan bajunya yang terakhir, menatap pantulan dirinya di dalam cermin besar yang ada di hadapannya. Raut wajahnya seperti dilanda gelisah.

Tentang Irene [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang