Chapter 4 : Dompet Coklat

698 90 2
                                    

بسماللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحيمِ

AWAS‼️ Typo Bertebaran ‼️
Happy Reading!

Tak semua yang kita lihat dan dengar itu suatu kebenaran. Karena mata dan telinga bisa saja berbohong, namun lain halnya dengan hati.
Hati tak akan bisa berbohong walaupun anggota tubuh lainnya serempak berkompromi untuk berbohong.
-FitriYulita-

Sebuah taksi yang membawa diriku telah berhenti di suatu tempat dengan di depannya terdapat sebuah plakat bertuliskan "KUA"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebuah taksi yang membawa diriku telah berhenti di suatu tempat dengan di depannya terdapat sebuah plakat bertuliskan "KUA".
Aku pun segera turun taksi setelah membayar biaya transpot.

"Eumm, kira-kira dibagian apa aku harus mencari Mas Fauzan ya?" gumamku melihat banyak ruangan yang berjajar.

Aku berjalan menuju ruang informasi KUA tersebut.
Dari sebuah ruangan aku melihat seorang wanita tengah menangis sembari menggandeng seorang bapak-bapak pergi dari ruangan tersebut.
"Ghina bapak malu punya anak kayak kamu," sentak bapak tersebut yang membuat wanita disampingnya semakin tersedu-sedu.
Aku samar-samar mendengar pembicaraan mereka mengenai seorang anak.

Aku menatap wanita itu yang tampak anggun walaupun sedang menangis. Tapi sepertinya wajahnya tak asing dipengelihatanku.

Wanita di dalam foto.

Dengan cepat aku membuka foto pada dompet Mas Fauzan lagi.
Dan benar saja wajahnya sangat mirip.

Apa ia adalah wanita dalam foto ini? Jika benar, berarti Mas Fauzan ada di ruangan itu yah.

Aku berjalan cepat menuju ruangan paling pojok di mana wanita dan bapak tadi keluar.

"Cari siapa ya, Mbak?"

Aku membalikkan badanku dan menemukan seorang laki-laki yang sepertinya seumuran dengan Mas Fauzan.

"Eh, saya mencari Mas Fauzan, Mas."

"Oh, Fauzan sebentar akan saya panggilkan."
Laki-laki yang tak aku ketahui namanya itu pun memasuki ruangan yang hendak aku tuju tadi.

Pikiranku masih saja terfokus kepada wanita yang aku lihat tadi. Aku menatap wanita tadi yang kini sedang mengusap air matanya seorang diri.

Apakah wanita itu memiliki urusan dengan Mas Fauzan? Atau sebenarnya terjadi sesuatu yang buruk dengan mereka?

"Astagfirullah, jangan berprasangka buruk, Nia. Lebih baik nanti kau tanyakan langsung," ucapku kepada diriku sendiri.

***

 Assalamualaikum, Pak Penghulu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang