Dhea duduk di halte sembari menunggu bis yang akan ditumpanginya. Hari ini Jumat, tidak ada yang lebih menyenangkan bahwa hari ini adalah hari terakhir sebelum akhir minggu datang. Semua orang menyukai hari Jumat bahkan hari yang paling ditunggu tunggu semua orang. Masih pukul dua siang, suasana kota tidak terlalu terik bahkan cenderung mendung karena langit sangat berawan. Bukankah itu hari yang bagus?
Dhea menggoyangkan kakinya yang tidak berpijak saat duduk dihalte menunggu bis yang ditunggunya datang bahkan bis kota yang sedari tadi lalang tidak mengurungkan niat Dhea untuk naik keatasnya. Beberapa kali Dhea menoleh kearah datangnya bis apakah bis yang akan dinaikinya segera datang. Setengah jam menunggu disana, yang ditunggunya pun datang.
Bis antar kota itu muncul didepannya dan Dhea turun dari tempatnya duduk lalu ikut antri bersama beberapa orang lainnya yang juga ingin naik kedalamnya. Lama perjalanan yang ditempuhnya untuk sampai ketujuannya. Sebenarnya ingin pergi kemana dia? Beberapa waktu dihabiskannya untuk melihat jalanan yang sedari tadi dilewatinya. Sepertinya matanya menyerah dan Dhea menghembuskan napasnya.
"Ya aku tau namanya move on tuh bakalan lama banget dan kalo kitanya sendiri gak mau move on yah aku gak bakalan bisa lupa." Ucapnya kepada diri sendiri.
Ingatannya kembali ke tiga bulan yang lalu, saat usaha penculikannya berbuah hal yang tidak ingin dilaluinya. Dia menyakiti hati Rafael bahkan juga hatinya. Tapi keputusannya saat ini adalah yang terbaik yang bisa dia lakukan. Setelah kejadian itu dia tidak lagi bertemu dengan Rafael. Bukan dia lebih memilih menghindar sedangkan Rafael sendiri mengatakan bahwa dia memberikan waktu untuk Dhea berpikir. Dia menghembuskan napasnya lagi untuk kesekian kalinya.
"Keputusanmu sudah tepat Dhe. Aku bangga padamu." Dalam tiga bulan terakhir Dhea merapalkan kata kata itu berulang kali.
3 jam berlalu Dhea mulai melihat tempat tujuannya. Angin berhembus diluar dan tidak sabar kakinya menginjakkan kakinya disana. Beberapa saat bis berhenti di terminal dan semua orang turun dipemberhentian terakhir mereka. Dhea turun dan mulai berjalan menjauhi terminal, menolak tawaran abang tukang ojek yang ingin mengantarkannya ke tempat tujuan selanjutnya. Tapi Dhea menolak dan memberikan tanda bahwa dia ingin kesana. Mereka yang melihat arah yang dituju Dhea mengerti.
Dia melanjutkan jalannya, matanya sudah berbinar melihat pohon kelapa dan desir air dari kejauhan. Ya Dhea menuju pantai terdekat dari kota meskipun membutuhkan waktu cukup lama tapi dia membutuhkannya. Pekerjaannya dan masalah pribadinya cukup menyita waktunya dan dia butuh sesuatu yang bisa menjernihkan pikirannya.
"Sepertinya aku salah kostum nih, seharusnya tadi aku ganti baju dulu, tapi kalau ganti baju gak dapet sunset lagi." Dhea memperhatikan pakaian yang dikenakannya hari ini. Masih menggunakan pakaian kerja formal, blouse warna biru langit dengan bawahan senada. Tetapi heelsnya lebih mengganggu lagi karena dipakai ke pantai yang notabene beralaskan pasir.
Perlahan Dhea jongkok dan melepaskan ikatan pada heelsnya, menenteng sepatunya berjalan lebih dekat kearah bibir pantai. Sore ini juga tidak terlalu banyak pengunjung. Dikejauhan ada beberapa anak anak yang sedang bermain pasir, ada juga beberapa remaja masih menggunakan seragam SMA nya berfoto bersama teman temannya. Dhea pun tersenyum, seperti mengingat masa lalu. Tiba tiba saja dia rindu teman temannya. Dhea mengaduk tasnya untuk mengambil ponselnya dan menekan beberapa tombol disana. Ketika ponselnya bergetar Dhea meletakkan benda pipih itu di telinganya.
"Haloooooww." Dhea duduk meletakkan tas tangan dan sepatunya dan duduk disana sembari menunggu matahari yang mulai turun perlahan.
"Gak ngapa ngapain, gak boleh gitu aku nelpon?" sungutnya tapi wajahnya tersenyum.
"Coba tebak aku lagi dimana ditempat apa?" Dhea mulai menekuk lututnya dan memeluknya. Memiringkan kepalanya membayangkan orang yang diseberang telponnya sedang menebak nebak dimana dia sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU DRIVES ME CRAZY! (COMPLETED)
Romance"Apakah aku boleh bahagia, Raf?" - Dheandra Hanggara - "Sebenarnya siapa kau sampai menjadi korban kekerasan orang lain?" pertanyaan ini terus mengganggu Rafael. - Tapi entah kenapa aku tidak pernah bisa melepaskan pandangku padamu. Tanpa kusadari...