16

27 3 0
                                    

Didalam taksi Dhea sudah lemas dan bernapas melalui mulutnya karena sepertinya jalur pernapasannya sudah tersumbat. Dhea sadar saat pernapasannya mulai terbatas dia tau apa yang dimakannya tadi. Irene tau darimana tentang kelemahannya ini.

"Rumah sakit terdekat pak." Pesannya kepada supir taksi yang menunggunya untuk menyebutkan tujuannya. Melihat keadaan Dhea yang seperti itu dengan keringat yang membasahi wajahnya supir taksi dengan cepat menjalankan mobilnya. Tidak lebih dari 10 menit mereka sampai di RS terdekat dan Dhea menyerahkan selembar 50 ribuan dan menuju IGD. Detik terakhir yang Dhea katakan pada perawat yang menanyakannya sebelum pingsan adalah alergi dan tidak bisa bernapas. Keadaan di IGD sedikit gaduh ketika Dhea pingsan. Dengan cepat dokter dan perawat membawanya ke bankar dan memeriksanya. Memberikan infus dan memasangkan alat bantu pernapasan padanya. Ditempat lain Rafael mencoba menghubungi Dhea tetapi tidak ada jawaban.

"Jadi perempuan seperti itu yang kamu sukai Raf? Dia saja tidak punya etika untuk bergaul dengan kalangan kita." Irene menyebutkan rules dalam pergaulan mereka. Tentu saja Egen dan Rafael tersinggung tetapi mereka memilih diam dan mendengarkan apa yang ingin dikatakan wanita itu.

"Dia saja tidak berterimakasih dengan makanan yang sudah aku bawakan."

"Tidak ada yang menyuruhmu membawa makanan itu." Egen mengatakannya dengan dingin. Irene salah kalau Egen bukan lagi tandingannya tetapi lelaki itu sudah cukup berada disekitar Rafael selama ini.

"Tentu saja." Irene menyembunyikan sesuatu yang tidak diketahui kedua orang didepannya. Irene duduk ditempat Dhea duduk dan melingkarkan tangannya dilengan Rafael yang tentu saja dilepaskan begitu saja oleh Rafael.

"Sebaiknya kamu menjaga tanganmu. Disini juga banyak teman teman Rei bukan?"

"Ngomong ngomong soal dia, dimana Rei? Aku tidak melihatnya."

"Lelaki itu? Aku tidak peduli hubunganku dengannya sudah berakhir." Irene menyilangkan kakinya dan menyesap minuman yang disodorkan kepadanya. Tidak ada yang bisa dilanjutkan untuk mengorek informasi soal keberadaan Rei dari Irene. Tapi Egen merasa ada suatu hal yang disembunyikan oleh Irene. Tapi dia tidak tau apa. Sedangkan Rafael masih berusaha menghubungi Dhea.

***

Setelah beberapa jam, Dhea kembali sadar masih dengan alat bantu pernapasan yang melekat dihidungnya. Meskipun dia mulai bernapas sedikit melalui hidungnya tetap saja hal menakutkan bisa saja terjadi dengannya saat itu juga.

"Anda baik baik saja? Ada yang sakit atau tidak nyaman?" Tanya salah seorang perawat yang melintas. Dia masih ada di IGD sepertinya. Dhea mengangguk.

"Hanya saja dada saya sesak sekali." Perawat itu menaikkan bankar agar Dhea bisa bersandar lebih nyaman.

"Tentu saja sesak karena tidak ada oksigen yang masuk ke paru paru dan tidak ada pasokan oksigen yang dialirkan keseluruh tubuh." Dokter tiba tiba saja hadir diantara mereka yang sedang memegang papan indeks miliknya.

"Apa yang terjadi?"

"Saya hanya ingat saya memakan sesuatu tapi saya tidak tau bahwa itu mengandung jamur. Saya alergi jamur dokter."

"Dari tes darah menunjukkan ada kandungan alergi nya. Tapi saya tidak tau alergi apa. Sebaiknya kita bisa tes lebih lanjut."

"Apakah harus menginap?"

"Kalo kamu gak mau gak masalah, tetapi yang pasti kamu harus istirahat sebelum pulang untuk memulihkan paru parumu. Tapi seharusnya sekarang lebih baik." Lanjutnya dan meninggalkan Dhea beserta perawat yang sedang mengganti infusnya.

"Setelah satu cairan infus lagi, mbak bisa pulang dan melanjutkan tes untuk mengetahui tingkat alerginya besok. Silahkan beristirahat." Dhea menyandarkan tubuhnya dan memejamkan mata. Perlahan mengangkat tangannya untuk melihat berapa jam dia pingsan. Pukul 8 malam. Dhea menoleh kesamping untuk mencari tasnya dan menemukan diatas nakas. Tangannya menjangkau dan mengeluarkan ponselnya.

YOU DRIVES ME CRAZY! (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang