Chapter 6

9.4K 92 1
                                    

"Kalian mandi dulu aja ya biar bersih. Ibu siapin makanan untuk kalian. Sehabis mandi, kalian makan. Kalian pasti laper kan? Daritadi belum ditawarin makan.", ujar ibunda Nat kepada mereka bertiga.

"Oh iya Bu, makasih banyak. Kita mandi dulu ya Bu.", ujar Naomi sopan.

Ia memandang ibunda Nat yang berjalan kembali menuju dapur. Wanita itu terlihat masih cukup muda walaupun usianya mungkin hampir sama seperti Pak Kades tadi. Terlihat kemiripan parasnya dengan anaknya, Natalia. Tubuh wanita itu pun masih terlihat kencang dan mungkin semasa mudanya juga seseksi Natalia. Bisa jadi Natalia adalah cerminan gambaran ibundanya selagi muda.

Kembali Naomi teringat akan sosok cantik Natalia. Ia cukup kaget melihat gadis itu yang memakai pakaian sangat terbuka jika dibandingkan dengan asumsi pakaian desa yang ada di benaknya. Kebayanya sungguh ketat dan menampilkan payudara Nat yang besar. Tak sulit juga untuk orang-orang memandangi belahan payudaranya yang menyembul di balik garis kerah kebayanya yang rendah. Belum lagi kain batik yang Natalia lilitkan, bukankah itu terlalu pendek? 

Kini Naomi memalingkan pandangannya ke arah Nadila yang terduduk di kasur. Nadila telah dituntunnya ke dalam kamar yang berada di sebelah kiri dari pintu masuk. Ia pun berencana untuk sekamar dengan Nadila, sedangkan Michelle memakai kamar yang ada di seberangnya untuk dirinya sendiri. Ia kasihan melihat Nadila yang sedari tadi masih belum dapat banyak berbicara. Sahabatnya itu terlihat masih syok, dan Naomi tak mau meninggalkannya sendirian.

"Chel, Nadila biar mandi dulu ya. Kasian daritadi diem terus. Biar dia bisa lebih cepet istirahat.", pinta Naomi kepada Michelle saat berada di ruang tengah yang memisahkan kedua kamar mereka.

"Iya ga apa-apa deh, gara-gara gw telat juga sih semuanya.", ujar Michelle menyesal. "Tapi cepet ya. Rambut gw lepek banget nih, ga kayak kalian.", lanjutnya.

"Siapa suruh jadi lonte?", ucap Naomi dalam hati. 

Ia kembali teringat akan perjalanannya di bis K***** malam tadi. Walaupun dikerumuni puluhan lelaki mesum, sedikit-sedikit ia masih bisa melihat dari celah-celah tubuh lelaki disekitarnya apa yang Michelle lakukan. Ia juga mencuri dengar obrolan-obrolan lelaki yang sedang menggerayangi atau menyetubuhinya tentang bagaimana mereka dilayani oleh Michelle dan betapa puasnya mereka.

"Iya.", ujar Naomi singkat sambil tersenyum.

Naomi pun berjalan ke kamar. Ia kembali memandangi Nadila yang hanya duduk mematung. Ia pun berinisiatif untuk membuka koper Nadila dan menyiapkan baju ganti untuk sahabatnya itu.

"Kamu mandi ya Nad.", ujar Naomi kepada Nadila yang masih hening.

Lama hening di antara mereka, sehingga Naomi pun mengambil juga baju ganti miliknya dan peralatan mandinya. Ia lalu menuntun Nadila ke arah kamar mandi bersama dirinya. Biarlah mereka mandi berdua, pikir Naomi.

Naomi berjalan menuntun Nadila ke arah kamar mandi sambil memperhatikan sekitar. Ia merasa rumah ini cukup besar, atau bahkan terlalu besar lebih tepatnya, untuk seukuran keluarga beranggotakan dua orang wanita di sebuah desa. Itu cukup aneh jika dibandingkan dengan asumsi Naomi. Biasanya di pedesaan, keluarga yang dipimpin seorang laki-laki akan lebih terjamin dari sisi finansial. Tak hanya itu, jika tak ada sosok lelaki di sebuah keluarga, keluarga itu cenderung akan jatuh ke status miskin. Berbeda dengan di kota, di mana kesempatan kerja antara pria dan wanita sudah jauh lebih setara daripada di desa. Walaupun masih ada ketimpangan di sana dan sini, tapi setidaknya masih memungkinkan bagi keluarga tanpa sosok lelaki untuk bisa hidup mandiri. Itu lah kenapa ia dan kedua sahabatnya membuat program kerja yang menyasar ke keluarga desa yang tidak memiliki anggota keluarga laki-laki. Apa yang Naomi dapati dari keluarga Natalia sungguh sebuah anomali dari teorinya.

KKN di Desa Penari Erotis (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang